Ajak Pelajar Cintai Film Asli Indonesia

Koordinator Kampanye Cinta Film Indonesia Abu Hanifah dan Kepala SMK Dr Soetomo Surabaya Juliantono Hadi mengajak pelajar untuk memilih tontonan film-film nasional.

Pusbang Film Inginkan SMK Dr Soetomo Dirikan PH
Surabaya, Bhirawa

Perkembangan dunia perfilman di Indonesia masih dikuasai produk-produk impor. Sementara produksi film nasional tak kunjung mendapat perhatian pemirsa. Hal ini mendesak pemerintah terus berkampanye agar geliat film nasional semakin agresif.
Gencarnya kampanye itu ditunjukkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui pencangan gerakan cinta film Indonesia di sekolah-sekolah. SMK Dr Soetomo menjadi salah satu sasaran di antara dua sekolah di Jatim yang ditunjuk Pusat Pengembangan (Pusbang) Film Kemendikbud, Kamis (14/12).
Koordinator Kampanye Cinta Film Indonesia Abu Hanifah menuturkan, film tidak hanya sebatas produk ekonomis yang diperjualbelikan di layar lebar. Lebih dari itu, film menjadi media literasi dan media pengembangan budaya yang seharusnya memiliki pesan-pesan positif kepada penontonnya. Terlebih bagi pelajar, film menjadi bagian dari penanaman karakter mereka.
“Film tidak sekadar tontonan yang menghibur tetapi telah menjadi tuntutan gaya hidup anak-anak kita,” terang Abu Hanifah ditemui di SMK Dr Soetomo kemarin.
Pihaknya berharap film-film produksi nasional yang mengangkat potensi dan budaya Indonesia semakin dicintai. Khususnya oleh para pelajar yang membutuhkan film sebagai media inspirasi. Di sisi lain, kecintaan terhadap film nasional juga diharapkan dapat mengangkat pamor industri perfilman tanah air, lahirnya sineas-sineas muda hingga menguasai layar lebar.
“Harapan kami perbandingan film nasional dengan film impor bisa sampai 60 persen : 40 Persen. Tapi sekarang kenyataannya masih terbalik. Di Jakarta, film nasional susah sekali masuk layar lebar,” kata dia.
Gerakan cinta film Indonesia, lanjut Abu Hanifah, akan diperkuat dengan munculnya sekolah-sekolah vokasi di bidang perfilman. SMK menjadi ujung tombak dalam hal ini. Pihaknya menargetkan, tahun ajaran baru 2018-2019 telah ada setidaknya lima SMK menjadi pilot project jurusan perfilman. Saat ini, program keahlian perfilman masih menjadi satu dalam bidang seni dan industri kreatif. “Harapan kita ada jurusan perfilman sendiri yang di dalamnya memuat berbagai bidang keahlian di bidang perfilman,” tutur dia.
Meski belum bisa bersaing dengan asing, pertumbuhan production house (PH) di Indonesia terus menunjukkan tren yang positif. Hal itu tidak menutup kemungkinan bagi SMK untuk juga ikut ambil bagian dalam membuka PH. “Kegiatan PH tidak selalu membuat film. Bisa juga membuat iklan. Dan SMK Dr Soetomo ini saya yakin bisa membukanya,” terang dia.
Pihaknya mengaku, membuka konsentrasi pendidikan vokasi di bidang perfilman tidak mudah dan tidak murah. Karena itu, pemerintah akan menyiapkan suport dari berbagai sisi bagi sekolah yang siap menjadi percontohan. Saat ini, Pusabang Film bersama Direktorat Pembinaan SMK tengah mematangkan kurikulum yang akan digunakan dalam jurusan perfilman tersebut. “SMK Dr Soetomo ini harapannya juga bisa menjadi pionernya,” terang Abu Hanifah.
Kepala SMK Dr Soetomo Juliantono Hadi menuturkan, sekolahnya tahun ini telah membuka program keahlian produksi film dan pertelevisian. Program tersebut masih cukup baru dalam spektrum keahlian SMK yang dikeluarkan Dit PSMK pada akhir 2016 lalu. “Kalau dibuka jurusan perfilman secara khusus. Maka bidang keahlian yang akan lebih luas. Ada sutradara sendiri, kameramen, bahkan untuk soundman,” kata pria yang akrab disapa Anton ini.
Anton yakin, sekolahnya pun akan siap jika dijadikan percontohan untuk pembukaan jurusan perfilman oleh Kemendikbud. Dari sisi sarana-pra sarana, sekolahnya cukup matang. Sejumlah kamera jenis 4-K atau standar layar lebar telah dimiliki. Termasuk kamera drone, jimi jip dan switcher.
“Kalau akan mendirikan PH sebenarnya sudah bisa. Kita hanya kurang studio mini yang siap dengan green screen-nya,” tutur Anton. Keberadaan PH di sekolah, lanjut dia akan memperkuat implementasi teaching factory di SMK. Karena di situ, siswa akan dapat belajar sekaligus memproduksi barang siap dipasarkan.

Tolak Main Film, Ingin Fokus Pendidikan

Mendapatkan penghargaan dalam kategori pemain pendatang terbaru terbaik IMA 2015, tidak membuat Bebeto Leutualy atau yang lebih akrab disapa Beto ini berpuas diri.
Saat ditemui Bhirawa di sela-sela kegiatan screening film Cahaya dari Timur, ia mengungkapkan bahwa dirinya sangat senang bisa terlibat dalam gerakan ini karena ini merupakan pengalaman yang sangat berarti untuk dirinya.
“Gak nyangka sih, saya terlibat dalam program Pusbang Kemendikbud untuk mempromosikan gerakan cinta film Indonesia ini. Karena sejak saya bermain di filosofi kopi, saya sudah tidak menerima tawaran main film,” ungkap Beto kepada Bhirawa.
Saat disinggung mengenai alasannya yang tidak mau terlibat lagi dalam perfilman, Beto mengaku jika ia masih ingin fokus pada pendidikannya.
“Kalau keinginan saya serius ke dunia perfilman, untuk saat ini saya pending. Karena fokus kuliah. Tapi saat ini saya juga terlibat dalam projek iklan online shop ternama dan iklan stop pembajakan film bersama Chico Jericho ” ungkapnya.
Bagi Beto memerankan sosok Salembe dalam film Cahaya dari Timur bukanlah suatu hal yang mudah. Terlebih lagi film Cahaya dari Timur merupakan merupakan debut utama bagi Beto. Banyak kesulitan yang dialami Beto. Salah satunya dalam berbicara dialeg Tulehu dan menjiwai karakter Salembe. Butuh waktu dua bulan untuk membuat Beto masuk dalam karakter Salembe. Selain itu, ia harus membayangkan, berada pada daerah konflik. Namun, sekalipun dia banyak menemui kesulitan dalam memerankan sosok Salembe, ia mengungkapkan cukup menikmati sebuah proses yang terjadi dalam dirinya.
“Semua proses yang terjadi dalam hidup saya, saya nikmati dan saya buat enjoy. Seperti kutipan dialog yang ada di Cahaya dari Timur bahwa kasih satu ingatan manis dari semua ingatan yang pahit, ” terang Beto menceritakan pengalamannya bermain film Cahaya dari Timur.
Film Cahaya dari Timur, diungkapkan oleh Beto menjadi Film yang sangat inspiratif karena banyak pesan moral yang bisa diambil dalam film ini. salah satunya soal perbedaan dan motivasi. Beto berharap dengan diadakannya screaning film, siswa bisa mengambil pesan moral dalam film ini. salah satunya pandangan kebanyakan masyarakat mengenai perbedaan
Terpisah, ilham wulung selaku Ketua OSIS SMK Dr. Soetomo mengungkapkan bahwa acara screening ini menjadi daya tarik sendiri bagi jurusan perfilman disekolahnya. Ia juga mengungkapkan bahwa jurusan perfilman ini baru berdiri sekitar 6 bulan yang lalu. Namun, antusias siswa dalam acara screaning ini meningkat.
“Peserta screening yang datang saat ini (kemarin) sekitar 109 peserta dan berasal dari berbagai sekolah di Surabaya. Diantaranya SMK Tritunggal, SMK Satya Widya dan SMP Muhammadiyah”
Meskipun jurusan perfilman baru berdiri, namun tidak meruntuhkan siswa jurusan perfilman untuk berkarya. Terbukti, karya film dari tim kelas X yang berjudul “Gugurkan Saja”, sukses diputar dalam festival Bulan Surabaya beberapa waktu yang lalu.
“Film Gugurkan Saja merupakan film pertama saya dan tim yang diputar dalam festival Bulan Surabaya,” ungkap Dian Putra Nanda selaku siswa kelas X jurusan perilman SMK Dr. Soetomo. Selain itu, ia juga menambahkan jika tim nya juga mempersiapkan karya terbaru yang akan dilombakan pada ajang International Film Festrival. [tam.ina]

Tags: