Ahli Hukum di Kota Malang Tolak Hak Angket KPK

Kalangan akademisi dan pegiat anti korupsi di Kota Malang menyatakan sikap menolak penggunaan hak angket DPR RI terhadap KPK.

Kota Malang, Bhirawa
Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Kota Malang bersama dengan Forum Masyarakat Sipil dan Malang Corruption Watch (MCW) mengeluarkan sikap tegas menolak hak angket yang dilayangkan DPR RI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pernyataan tersebut dituangkan dalam acara diskusi publik bertajuk “Mengkritisi Hak Angket DPR” yang digelar di Universitas Widyagama Malang, Sabtu (29/4), petang.
Hukum Tata Negara seperti Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Sulardi, dosen Universitas Widyagama Malang,Dr. Anwar dan Dr. Sirajjudin serta perwakilan dari MCW, Zainuddin menelaah secara hukum perihal hak angket DPR kepada KPK.
Dr. Anwar dalam penjelasannya mengatakan, jika hak angket merupakan hak dari lembaga DPR RI untuk menjalankan fungsinya dan dijamin konstitusi, namun penggunaan hak itu harus dilakukan dengan tepat dan sesuai pada tempatnya. Apalagi, angket kepada KPK yang digunakan untuk kepentingan elit politik di DPR yang sedang didera masalah hukum akibat kasus korupsi E-KTP jelas-jelas sangat disayangkan.
“Ini jelas dipertanyakan apakah anggota DPR yang terhormat itu memahami hakikat interpelasi dan hakikat keberadaannya sebagai wakil rakyat,” kata Dr. Anwar.
Selama ini para anggota DPR kerap menggunakan wewenangnya dalam upaya memperlemah KPK, salah satunya adalah upaya merevisi undang-undang KPK serta hak angket kepada lembaga anti rasuah itu. Padahal, menurut Anwar, jika dicermati dalam pasal 79 Ayat (3) UU No 17 Tahun 2014, maka hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal strategis yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat. Sedangkan penjelasan pasal tersebut ditekankan jika yang dimaksud pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah yakni yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian. Karenanya berdasarkan aturan perundang-undangan itu DPR tidak berhak mengajukan interpelasi kepada KPK.
Dekan Fakultas Hukum UMM sekaligus Wasekjen Asosiasi HTN/HAN Indonesia, Sulardi menganggap jika angket ini merupakan kriminalisasi kepada KPK sehingga wajib untuk ditolak dengan tegas oleh masyarakat.
“Ini merupakan keprihatinan kita bersama terhadap masalah penegakan hukum yang mendapat intervensi politik, sehingga KPK harus menolak hak interpelasi itu,” kata Sulardi.
Beberapa sikap tegas yang keluar dari forum tersebut antara lain yakni menolak hak angket DPR atas KPK karena itu menunjukkan jika pimpinan DPR tidak memahami dengan baik UU No 17 Tahun 2017 sekaligus menunjukkan jika wakil rakyat pendukung angket tidak memiliki sifat kenegaraan yang harusnya digunakan untuk memimpin lembaga DPR. Selain itu forum tersebut juga mendesak kepada DPR untuk mencabut hak angket, meminta KPK tetap fokus dalam penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan kasus korupsi E-KTP dan kasus lainnya serta meminta Presiden RI Joko Widodo agar memerintahkan Kapolri mendukung penuh KPK dalam penuntasan kasus E-KTP. [mut]

Tags: