Agar Uang Rakyat Tidak Terbuang Percuma

Judul: Reviu Rencana Kerja Anggaran Pemerintah Daerah
Penulis: Dadang Suwanda, dkk
Penerbit: Rosdakarya, Bandung
Cetakan: Januari 2018
Tebal: 238 halaman
ISBN: 978-602-446-919-1
Peresensi: Muhammad Itsbatun Najih, Alumnus UIN Yogyakarta

Sejak era otonomi daerah digulirkan pasca-Reformasi, ada ekspektasi besar pembangunan di daerah bisa menggeliat maksimal. Sektor pembangunan daerah menjadi pokok bahasan utama lantara selama ini, pembangunan bercorak sentralistik. Kewenangan pemerintah daerah kian terbatas. Dan, Pusat seakan serba tahu seluk-beluk potensi daerah. Disparitas tersebut coba ditutup dengan membuka kesempatan pemerintah daerah (Pemda) untuk semaksimal mungkin mengembangkan daerahnya lewat semarak pembangunan.
Sayang beribu sayang, kesempatan keluasan kemandirian yang disorongkan kepada Pemda, nyatanya membuka problem baru. Tidak sedikit Pemda gagap mengelola anggaran besar namun minim keterampilan cara penggunaan. Imbasnya, uang rakyat yang terhimpun di kas Pemda, seakan terbuang percuma. Masyarakat daerah yang mestinya menikmati kemajuan pembangunan, tidak beroleh kemanfaatan berarti. Masyarakat terus berada pada stagnan gerak roda perekonomiannya; sekadar menjadi penonton.
Atau, karena kekurangcakapan Pemda, gebyar pembangunan yang terus digaungkan berujung salah arah alias kontraproduktif. Pembangunan, baik sarana transportasi dan kawasan perekonomian, terbilang percuma karena tidak secara tepat menyasar potensi keekonomiannya. Kebijakan “sekadar membangun” oleh banyak Pemda hanya menghasratkan kepada publik luas bahwa di era kepemimpinannya, pembangunan ini-itu telah dijalankan. Padahal, pembangunan tersebut tidak efektif mendongkrak pertumbuhan kesejahteraan masyarakat.
Celakanya, desentralisasi menyebabkan banyak kepala daerah selaku pucuk pimpinan pembangunan daerah, terjebak kubangan laku koruptif. Terlalu banyak kepala daerah mendekam di jeruji besi. Mereka, boleh dikata tidak sanggup menerima amanat Konstitusi untuk menjalankan pembiayaan pembangunan yang berjumlah besar. Sebagian uang rakyat memang diperuntukkannya untuk membangun infrastruktur jalan, tetapi sebagian lagi, masuk ke saku pribadi.
Karena itu. buku yang ditulis tiga auditor andal ini mencoba membantu Pemda agar proyeksasi pembangunan berjalan efektif dan efisien. Dengan kata lain, pembangunan sesuai dengan kadar nilai kegunaan dan nominal yang dibutuhkan dan sewajarnya. Sehingga, dengan anansir tersebut, pembangunan benar-benar dapat dirasakan semua lapisan masyarakat. Lebih pentingnya lagi, meminimalisasi laku nista korupsi yang selama ini kerap memanfaatkan pintu mark up suatu proyek.
Dadang Suwanda bersama dua penulis lain, mengajak bersama rekan sejawatnya dalam Asosiasi Auditor Intern Pemerintah (AAIP) untuk memerankan diri secara lebih; tidak saja cukup sebagai pengawas internal instansi pemerintah, tetapi juga meluaskan cakupan berupa pembinaan dan pencegahan tindak koruptif. Pun, lebih esensial lagi, menibakan fokus awasan terhadap perencanaan pembangunan. AAIP seyogianya turut memandu Pemda membuat perencanaan proyeksasi pembangunan agar Pemda tidak asal bangun yang kemudian menghilirkan keadaan masyarakat tidak beroleh kemanfaatan optimal.
Pengawasan sebagai tugas utama AAIP atas penyelenggaraan pembangunan Pemda merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar roda pemerintahan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan. AAIP sudah bukan lagi semacam wacthdog yang mencari-cari kesalahan, tetapi bergeser menjadi lebih fokus pada unsur yang bersifat preventif, konsultatif, dan pendampingan (hlm: 72). Sinergitas AAIP dan Pemda dalam era desentralisasi seperti hari ini, menjadi tak terelakkan lagi. Peran AAIP selaku auditor internal pemerintah juga secara tidak langsung berfungsi melakukan penjaminan mutu dan menakar kepantasan biaya atas perencanaan anggaran pembangunan yang hendak digulirkan Pemda.
Buku ini seraya mengalamatkan kepada pembaca, masyarakat luas. Dengan artian, kita selaku publik perlu juga berperan bak auditor. Di era demokrasi langsung yang mewedarkan fenomena pemilihan kepala daerah secara langsung, kita mesti cermat terhadap janji-janji pembangunan yang ditawarkan setiap calon bupati dan calon gubernur; apakah janji pembangunan mereka itu benar-benar relevan dan urgen untuk diwujudkan atau justru teranggap hanya membuang-buang uang kita. Intinya, dibutuhkan sikap kritis masyarakat dalam menilai janji pembangunan. Bentuk kritisisme bisa ditilik dari mana pembiayaan pembangunan dan sejauh mana pembangunan bisa melesatkan laju keekonomian masyarakat dengan merata. Dua pertanyaan kritis itu, misalnya, perlu dijawab lugas oleh calon kepala daerah.
Buku ini secara lengkap menyajikan contoh-contoh aplikatif perihal reviu perencanaan kerja anggaran pemerintahan daerah. Pada ranah perencanaan merupakan titik tolak mengukur sukses-tidaknya, wajar-tidaknya, manfaat-kurang manfaatnya dari sebuah proyek pembangunan. Kemampuan melakukan penjaminan mutu macam itu terhadap dokumen perencanaan anggaran akan berdampak pada berkurangnya risiko dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran (hlm: 73). Bila hal itu berjalan baik, desentralisasi akan mencapai tujuannya: pemerataan dan kesejahteraan masyarakat daerah. ***

Tags: