Ajak Mahasiswa Maknai Pancasila dan Pemikiran Bung Karno

Gelar Seminar Nasional Kebangsaan Untag Surabaya ajak mahasiswa maknai pemikiran Bung Karno dan Pancasila di tengah kontestasi demokrasi.

Surabaya, Bhirawa
Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya melalui Unit Mata Kuliah Umum (MKU) menggelar Seminar Nasional Kebangsaan “Karakater Bangsa: Satunya Kata dan Perbuatan, Refleksi

Pemikiran Bung Karno”. Kegiatan yang digelar pada, Selasa (6/6) ini untuk memperingati Bulan Pancasila dan bulan Bung Karno.

Menjadi narasumber, penulis buku Merahnya Ajaran Soekarno, Airlangga Pribadi Kusman mengajak para mahasiswa memaknai pemikiran Bung Karno di tengah kontestasi perpolitikan di Indonesia. Lebih lagi, di tahun depan pesta demokrasi akan digelar.

Untuk menjaga proses demokrasi tetap sehat, Dosen Program Ilmu Sosial Unair itu menekankan politik identitas yang tidak boleh di ciderai.

Sebab, di tahun-tahun politik ini narasi politik identitas masih akan muncul atau digunakan. Hal itu akan menjadi persoalan apabila berbicara dalam konteks etika Pancasila. Sebab, politik identitas yang muncul lima tahunan ini selalu menekankan antagonis politik identitas, di mana satu kelompok politik tertentu menggunakan identitas tertentu.

“Mereka tidak hanya menggunakan identitas, tetapi membangun kontradiksi dan benturan antagonisme dengan yang lain sehingga kemudian memunculkan semangat tidak bersatu tidak bergotong royong melihat yang lain seperti musuh. Dalam konteks ini membentuk iklim demokrasi yang tidak sehat semangat Kewarganegaraan ini tidak sehat, makin melemah benturan sentimen makin menguat dan memperkeruh suasana politik,” jabarnya.

Karennya, momen ini (seminar nasional kebangsaan,red) menjadi momentum untuk menyelaraskan politik identitas dengan pemikiran Bung Karno untuk mencairkan tensi dan ketegangan politik.

Dengan begitu, menurut dia, elit politik tidak dengan seenaknya bicara tentang kepentingan dan menggunakan politik identitas tertentu sebagai cara untuk menyingkirkan lawan dalam kontestasi politik.

“Saya pikir kalau ada beberapa fakta pilpres atau pilkada di tempat tertentu ada kecenderungan elit politik yang mengipas-ngipas menyulut sentimen dan diarahkan untuk menekankan kepada supremasi dari identitas tersebut, orientasinya tentang siapa yang menjadi musuh,” ujar dia.

Hal tersebut tambah dia tentu bersebrangan dengan demokrasi yang sehat. Mengingat salah satu elemen demokrasi adalah kompetisi kontestasi. Yang membuat demokrasi bermartabat menurut dia, bagaimana kontestan politik melihat yang berbeda sama sama menjadi warga negara yang memiliki hak sama, dan saling berdialog dalam urusan-urusan lain.

“Ini adalah soal kekuatan politik memiliki orientasi berbeda dengan yang lain. Ini yang harus ditekankan dalam politik tahun ini,” katanya.

Sementara itu, Ketua YPTA Surabaya, J Subekti menuturkan seminar nasional ini sebagai kesiapan untuk menghadapi tantangan generasi muda yang kurang memaknai Pancasila. Berdasarkan data yang dimiliki, sebanyak 80 persen generasi muda ingin mengubah ideologi pancasila dengan ideologi lain.

“Diubahnya pancasila maka NKRI juga dirubah. Dan ini tidak boleh dirubah. Untuk menyiapkan langkah-langkah dalam mencegah perubahan ideologi ini, kita siapkan berbagai kegiatan salah satunya seminar,” tandas. [ina.why]

Tags: