Agustus, Provinsi Jawa Timur Kembali Mengalami Deflasi

foto ilustrasi

(Disebabkan Bawang Merah, Bawang Putih, dan Tarif Angkutan)
Pemprov Jatim, Bhirawa
Berdasarkan pemantauan perubahan harga selama bulan Agustus 2017 di 8 kota IHK Jawa Timur menunjukkan adanya penurunan harga di sebagian besar komoditas yang dipantau. Hal ini mendorong terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) yaitu dari 128,94 pada bulan Juli 2017 menjadi 128.62 pada bulan Agustus 2017.
Berdasarkan pengelompokan disagregasi inflasi/kelompok komponen inflasi selama Agustus 2017 di Jawa Timur, menunjukkan komponen yang bergejolak mengalami deflasi tertinggi yaitu mencapai 1,91 persen. Diikuti komponen diatur pemerintah yang juga mengalami deflasi sebesar 0,71 persen. Sedangkan komponen inti mengalami inflasi mencapai 0,35 persen.
“Andil terbesar terjadinya deflasi ialah berasal dari komponen bergejolak yang menyumbang -0,34 persen, komponen yang diatur pemerintah menyumbang -0,13 persen, sedangkan untuk komponen inti menyumbang 0,22 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Teguh Pramono.
Dijelaskannya, tingginya deflasi komponen yang bergejolak akibat dari turunnya harga bawang merah, bawang putih, dan cabai rawit di hampir semua kota IHK di Jawa Timur. Sedangkan tariff angkutan udara dan tarif kereta api yang turun merupakan pemicu terjadinya deflasi pada kelompok yang diatur pemerintah. “Sementara itu pemicu terjadinya inflasi pada komponen inti adalah biaya pendidikan, emas perhiasan, dan garam,” tambahnya.
Lebih lanjut, dijelaskan juga kalau, pola perubahan harga pada Agustus 2017 ini sama seperti tahun sebelumnya yaitu mengalami deflasi. Namun pola ini baru terjadi selama dua tahun terakhir, dimana delapan tahun sebelumnya selalu mengalami inflasi. “Bulan Agustus 2012 merupakan inflasi tertinggi yaitu sebesar 1,28 persen sedangkan deflasi tertinggi pada bulan Agustus 2017 sebesar 0,25 persen,” jelasnya.
Untuk penghitungan angka inflasi di 8 kota IHK di Jawa Timur selama Agustus 2017, seluruhnya mengalami deflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Malang yaitu mencapai 0,57 persen, diikuti Sumenep 0,25 persen, Surabaya dan Probolinggo sebesar 0,19 persen, Kediri sebesar 0,17 persen, Madiun sebesar 0,16 persen, Banyuwangi sebesar 0,11 persen, dan Jember sebesar 0,09 persen.
Dijelaskan kembali, komoditas bawang putih dan bawang merah merupakan komoditas yang memiliki andilyang cukup signifikan terhadap terjadinya deflasi di semua kota IHK Jawa Timur. Kemudian selain Jember, komoditas cabe rawit juga menahan laju inflasi di 7 kota lainnya di Jawa Timur. “Sedangkan angkutan udara juga menjadi mengalami penurunan di kota-kota yang memiliki bandara udara yaitu Surabaya, Malang dan Banyuwangi,” ujarnya.
Kenaikan beberapa komponen biaya pendidikan di sekolah dasar dan menengah awal tahun ajaran baru turut mendorong terjadinya inflasi di beberapa kota di Jawa Timur, sedangkan hingga bulan agustus ini harga garam juga masih menjadi faktor pendorong inflasi di hamper semua kota IHK di Jawa Timur.
Sampai dengan bulan Agustus 2017 secara kumulatif Kota Madiun merupakan kota dengan inflasi tahun kalender tertinggi yaitu mencapai 3,93 persen, kemudian di ikuti Kota Surabaya yang mencapai 2,97 persen, dan Kota Malang mencapai 2,90 persen. Sedangkan inflasi tahun kalender yang terendah ialah di Banyuwangi dan Probolinggo yang masing-masing mencapai 2,14 persen dan 2,26 persen. [rac]

Tags: