Ada Apa dengan Partai Islam ?

201202022326039-UmarSholahudinOleh :
Umar Solahuddin
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya
Berdasarkan hitung cepat dari beberapa lembaga survey, partai-partai yang berazaz dan berbasis massa islam memperoleh perolehan suara cukup signfikan, yakni berkisar 32% (PKB: 10%, PAN: 75:%, PKS: 7%, PPP:6,5, dan PBB: 1,5%). Dengan akumulasi popular vote sebesar 32% ini dapat menjadi tiket untuk secara berjamaah untuk mencalonkan Capres dan Cawapres sendiri. Gagasan ini pertama kali diusulkan oleh mantan Bapak Poros Tengah Indonesia, Amien Rais agar partai-partai Islam membuat blok alternative diluar blok politik yang sudah ada, dengan nama Poros Indonesia Raya. Dengan tiket sebesar 32% ini lebih dari cukup bagi partai-partai Islam untuk mengucung Capres-Cawapres sendiri.
Syarat formal untuk Pilres setidaknya bisa dipegang, tinggal menentukan siapa calonnya. di kalangan Islam, baik yang non partai maupun partai, banyak tokoh-tokoh yang layak untuk dicalonkan sebagai capres atau cawapres, diantaranya; PKB ada Mahfud MD, Rhoma Irama, Muhaimin Iskandar, PAN ada Hatta Rajasa, PKS ada Anis Matta, Ahmad Heryawan, dan Hidayat Nurwahid, PPP ada Suryadarma Ali, dan PBB ada Yusril Ihza Mahendra. Sedangkan tokoh lainnya di antaranya ada mantan ketua MK Jimmly Assidiqi dan Jusuf Kalla.
Potensi Partai Islam dan ummat Islam untuk running dalam Pilpres sebenarnya cukup besar. Pertama, ummat dan partai Islam memiliki segudang tokoh yang layak untuk dicalonkan dan memiliki elektabilitas sangatkompetitif. Kedua, dilihat dari sisi populasi pemilih, dari jumlah 185 juta pemilih, hampir 80% adalah pemilih muslim. Potensi besar ini jika dimanage dengan baik, dapat menjadi potensi electoral yang cukup besar untuk mendulung suara danmemenangkanPilpres mendatang.
Gagasan adanya kesatuan partai-partai Islam untuk mencalonkan Capres-Cawapresnya sendiri, telah dimulai dengan diadakannya silahturahim elite-elit partai Islam dengan beberapa Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, MUI, dan sebagainya. Namun baru sekali ketemu, sekali itu pula langsung bubar. Silahturahim politik itu ternyata hanya silahturahim sesaat. Tidak adanya semangat ukhuwah politik atau kesatuan di antara elit-elit partai, menjadikan partai-partai Islam terfragmentasi. Ada beberapa yang lebih senang dan enjoy berkoalisi dengan partai yang bedaidiologis, seperti PDI-P atau Gerindra.
Inferioritas Politik
Pasca gagalnya ukhuwah politik partai islam, menjadikan mereka akan berlabuh blok politik yang sudah ada yakni ke PDI-P atau Gerindra. Sebut saja misalnya, PKB sudah terang-terang akan berkoalisi dengan PDI-P. Beberapa elit PKB mengatakan PKB lebih enjoy berkoalisi dengan PDI-P daripada membuat blok baru partai Islam. Sementara PKS lebih serius berkoalisi dengan Gerindra, karena Gerindra lah partai yang cukup serius dan secara formal mengajukan “lamaran” kepada PKS. Sedangkan PPP masih “galau” akibat konflik internalnya, sebagian mau ke Prabowo, sebagian ke Jokowii.
Pertanyaannya, mengapa partai-partai Islam sulit bersatu atau membangun ukhuwah politik?. Padahal ajaran islam mengajarkan pentingnya ukhuwah islamiyyah di antara ummat. Namun, mengapa ajaran mulia Islam itu sulit teralisiir dalam praktik politik praktis. Apa kendala atau hambatan partai-partai Islam sehingga sulit membangun ukhuwah politik?
Pertama,Sulitnya ummat Islam bersatu, pernah diprediksi oleh Rosululloh ketika berdialog dengan sahabatnya.Diriwayatkan dari Tqausan r.a Rasulullah SAW bersabda: “akan terjadi, suatu masa dimana sekelompok orang akan menyerbu kalian seperti sekelompok orang menyerbu makanan”. Salah seorang sahabat bertanya: “apakah karena jumlah kami dimasa itu sedikit”. Rasulullah menjawab : “jumlah kalian banyak tapi seperti buih dilautan. Allah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian dan Allah menanamkan penyakit ‘wahan’ dalam hati kalian.” Lalu ada yang bertanya lagi :”apakah penyakit ‘wahan’ itu ya rasulullah?” Beliau bersabda : ” Cinta kepada dunia dan takut mati!”(Silsilah hadist shahih no.958).
Cerita Rasulullah SAW dapat dijadikan pisau analisis untuk menganalisis kondisi ummat Islam dan partai Islam saat ini, mengapaummat Islam atau partai-partai Islam sulit membangun ukhuwah islamiyyah atau berkoalisi dengan sesama partai islam. Mengapa mereka lebih enjoy berkoalisi dengan partai yang beda secara idiologis. Benar kata orang, dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi yang ada adalah kepentingan. Dan saat ini, Partai-partai Islam seperti PKB memiliki kepentingan (politik) sendiri.
UmatdanpartaiIslam seperti persis apa yang disampaikan Rosululloh,yakniseperti bui; jumlahnya banyak tapi bercerai-berai, dan mudah terombang-ambing oleh air laut dan karenanya mudah dikendalikan oleh pihak luar. Partai-partai Islam tidak memiliki kesadaran dan kemauan politik untuk bersatu dalam satu wadah politik ukhuwah. Bahkansaatini, partai-partai islam lebih bersikap pragmatis. Mereka akan berkoalisi dengan partai yang memiliki kemungkinan besar menang dan karenanya berhadap dapat ghonimah politik dari tindakan politiknya. Padahal, kekuatan partai-partai Islam jikabersatu juga memiliki peluang electoral yang sama dengan yang lain.
Kedua, partai-partai Islam sedang terjangkit penyakit politic inferiority complex(rendah diri), yakni penyakit mental psikologis yang dialami seseorang yang merasa dirinya lebih rendah dibanding dengan orang lain dalam beragam bentuk, termasuk dalam politik. Kita merasatidakcakap, tidakmampu, tidakmampubersaingdan lain sebagainya.Para penderita inferiority complex juga dapat menjadi terobsesi dengan kelemahan mereka. Mereka selalu berpikir bahwa orang lain lebih unggul. Mereka sering gugup ketika berbicara dengan orang lain, terutama jika lawan bicara adalah orang yang penuh percaya diri.Meskipun memiliki potensi cukup besar, tapi tidak memiliki keyakinan dan kepercayaan diri, cenderung merendahkan potensi dan kekuatan diri dan pada saat yang sama terlalu silau terhadap kelebihan orang lain.
Ketiga, alasan trauma historis. Ada trauama politik historis tentang kegagalanpartai-partai Islam dalam politik elektoral. Dalam sejarah electoral Indonesia partai-partai Islam gagal memenangkan politik electoral dan kemudian berkuasa.  Mengapainiterjadi, menurutBahtiar Effendy; Pertama, ketidakmampuan partai-partai Islam menerjemahkan identitas ideologi ke dalam program-program nyata. Sehingga, publik tak melihat sama sekali adanya perbedaan antara partai sekuler dan partai agama (Islam). Kedua, beberapa partai Islam menderita perpecahan internal. Artinya soliditas di internal partai masih belum kuat. Kasus terbaru terjadi di tubuh PPP. Kondisi ini sulit untuk dilakukan kondolidasi dan mobilisasi dalam Pilpres.  Selain itu, lahir kesan di tengah masyarakat tentang inkonsistensi para politikus partai Islam: dakwah mereka mengenai Islam yang menekankan adanya ukhuwah islamiyyahtak terwujud dalam praktik politik mereka.
Akhirnya, partai-partai Islam perlu melakukan introspeksi diri; sulit bersatunya partai-partai Islam tentu saja berdampak pada keutuhan ummat Islam dan memberikan image negative ummat Islamterhadap partai-partai Islam bahwa partai-partai Islam gagal membangun ukhuwah islamiyah sebagaimana yang diajarkan Islam,partai islam lebih pragmatis dan menggunakan Islam hanya sebagai alat politik kekuasaan semata. Ummat Islam besar dan banyak, tapi hanya menjadi penonton dan follower   politik saja.Ini adalah PR besar Ummat islam dan partai-partai Islam, bagaimana menyatukan ummat ini dalam satu ikatan ukhuwah islamiyah yang lebih riil dan produktif untuk kepentingan ummat, bangsa dan negara.

Rate this article!
Tags: