Abraham Samad Imbau Sidang Kasus PWU Berjalan Sesuai Fakta dan Bukti

-Abraham-Samad-dan-Effendi-Ghazali-hadir-memberikan-dukungan-terhadap-Dahlan-Iskan-dalam-persidangan-kasus-dugaan-korupsi-PT-PWU-Selasa-[13/12].-[Abednego/bhirawa]

-Abraham-Samad-dan-Effendi-Ghazali-hadir-memberikan-dukungan-terhadap-Dahlan-Iskan-dalam-persidangan-kasus-dugaan-korupsi-PT-PWU-Selasa-[13/12].-[Abednego/bhirawa]

(Sidang Pembacaan Eksepsi dari Dahlan Iskan)
Surabaya, Bhirawa
Persidangan dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) dengan terdakwa Dahlan Iskan, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Juanda Sidoarjo, Selasa (13/12). Sidang kali ini mengagendakan eksepsi atau nota keberatan Dahlan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ada yang berbeda dengan persidangan kasus PWU yang ketiga kalinya ini. Persidangan yang digelar di Ruang Cakra ini, dihadiri tiga tokoh nasional yakni eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, pengamat politik Effendi Ghazali, dan pakar ekonomi Faisal Basri. Usai mengikuti jalannya sidang, Abraham Samad mengaku kedatangannya beserta rekan yang lain yakni untuk memberikan dukungan moral kepada Dahlan Iskan.
Abraham berharap penegakan hukum di Indonesia harus didasari oleh fakta dan alat bukti. Ungkapan itu, lanjut Abraham, termasuk dalam penegakan hukum untuk kasus Dahlan Iskan. Sebagai masyarakat dan pegiat antikorupsi, selain memberikan dukungan kepada Dahlan, Ia juga ingin melihat proses persidangan kasus yang menyeret mantan Menteri BUMN itu.
“Penegakan hukum di Indonesia harus didasari fakta dan alat bukti, termasuk penegakan hukum untuk kasus Dahlan. Kalau penegakan hukum didasari kebencian dan balas dendam, hukumnya nanti akan sewenang-wenang,” kata Abraham tanpa menjelaskan pihak yang dinilai melakukan kebencian dan balas dandem.
Sementara itu, Faisal Basri dan Effendi Ghazali mengaku member dukungan mpral kepada Dahlan Iskan. Menurut Effendi, pihaknya mengajak semua pihak yang terlibat dalam perkara ini untuk berpikir benar dan jernih serta tidak takut berpikir kritis dan berbicara benar. Dia pun meminta penegak hukum tidak tanggung-tanggung dalam menangani perkara.
“Penegakan hukum harus sesuai dengan fakta dan bukti-bukti. Dalam kasus ini, semua pihak yang terlibat harus berpikir secara jernih dan memandang pada sudut kebenaran,” ungkap Effendi.
Sedangkan pada persidangan yang di Ketuai Majelis Hakim Tahsin, Dahlan Iskan langsung meminta waktu untuk membacakan nota keberatannya secara lisan dengan melihat susunan kata yang ditulis Dahlan Iskan diponselnya. Awalnya pembacaan eksepsi berjalan lancar dan dibacakan dengan percaya diri. Namun suasana sidang berubah menjadi haru setelah Dahlan Iskan membacakan eksepsinya dengan nada sesenggukan dan nyaris menangis.
Dalam eksepsi Dahlan, diantaranya Ia mengkritik kinerja Kejaksaan, yang tebang pilih dalam menangani kasus korupsi termasuk kasus dirinya. Sikap tebang pilih itu, lanjut Dahlan, akan berdampak pada kebingungan pada masyarakat dan seakan-akan orang yang terkena korupsi itu hanya berlatar belakang karena nasib. Masyarakat sewaktu-waktu bisa dijadikan pesakitan korupsi oleh Kejaksaan karena korban politik, rakus jabatan dan harta.
Tak hanya itu, sambung Dahlan, banyak masyarakat dijadikan tersangka korupsi oleh Kejaksaan hanya karena salah mangsa, dikarenakan mereka tidak menyogok atau tidak mampu menyogok Kejaksaan. “Oleh Karenanya, sehendaknya Majelis Hakim tidak melanjutkan persidangan kasus-kasus korupsi yang berlatar bekakang dari masalah itu,” kata Dahlan dengan nada sesenggukan.
Dahlan mengklaim tidak pernah melakukan korupsi di PT PWU, bahkan ini mengaku sebagai juru penyelamat PT PWU dari ambang kehancuran. Menurut Dahlan, 16 tahun silam saat Jsaksa yang menyidangkan kasus nya masih berusia remaja, Dia diminta oleh Gubernur Jatim untuk merubah kondisi perusahaan BUMD milik Pemprov itu dari kebangkrutan.
Saat itu, Gubernur Jatim memintanya untuk merubah kondisi PT PWU secara drastis dan dijalankan seperti perusahaan swasta. Berdasarkan keputusan DPRD Jatim, akhirnya pengelolahan perusahaan BUMD itu berubah menjadi Perseroran Terbatas (PT). Kendati berubah menjadi PT, Dahlan mengaku tetap berhati-hati dalam pelaksanaan pelepasan asset. Dia mengklaim telah meminta persetujuan ke DPRD Jatim melalui surat yang dikirimkan pada 2 Maret 2002 dan baru dibalas di bulan September 2002.
Dalam jawabannya, DPRD Jatim meminta Dahlan Iskan untuk menjalankan roda perusahaan dengan berpegang pada undang-undang perseroan dan tanpa persetujuan DPRD Jatim lagi. “Sudah ceto welo welo, tetap saja saya diperkarakan dengan dakwaan menjual aset pemda tanpa persetujuan DPRD, bingung yang mulia, bingung yang mulia,” ungkap Dahlan.
Atas eksepsi tersebut, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) gabungan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya akan mengajukan tanggapan yang sedianya akan dibacakan pada persidangan selanjutnya. “Kami akan mejawab (tanggapan) eksepsi terdakwa pada persidangan pekan depan,” ucap salah seorang JPU, diteruskan dengan ketukan palu Hakim Tahsin, tanda berakhirnya sidang. [bed]

Tags: