Ada Dua ‘Watu Cancang Kapal’, Indikasikan Desa Menturo Pernah Dibelah Sungai Kuno

Watu Cancang Kapal yang ada di Desa Menturo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jumat (20/12) kemarin.

Jombang, Bhirawa
Di Desa Menturo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang terdapat dua buah batu yang tampak berbentuk segi empat delapan di dua lokasi berbeda. Namun keduanya terletak di sisi sebelah selatan jalan beraspal di desa tersebut. Satu batu terletak di sisi timur, satu batu lagi di sisi barat. Satu sama lain memiliki jarak sekitar 120 meter. Berdasarkan cerita warga sekitar, batu yang berada di sisi timur, jika digali, batu ini memiliki panjang 1, 27 meter. Namun karena terpendam tanah, hanya tampak sekitar 40 sentimeter dari permukaan tanah. Sementara untuk batu yang di sisi barat, pernah dipindahkan dari titik asalnya di tengah-tengah jalan beraspal di lokasi itu.
Keberadaan dua batu yang dipercaya warga sekitar dulunya sebagai batu untuk menalikan kapal yang bersandar (watu cancang kapal) itu mengindikasikan bahwa, Desa Menturo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang ini pernah dibelah sungai pada masa kuno. Dengan keberadaan dua Watu Cancang Kapal ini, bisa diindikasikan sungai kuno itu membujur utara-selatan dan memiliki lebar sekitar 120 meter.
Salah seorang warga sekitar bernama Ahmad Zaini kepada media ini sempat menyampaikan bahwa dulu pernah ada penelitian tentang batu ini. Dikatakannya, tulisan masa di batu ini yang diperkirakan menunjukkan angka tahun 1275 Saka atau tahun 1361 Masehi.

Budayawan Jombang, Nasrul Illah (Cak Nas) bersama warga tengah melihat Watu Cancang Kapal di Desa Menturo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jumat (20/12). [arif yulianto/ bhirawa].

Sementara itu, Budayawan Jombang, Nasrul Illah (Cak Nas) menuturkan, menurut penelitian seorang arkeolog dari Jogjakarta, Nurhadi Rangkuti beberapa tahun silam, di antara dua batu patok ini pernah dilakukan penggalian, kemudian lanjut Cak Nas, Nurhadi Rangkuti membenarkan bahwa material pasir yang ada merupakan material sungai. Cak Nas menyebutkan, sungai itu dulunya bernama Sungai Wewetih.
“Yang di dalam (kitab) Negarakertagama namanya (sungai) Wewetih). Sekarang orang mengatakan Kali Watudakon,” ujar Cak Nas, Jumat (20/12) kemarin.
Adik Budayawan kenamaan asal desa setempat, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) ini
mempertegas, fungsi dua batu patok yang ada di Desa Menturo ini dulunya sebagai sarana untuk menyandarkan kapal, karena jarak antar kedua batu ini lebih dari 100 meter. Watu Cancang Kapal ini sendiri kata Cak Nas, kemungkinan didirikan pada era Kerajaan Majapahit, bahkan pada era sebelum Majapahit.
“Masa Airlangga itu sudah ada, ketika di Kahuripan. Mengapa begitu, ditemui ternyata Dewi Kilisuci (putri Raja Airlangga) kalau ke Gunung Pucangan, itu melalui Kali Wewetih atau Kali Watudakon ini sampai di Dusun Pendem Desa Jombok, Kecamatan Kesamben (Jombang). Turun di sana, baru nyebrang Brantas, baru ke Gunung Pucangan,” urai Cak Nas.
Selain itu Cak Nas menambahkan, Sungai Wewetih (Kali Watudakon) ini dulunya diperkirakan ‘nyambung’ hingga daerah di sekitar istana Kerajaan Kahuripan. Tentang Kali Wewetih ini, Cak Nas mengatakan, di dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca, ada beberapa pupuh (bait) yang menjelaskan tentang keberadaan sungai ini.
“Jalan masuk ke Majapahit, melalui (sungai) Wewetih atau sekarang disebut Kali Watudakon,” jelasnya.
Meski begitu, Cak Nas menambahkan, pada saat ada sungai kuno yang membelah Desa Menturo, nama desa ini kemungkinan dulunya bukan Desa Menturo. Selain dua Watu Cancang Kapal, di desa ini juga terdapat sejumlah peninggalan-peninggalan arkeologis era kuno yang diperkirakan merupakan peninggalan era Kerajaan Majapahit seperti makam di belakang rumah warga setempat yang diduga merupakan makam salah satu patih Kerajaan Majapahit.
Selain itu masih menurut Cak Nas, di desa ini pernah juga ditemukan porselin-porselin yang menurut arkeolog, hal itu menunjukkan bahwa material itu peninggalan kaum elit kala itu. Ditambahkannya, pernah juga ditemukan benda-benda kuno seperti piring kuno hingga perhiasan terbuat dari emas di salah satu lokasi yang diperkirakan merupakan pesanggrahan Ratu Campa. Selain itu, di makam desa setempat juga terdapat batu berbentuk seperti Lingga yang terletak di bawah Pohon Asem.(rif)

Tags: