Abu Vulkanik Bromo Rugikan Petani Rp126 M

1.846-hektar-pertanian-bromo-gagal-panen.

1.846-hektar-pertanian-bromo-gagal-panen.

Probolinggo, Bhirawa
Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo mencatat nilai kerugian akibat hujan abu vulkanis Gunung Bromo sampai berita ini dikirim Minggu (31/1) mencapai Rp 126 miliar. Lahan pertanian yang mengalami kerusakan mencapai 2.875 hektar, dan yang terparah berada di Kecamatan Sukapura. “Penghitungan sesuai dengan motode yang kami terapkan dan disesuaikan dengan biaya yang sudah kami data sebelumnya,” kata Kepala Disperta Kabupaten Probolinggo, Mahbub Zunaidi, Minggu (31/1).
Kerusakan terparah adalah tanaman kentang dengan luasan areal yang rusak mencapai 2.202 hektar yang tersebar di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Sukapura, Kecamatan Sumber dan Kecamatan Lumbang. Dari tiga kecamatan tersebut, terparah adalah Kecamatan Sukapura, dengan hampir semua desa terdampak. Kedua yakni Kecamatan Sumber, dengan desa yang terparah di tiga desa, yakni Desa Ledokombo, Wonokerso dan Desa Sumber Anom. Sementara di Kecamatan Lumbang, terparah hanya di Desa Sapih.
Selain kentang, ada tanaman jagung yang mencapai 230 hektar, kemudian bawang prei 181 hektar, kubis 147 hektar, sawi 83 hektar dan tomat 32 hektar. “Dari data yang ada terparah tetap berada di Kecamatan Sukapura karena semua desa lahan pertaniannya mengalami puso. Intensitasnya mencapai 80 persen,” kata Mahbub.
Rencananya data tersebut akan diajukan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo agar petani mendapat bantuan dari pemerintah pusat, baik berupa alat-alat produksi, modal tanam atau juga pergantian biaya tanam.
Kepala BPBD Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi mengatakan setelah selesainya pendataan luasan lahan pertanian yang rusak dan total kerugian akibat erupsi Gunung Bromo, pihaknya akan mengirimkan pengajuan kepada BNPB agar petani bisa mendapatkan bantuan. “Biasanya akan diberikan pada pasca erupsi, kemudian bagaimana besaran yang akan diterima, itu tergantung dari BNPB,” ujarnya.
Menurut Buang Bunadi salah satu pengeul hasil pertanian di pasar Sukapora, Minggu (31/1), erupsi Gunung Bromo memicu kenaikan harga sayuran. Sejak sepekan terakhir harga sayur mayur di kawasan lereng Bromo, mengalami kenaikan hingga 100 persen.
Harga sayur mayur di kawasan lereng Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo, mengalami kenaikan drastis. Dipicu minimnya stok sayuran setelah sayuran petani rusak tertimbun debu vulkanis.
Stok sayuran hasil panen petani mayoritas hanya bawang pring, yang dikenal lebih tahan abu vulkanis. Sementara sayuran khas suku tengger lain, seperti kentang, kubis, dan sawi, rusak. Bahkan sebagian besar gagal dipanen, tandasnya.
Dibanding harga lama, kenaikan harga ditingkat petani sampai menembus hingga 100 persen. Hingga Minggu 31/1 ini harga bawang pring naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 9.000 per kilo gram. Sayuran jenis kentang dari harga Rp 7.000 menjadi Rp 10.000 per kilo gram. Sementara harga kubis kini menjadi Rp 5.000 dari harga awal Rp 2.500 per kilo gram. Sedangkan harga sawi sebesar Rp 3.000, padahal harga lama hanya Rp 1.500 per kilo gram.
Bagi pengepul, kenaikan harga sayuran tak hanya mengurangi jatah pembelian, namun mereka juga kesulitan mendapatkan pasokan. “Ya sekarang melonjak hargnya soalnya kan sebagain kayak kentang sama kubis sudah tidak hidup lagi kena vulkanik ini. Sudah melambung tinggi sekarang, kami kesulitan memenuhi stok,” papar Buang.
Meski mengalami kenaikan harga, namun petani justru mengaku rugi. Pasalnya, kenaikan harga tidak diimbangi hasil panen yang memadai. Petani hanya dapat memanen sebagian sayuran yang bertahan dari timbunan debu vulkanis. Satu hektar lahan yang biasanya menghasilkan 10 ton bawang pring, kini hanya bisa dipanen 3 ton saja.
“Rugi karena banyak yang rusak, yang hidup cuma bawang pring, kentang kubis mati, hampir setiap hari kami berusaha menyelamatkan hasil pertanian kami dari debu vulkanik Bromo dengan menyiramnya air sehingga debu turun, tapi itu sia-sia karena tanaman sudah mati dan debu terus menyembur. Sedangkan bantuan dari pemerintah sampai saat ini belum ada, ” tutur Slamet petani suku Tengger. [wap]

Tags: