Ahok Tersangka, PDIP Optimistis Menangi Pilgub DKI

Ahok

Ahok

PDIP Jatim, Bhirawa
Penetapan Gubernur DKI Jakarta (non aktif) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama justru menjadi strategi tersendiri bagi PDIP untuk Ahok-Djarot memenangi Pilgub DKI Jakarta hanya dalam satu putaran.
Ketua DPD PDIP jatim Kusnadi menegaskan penetapan Ahok sebagai tersangka tidak menghalangi Ahok-Djarot tetap maju dalam pertarungan Pilgub DKI Jakarta pada Februari 2017 mendatang.  Pasangan calon nomor urut 2 ini masih bisa mengikuti pertarungan Pilgub DKI dikarenakan belum ada keputusan inkrah dari pengadilan.
“Penetapan Ahok tersangka tidak menggugurkan pencalonannya di pertarungan Pilgub DKI. Secara aturan Ahok masih bisa maju dalam pertarungan Pilgub DKI Jakarta. Untuk itu partai tidak terpengaruh dengan penetapan tersangka pada Ahok,” ujarnya, Rabu (16/11).
Kusnadi menegaskan dengan ditetapkan menjadi tersangka,  Ahok diprediksi akan semakin kuat bahkan partai yakin Ahok-Djarot akan mampu memenangi pertarungan Pilgub DKI Jakarta dalam satu putaran saja. Dia menyebut penetapan tersangka pada Ahok menunjukkan kalau ada penzaliman pada salah satu calon gubernur DKI Jakarta.
“Dengan Ahok ditetapkan sebagai tersangka maka akan semakin banyak masyarakat yang simpati dengan Ahok dikarenakan Ahok telah dizalimi. Dan secara otomatis dukungan kepada Ahok semakin besar, itu menjadi salah satu strategi untuk Ahok-Djarot memenangi Pilgub DKI Jakarta hanya dalam satu putaran saja,” klaim politisi yang duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim ini.
Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukamto mengumumkan Ahok resmi menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama. Pengumuman itu disampaikan di Rupatama Mabes Polri. “Meningkatkan status Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama,” katanya, Rabu (16/11).
Setelah penetapan status Ahok sebagai tersangka, Polri selanjutnya meningkatkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Kabareskrim juga mengatakan bahwa Ahok akan dicegah pergi ke luar negeri demi kepentingan penyidikan.
Sebelumnya, Selasa (15/11), gelar perkara menghadirkan 20 saksi ahli dari kepolisian, pelapor, dan terlapor, Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab, mantan pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi Indrianto Seno Adji, Neno Warisman dan saksi ahli lainnya.
Penetapan Ahok sebagai tersangka penistaan agama menurut Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengindikasi Polri atau penegak hukum dapat melihat fakta yang sebenarnya. “Tentunya penegak hukum bisa melihat dengan nyata mana kebenaran yang sebenarnya,” ujar Cholil.
Ketua Infokom MUI Pusat KH Basduki Baidlowi mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menggelar demo lanjutan yang direncanakan pada 25 November 2016. “Polri profesional, sudah bekerja sesuai dengan harapan umat islam. Makanya MUI berharap tidak ada lagi demo lanjutan,” jelasnya.
Sementara itu, Pengurus Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Habib Novel Bamukmin mengatakan, upaya Polri dalam penetapan Ahok sebagai tersangka sudah tepat. “Kami apresiasi terhadap upaya kepolisian yang telah serius menangani kasus Ahok ini,” katanya.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane turut mengapresiasi langkah kepolisian yang telah bekerja maksimal. “IPW memberi apresiasi yang tinggi pada Polri yang telah meningkatkan kasus Ahok pada tahap penyidikan dan menjadikan Ahok sebagai tersangka,” ujarnya.

Imbau Tidak Terhasut
Pasca Bareskrim Polri  memutuskan kasus penistaan agama dilanjutkan ke tahap penyidikan dan menetapkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi tersangka penistaan agama, ormas-ormas Islam pun mengimbau masyarakat agar bersikap tenang sambil mengawal proses hukum yang dilakukan kepolisian.
“Menyerukan kepada seluruh keluarga besar bangsa dan umat Islam pada khususnya untuk tetap tenang dan dapat menahan diri,” kata Ketum PB Al-Washliyah sekaligus Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama yang mewakili ormas-ormas Islam pada Silaturahmi Ormas Lembaga Islam di Gedung PP Muhammadiyah Yusnar Yusuf, Rabu (16/11).
Dia mengatakan, masyarakat juga diingatkan agar tidak terhasut oleh upaya pihak-pihak yang ingin mengail di air keruh. Masyarakat diimbau waspada terhadap pihak-pihak yang mungkin ingin mengadu domba antar umat berbagai agama maupun mempertentangkan rakyat dengan pemerintah.
Menurut Yusnar, kasus penistaan agama oleh Ahok adalah kasus individual. Jadi, tidak ada kaitannya dengan agama dan etnik tertentu. Sehingga, tidak perlu dikaitkan dengan keberadaan pemerintahan yang sah dan konstitusional.
“Menyerukan kepada seluruh komponen bangsa, umat Islam pada khususnya, untuk senantiasa memanjat doa kehadirat Allah SWT agar bangsa dan negara Indonesia terselamatkan dari malapetaka dan marabahaya perpecahan,” tegasnya.
Meski masyarakat diimbau untuk tenang, ormas-ormas Islam menyatakan akan tetap mengawal proses hukum selanjutnya agar tidak terjadi penyimpangan. Sebab, mereka menilai kasus penistaan agama merupakan kasus besar yang berpotensi mengancam perpecahan bangsa.
Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra juga meminta masyarakat, khususnya umat Islam untuk bersabar dan memberikan kesempatan kepada Polri mengusut kasus tersebut hingga tuntas.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu berpendapat, proses penegakan hukum pada praktiknya memang panjang dan berliku. Seperti halnya demokrasi, kata dia, diperlukan kesabaran dan kedewasaan dari semua pihak untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi.
“Saya berkeyakinan bahwa bagian terbesar umat Islam Indonesia menghendaki cara-cara demokratis dan menempuh jalur hukum dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi,” ujar Yusril kemarin.
Dia menuturkan, jika kasus Ahok ini betul-betul dilihat sebagai sebuah kasus hukum, maka mekanisme hukum untuk menanganinya sebenarnya sudah cukup tersedia. Dia pun percaya bahwa hukum itu adalah mekanisme yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah secara adil dan bermartabat.
“Tentu saja, mekanisme itu hanya bisa berjalan dengan baik sepanjang semua pihak menjunjung tinggi proses penegakan hukum yang adil dan beradab, bukan adu kekuatan untuk merekayasa atau memaksakan kehendak,” ucapnya.
Karena itu, kata Yusril, masyarakat Indonesia sudah semestinya memberikan kesempatan kepada Mabes Polri untuk menindaklanjuti proses hukum terhadap Ahok. “Kita harus mendorong penegakan hukum yang konsisten, adil, dan beradab  dengan menyampingkan segala kepentingan dan sentimen politik, yang kerap kali membuat kita kehilangan kejernihan berpikir secara objektif,” tuturnya.
Yusril menambahkan, jika di kemudian hari kasus Ahok tersebut dilanjutkan sampai ke pengadilan, maka pengadilanlah nanti yang akan memutuskan Ahok bersalah atau tidak. Selama proses penegakan hukum berlangsung, kata dia, maka asas praduga tidak bersalah tetap harus dijunjung tinggi. Seseorang baru dinyatakan bersalah jika telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Lain halnya kalau masyarakat menggunakan cara-cara revolusioner di luar hukum dan konstitusi, hasilnya mungkin memang bisa cepat didapat. Namun, jika kita belajar dari kebanyakan revolusi yang telah terjadi sepanjang sejarah, ujung-ujungnya bukan hukum dan demokrasi yang ditegakkan, tapi justru kediktaroranlah yang berkuasa,” tuturnya. [cty,ira,ins]

Tags: