Acara Ritual Hodo di Pedalaman Pariopo Asembagus

Tokoh dan sesepuh masyarakat adat Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus Situbondo saat memimpin acara ritual  Pojhian Hodo untuk meminta hujan. [sawawi]

Tokoh dan sesepuh masyarakat adat Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus Situbondo saat memimpin acara ritual Pojhian Hodo untuk meminta hujan. [sawawi]

Mulai Dilirik Pemkab Situbondo untuk Gaet Wisatawan
Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Pagi itu ratusan masyarakat adat Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo mulai memakai pakaian khas, udeng, baju dan celana hitam di pelataran rumah masing masing. Masyarakat di sana sudah tahu hari itu merupakan hari yang paling bersejarah untuk meminta turun hujan kepada Sang Ilahi.
Tak hanya para pria dewasa, para wanita paro baya, remaja dan anak-anak sangat antusias mempersiapkan diri untuk mengikuti ritual  khusus bernama Pojhian Hodo yang digelar 27-28 November lalu. Ini merupakan kebiasaan sekaligus adat masyarakat setempat, tatkala hujan belum juga turun meski sudah memasuki musim penghujan.
Setelah pakaian siap, tokoh berikut sesepuh masyarakat Pariopo menuju taman khusus Bato Toman yang di kanan kirinya berdiri bongkahan batu raksasa yang mengelilingi taman beralaskan tanah tersebut. Di sana sudah ditata aneka macam makanan dan sesajen yang akan diperuntukkan untuk dimakan bagi masyarakat setempat setelah acara ritual selesai. Setelah mengikuti rangkaian acara, para sesepuh mengajak para undangan untuk menikmati hidangan ala kadarnya yang sudah disiapkan juru masak asal Pariopo.
Tohasan, sesepuh adat Pariopo menjelaskan ritual Pojhian Hodo tahun ini berbeda dengan kegiatan sebelumnya. Sebab Pojhian Hodo kali sedikit ada campuran atraksi dengan menampilkan budaya kesenian modern. “Pojhian Hodo itu tetap seperti semula. Hanya kami menggelar acara hingga dua hari dalam rangkaian kegiatan Pariopo Festival 2nd Berkah hujan. Biasanya hanya sehari, tahun ini diadakan selama dua hari lamanya,” urai Tohasan.
Masih kata Tohasan, hari pertama dilakukan di kawasan Taman pedalaman Bato Tomang dan hari kedua diawali dengan bincang budaya yang dilanjutkan penampilan musik tradisional bernama Pa’beng. Menariknya, tutur pria yang sudah sepuh itu, musik yang dimainkan hanya dibuat dari anyaman bambu yang dikolaborasi bersama penampilan alat tiup modern. “Akselarasi  musik pada acara Pojhian Hodo ini didukung oleh musisi dan seniman beken bernama Ali Gardy dan Raden Mas Hewod dari Tuban,” ucap Tohasan.
Tohasan yang juga dikenal sebagai Sekretaris Lembaga Adat Suku Pariopo menyebut untuk menyukseskan acara Pojhian Hodo, pihaknya hanya cukup menghabiskan dana Rp 1, 2 juta. Kegiatan bisa berjalan mulus, kata Tohasan, karena mendapat dukungan dari masyarakat setempat serta beberapa orang yang memiliki kepedulian kepada kegiatan adat Pariopo. “Terus terang acara ini terbilang nekat. Sebab selain minim dana, hanya mengandalkan sumbangan misalnya dari mantan pejabat. Alhamdulillah bisa teratasi hingga selesai,” ungkap Tohasan.
Ke depan, lanjut Tohasan, dirinya berharap pelaksanaan akselarasi Pojhian Hodo dengan musik tiup bambu berjalan dengan lebih baik dan lebih siap dari sisi manajemen. Kabarnya tahun depan Pemkab Situbondo tertarik untuk mendukung acara adat masyarakat Pariopo tersebut. “Mungkin akan dianggarkan dalam APBD karena ritual Pojhian Hodo bisa menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Sehingga Situbondo bakal lebih luas dikenal masyarakat dunia,” terang Tohasan yang mengaku pihaknya siap dengan tangan terbuka menyambut ajakan pemerintah setempat.
Tokoh seniman muda Situbondo Irwan Rakhday sangat mendukung pengenalan ritual Pojhian Hodo ke masyarakat regional, nasional bahkan internasional. Sebab, kata pria yang sebagian besar waktunya habis untuk menekuni cagar budaya itu, sudah saatnya kegiatan ritual Pojhian Hodo dikemas dalam bentuk wisata. Buktinya, aku Irwan, dalam acara ritual Pojhian Hodi baru-baru ini diserbu ratusan massa yang memadati Taman Altar Bato Tomang. “Lokasi ini biasa digunakan sebagai salah satu dari enam lokasi paket ritual di pedukuhan terpencil Pariopo di selatan Kecamatan Asembagus itu,” ucap Irwan.
Dia mengakui acara ritual Pojhian Hodo terlaksana berkat kekompakan dari swadaya masyarakat pedalaman Pariopo. Bahkan, kata seniman muda berbakat itu, konsep ritual yang dibarengi dengan alunan musik alat bambu dilaksanakan dengan konsep spontan,  namun bertabur improvisasi dari kalangan seniman berbakat Situbondo.
Dijelaskannya agar meriah dalam ritual Pojhian Hodo tahun ini masyarakat melibatkan sejumlah komunitas kreatif seperti Backpacker Situbondo, SFCS, Siponsel, Situbondo Care, GeMa Wonorejo, indonesia Green, KPMS, Seni Berjalan Situbondo serta aliansi komunitas fotografi Situbondo. [sawawi]

Tags: