Ahli Hukum Unair Sebut Pengelola PT BMS Berhak Menaikkan IPL

Ahli hukum perdata fakultas hukum Unair Surabaya, Ghansam Anand memberi keterangan dipersidangan gugatan Class Action antara PWBM melawan PT BMS di PN Surabaya, Rabu (10,4). [Abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Sidang gugatan Class Action antara 351 warga Rukun Warga (RW) 06, Perumahan Wisata Bukit Mas (PWBM) melawan PT Binamaju Mitra Sejati (BMS) kembali di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (10/4).
Pada sidang kali ini mengagendakan keterangan dari pakar ilmu hukum Perdata dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Ghansam Anand.
Dalam keterangannya, Ghansam mengatakan jika Pasal 1320 KUHPerdata dengan adanya kesepakatan maka kedua belah pihak wajib mematuhinya.
“Dasar hukum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yakni sepakat, kewenangan, dengan adanya obyek tertentu dan klausal. Sedangkan pada pasal 1338 ayat 1 bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, perjanjian tersebut sah dan mengikat,” katanya.
Selain itu, Ghansam menjelaskan tentang klausal perjanjian yang tertuang dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan juga Berita Acara Serah Terima (BAST) antara penghuni PWBM dengan pihak pengembang Perumahan Bukit Mas.
Didalam PPJB dan BAST tertuang adanya klausul Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang selama ini dipermasalahkan oleh warga.
“Klausul tersebut tertuang pada Pasal 5, bahwa pada intinya pihak pengembang berhak menentukan iuran retribusi yang akan ditinjau selama setahun sekali,” jelasnya.
Sambung Ghansam, pihak pengembang jika memungut biaya IPL kepada Penghuni adalah sah. Sebab, menurut ahli hal tersebut sebagai penyeimbang kebutuhan biaya.
Dengan catatan ada pemberitahuan dari pihak pengembang jika terjadi kenaikan IPL. Selain itu, Terkait PPJB maupun BAST yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak haruslah dipatuhi. Apabila tidak hal tersebut akan berdampak sebagai tindakan wanprestasi atau ingkar janji.
“Ketika warga tidak melakukan prestasi untuk membayar iuran berarti itu sudah wanprestasi dan pihak penembang berhak mengajukan upaya hukum,” tegasnya.
Merujuk pada Peraturan Mahkama Agung (Perma), No. 1 Tahun 2002 Pasal 2 Huruf A dan 3 Tentang Gugatan Class Action (perwakilan kelompok), pada fakta hukum pihak penggugat haruslah sama. Maksudnya, gugatan harus memuat identitas wakil kelompok, definisi kelompok, secara rinci dan pasti.
Misalnya pada jumlah kerugian. Jika nominal kerugianya berbeda pada kelompok tersebut harus ada pembagian beberapa sub kelompok. Jika tidak mampu menjawab definisi kelompok, hakim bisa menyatakan kelompok tersebut tidaklah sah.
“Mengingat warga berjumlah 1.400 orang, itu artinya, ketika kelompok itu tidak mampu menjawab definisi kelompok, ya hakim bakal mengatakan gugatan kelompok itu tidak sah,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan kuasa hukum pihak pengembang PT BMS, Wellem Mintarja, menurutnya keterangan ahli pada persidangan ini dengan jelas menerangkan jika pihak pengelolah atau PT BMS berhak melakukan kenaikan IPL.
“Tadi Sudah diterangkan ahli bahwa pihak pengelola berhak melakukan kenaikan IPL, dikarenakan sudah tertuang didalam BAST tentang klausul terkait, dan disesuaikan dengan kemanfaatannya,” ungkapnya.
Wellem menambahkan, dari keterangan ahli dipersidangan, pihak pengelola atau PT BMS berhak melakukan kenaikan IPL, sesuai dengan klausul perjanjian Pasal 5 di BAST.
“Kenaikan IPL secara berkala tersebut telah disesuaikan pada suatu keadaan yang berkaitan dengan Inflasi, Tarif kenaikan listrik, dan juga Upah Minimum Kota Surabaya,” pungkasnya. [bed]

Tags: