Ada Dugaan Perbuatan Melawan Hukum di BOT Pasar

Anggota komisi B DPRD Sidoarjo, Hadi Subiyanto

Sidoarjo, Bhirawa.
MOU (Memorandum of Understanding) antara Pemkab dengan investor BOT Pasar Tulangan dan Kepuh Kiriman Waru, memiliki unsur perbuatan melawan hukum. Aparat hukum harus masuk untuk mencari tindakan melawan hukum itu.
Anggota komisi B DPRD Sidoarjo, Hadi Subiyanto, Kamis (20/7) menegaskan, MOU yang ditandatangani antara Pemkab dengan investor untuk merevitalisasi Pasar Tulangan saja, dilakukan tahun 2011 dan selama enam tahun ini apa yang dilakukan investor. Kenapa MOU yang ditandatangani 2011 baru direalisasi sekarang. Siapa yang bertanggungjawab seingat MOU ini direalisasi tahun ini. Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dipandang remeh karena unsur kerugian negara.
Kerugian negara yang paling nyata adalah BOT (Build Operate Transver) Pasar Kepuh Kiriman Waru yang dikerjakan pembangunanya tahun 2011. Namun hanya setahun saja, setelah itu investor kabur meninggalkan pasar dalam keadaan mangkrak. Pedagang lama yang berada di situ juga tidak bisa masuk karena pasar dalam keadaan ditutup pagar seng dan fisiknya belum siap untuk dibuat jualan. Bangunan pasar BOT ini baru selesai 60% saja.
Pemkab yang sebelumnya menerima pendapatan dari pedagang yang pernah jualan disitu akhirnya terhenti sampai sekarang, karena efektif sejak 2013, Pasar Kepuh Kiriman itu tidak menghasilkan PAD. ”Ada kerugian daerah di sini, dan lebih parahnya telah mematikan bisnis pedagang di kawasan ini,” ujarnya.
Ia mempertanyakan bagaimana MOU itu dibuat sehingga investor begitu mudahnya kabur. Kenapa tidak ada sanksi hukumnya, padahal pelanggarannya sudah jelas. Ia meminta Pemkab untuk mengadendum MOU Pasar Tulangan yang revitalisasinya akan dimulai. Adendum itu harus bersifat mengikat dan memiliki sanksi hukum. Berapa keuntungan daerah, bagaimana masa depan pedagang.
Semua harus dihitung ulang karena MOU Pasar Tulangan yang diteken tahun 2011, itu sudah tidak relevan untuk digunakan tahun 2017. Batas waktu BOT ini berapa lama. ” DPRD harus mengetahui bentuk kerjasamanya seperti apa agar angota dewan bisa memberi masukan dan melakukan pengawasan,” terangnya.
Sementara Wabup Sidoarjo, Nur Achmad Syaifudin menyatakan, Jangan diperdebatkan sesuatu yang sudah diputuskan. Revitalisasi Pasar Tulangan itu sudah ada MoU nya sejak tahun 2011, tinggal pelaksanaannya saja,” jelasnya Kamis (20/7).  MoU revitalisasi Pasar Tulangan bisa diubah, jika ada hal yang dinilai melanggar hukum. Atau kalau tidak, MoU itu dinilai merugikan dan kadaluarsa. ”Kalau tidak ada persoalan, kenapa dibuat ramai,” jelas Wabup.
”Kita minta dikaji ulang MoU nya, karena sudah lebih dari lima tahun belum ada kegiatan revitalisasinya,” ujar Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, Taufiqulbar.
Sementara itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sidoarjo melalui Bidang Pasar Disperindag mengaku siap meneruskan proyek revitalisasi Pasar Tulangan, meski beberapa anggota DPRD Sidoarjo menentang rencana itu. Rencananya, pasar itu akan selesai pembangunannya dalam 18 bulan mendatang.
Kabid Pasar Disperindag Sidoarjo, Nawari, mengatakan revitalisasi dengan sistem BOT ini merupakan upaya yang pas untuk mengakali minimnya anggaran untuk memoderinisasi pasar itu. ”Akan terus lanjut. Kami sudah hearing dan memaparkan terkait teknis pembangunan pasar itu,” kata Nawari.
Penolakan beberapa anggota dewan itu didasari atas calon investor PT, yakni perusahaan Wahyu Graha Persada (WGP), merupakan perusahaan yang sama meski berbeda nama dengan investor Pasar Kepuhkiriman (PK) yang mangkrak, yaitu perusahaan Pintu Abadi Sejahtera (PAS). Atas hal ini, Nawari menuturkan badan hukum kedua investor itu berbeda, sehingga anggota dewan diminta tak perlu khawatir. [hds]

Tags: