87 Sekolah Belum Laporkan SK Kemenkumham

Batas pengumpulan SK Kemenkum-HAM terkait status badan hukum lembaga pendidikan swasta di Surabaya telah berakhir Senin (5/10). Hingga waktu pelaporan berakhir, masih ada 87 lembaga yang belum melapor Dinas Pendidikan Surabaya.

Batas pengumpulan SK Kemenkum-HAM terkait status badan hukum lembaga pendidikan swasta di Surabaya telah berakhir Senin (5/10). Hingga waktu pelaporan berakhir, masih ada 87 lembaga yang belum melapor Dinas Pendidikan Surabaya.

Dindik Surabaya, Bhirawa
Batas pengumpulan SK Kemenkum-HAM terkait status badan hukum lembaga pendidikan swasta di Surabaya telah berakhir Senin (5/10) kemarin pukul 16.00. Sayangnya, hingga waktu pelaporan berakhir, masih ada 87 lembaga yang belum melapor Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya.
Di antara sekolah-sekolah yang belum melapor itu terdapat 9 SD swasta dan 3 SMP swasta yang sudah mengurus SK Kemenkum-HAM, namun belum turun. Selain itu, terdapat 10 SD swasta dan 5 SMP swasta yang masih proses dari notaris ke Kemenkum-HAM. Sementara itu ada 60 lembaga yang dinyatakan belum berbadan hukum lantaran tidak terlihat itikad untuk mengurus statusnya.
Kabid Pendidikan Dasar Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih mengatakan, bagi sekolah yang belum mengumpulkan harus siap menanggung segala risikonya. Selain tidak bisa menerima bantuan dana operasional daerah (Bopda), sekolah juga tidak bisa mengajukan perpanjangan izin operasional. Kalau izin operasional tidak berlaku, maka konsekuensinya akan banyak. Di antaranya tidak dapat menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) bahkan tidak dapat membuka pendaftaran siswa baru. “Kalau sudah begitu, siswa yang sangat dirugikan,” tutur Eko.
Tidak cukup itu saja, siswa dalam sekolah itu tidak berhak menerima fasilitas apapun. “Mau tidak mau, nanti UN siswa harus bergabung ke sekolah lain. Karena sekolah yang tidak memiliki izin operasional tidak boleh menyelenggarakan sendiri,” kata Eko.
Sejak penutupan ini, Dindik Surabaya sudah tidak mau ikut campur.  Padahal, sejauh ini Dindik Surabaya tidak henti-hentinya memberikan sosialisasi sampai fasilitas untuk pengurusan pendaftaran SK berbadan hukum. Misalnya, pada akhir September, Pemkot Surabaya mendatangkan tim dari Kemenkum-HAM ke Dindik Surabaya. Dengan begitu, lembaga dapat mengurus data SK berbadan hukum dengan cepat dan mudah. Sekolah tidak perlu melakukan secara online seperti selama ini. “Ini tuntutan dari pusat, bukan hanya Dindik. Jadi seharusnya sekolah sudah menyadarinya,” tegas Eko.
Dia menjelaskan, banyak alasan sekolah tidak segera mengumpulkan SK berbadan hukum. Misalnya, terjadi masalah internal di yayasan. Dari 87 sekolah, Eko melanjutkan ada sekitar 5 sekolah yang bernaung di bawah dua yayasan sekaligus. “Ada juga satu sekolah yang dinaungi dua yayasan itu. Dan itu pasti bermasalah,” terangnya.
Satu yayasan dengan yayasan lainnya tidak mau mengalah. Padahal lembaga tersebut sudah berstatus badan hukum. Hanya saja untuk mengurus SK Kemenkum-HAM, satu lembaga sekolah hanya diperbolehkan mencantumkan nama satu yayasan yang menaunginya saja.
Kalau sudah demikian, pihak dinas tidak bisa ikut campur lebih dalam. Karena, hal tersebut sudah masuk masalah internal yayasan. “Ya mereka harus bisa saling memahami. Kalau tidak, sekali lagi siswa yang akan dirugikan. Kasihan mereka kalau harus jadi korban,” katanya.
Lebih lanjut Eko menjelaskan, Dindik Surabaya berusaha memberikan penjelasan dampak apa saja yang harus ditanggung sekolah kalau tidak segera memiliki SK berbadan hukum. “Kami sudah bolak-balik menjelaskan itu. Keputusan sekarang di tangan mereka,” pungkas dia. [tam]

Tags: