Ahli Waris Bangunan Minta Pemkot Beri Ganti Rugi Setimpal

Kasipan-salah-satu-ahli-waris-yang-memperjuangkan-haknya-atas-proyek-Frontage-Road-di-Jl-Ahmad-Yani-Surabaya-Kamis-274.-abednego.j

(Polemic Pengosongan Bangunan di Frontage Road A Yani)
Surabaya, Bhirawa
Awal bulan Mei mendatang Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana melanjutkan pembangunan Frontage Road di jalur utama Jl A Yani, Surabaya. Sayangnya rencana pembangunan ini terkendala akan beberapa persil bangunan yang masih berada di tengah Frontage Road.
Belum dibongkarnya bangunan ini, terhitung tujuh tahun sejak proyek ini dikerjakan pada 2010 lalu. Kendala utamanya yakni dilatarbelakangi polemik yang ada diantara para ahli waris banguna, serta ganti rugi dari pihak Pemkot Surabaya yang tidak sesuai dengan harapan.
Kasipan (52), salah satu ahli waris dari almarhum Siti (pemilik bangunan) meminta Pemkot Surabaya tidak tutup mata akan persoalan tersebut. Melainkan meminta Pmkot Surabaya menyelesaikan polemic yang ada, begitu juga dengan ganti rugi yang sesuai dengan persil bangunan di Jl Ahmad Yani 138 B, Surabaya.
“Kita minta Pemkot tidak asal gusur sebelum memberikan ganti rugi sesuai hak kita. Pemkot harus turun tangan dan membantu persoalan ini,” kata Kasipan, Kamis (27/4).
Dijelaskan Kasipan, selama ini pihaknya merasa diping-pong oleh Pemkot Surabaya yang tiap kali menanyakan soal status bangunan yang Ia tempati sejak lahir. Sebab, asal usul tanah dan bangunan seluas 187 meter persegi tersebut berasal dari neneknya, Mut B Maniah dengan ahli waris antara lain, Marwiyah (alm), Dewi (alm), Ridwan (alm), Siti (alm), Nasikah dan Musikah.
Namun belakangan pihaknya mengaku kaget terkait terbitnya surat kuasa hibah yang dibuat oleh bibinya, almarhum Dewi (salah satu ahli waris) yang isinya memberikan hibah atas tanah dan bangunan yang ia tempati kepada Karsono (anak Dewi). Sebab, surat hibah tersebut tidak pernah diketahui olehnya.
“Sejak lahir saya tinggal disini dan tidak pernah mengetahui adanya surat hibah itu. Saya mempertanyakan keabsahan surat itu dan meminta Pemkot melakukan atau mengecek secara detail terkait asal usul status bangunan ini, sehingga tidak ada pemilik hak yang terzolimi,” pintanya.
Kasipan juga menduga bahwa surat hibah itu sarat akan rekayasa. Hal itu diketahui karena adanya beberapa kejanggalan yang ada dalam isi surat. “Surat hibah ditandatangani pada tahun 1994, namun meterainya tahun 1998. Selain itu, saksi yang tertera dalam surat tidak melibatkan seluruh ahli waris yang ada. Hanya ada 4 (empat), yaitu Riduwan, Musi’ah, Marwiyah dan Nasikah. Sedangkan ibu saya, Siti tidak dilibatkan,” paparnya.
Saat ingin memperjuangkan haknya, lanjut Kasipan, oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) I Surabaya malah tanah dan bangunan tersebut dianggap tidak bertuan. Padahal, pihaknya memegang Surat Tanda Hak Milik (STHM) Atas Tanah bernomor Ka./Agr 627/Hm./60.
“Sebelumnya, tanah dan bangunan milik saya juga digusur tanpa diberikan ganti rugi oleh Pemkot. Lokasinya di seberang jalan ini. Menurut Pemkot, pada tahun 2010 lalu, perhitungan ganti rugi mencapai Rp 750 juta saat NJOP senilai Rp 5-6 juta rupiah. Namun hingga 2017 ini, kita belum menerima sepeserpun ganti rugi, padahal sudah dijadikan jalan dan NJOP saat ini mencapai Rp 15 juta permeter. Kami akan menempuh jalur hukum melalui gugatan yang akan diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,” tegasnya. [bed]

Tags: