Ajak Remaja Cintai Seni Budaya

Dr Ana Sopanah

Dr Ana Sopanah
Kegandrungan anak muda terhadap seni budaya asing membuat perempuan cantik ini gelisah. Apalagi, seni dan budaya yang diidolakan anak-anak sekarang ini tidak memberi kontribusi positif bagi karakter anak.
“Saya kadang prihatin melihat remaja kita yang begitu tergila-gila dengan seni budaya asing. Sesuatu yang berasal dari asing seolah itu modern dan lebih baik dari budaya sendiri,” tutur perempuan berkerudung yang bernama lengkap Dr Ana Sopanah ini.
Menurut Ana, bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan seni dan budaya yang luar biasa. Sehingga sungguh ironis kalau anak mudanya justru lebih tertarik pada budaya asing.
“Nenek moyang kita menciptakan seni dan budaya begitu indahnya, salah satunya seni tari. Hampir setiap daerah memiliki seni tari,” jelasnya.
Seni tari, jelas Ana adalah kreasi luhur yang begitu membutuhkan olah roso (perasaan) bukan sekadar olah rogo (gerakan), sehingga siapa saja yang mau mempelajari tari akan memiliki perasaan yang halus.
“Sudah saatnya anak-anak kita itu kita ajak kembali ke seni milik kita sendiri,” ungkapnya berharap.
Sebagai pakar akuntansi sektor publik, nyaris aktivitas dan kegiatan yang dilakukan sehari-hari  lebih banyak mengedepankan logika. Namun, demikian dirinya masih menyempatkan untuk melihat dan menonton bila ada pentas-pentas seni tradisional.
“Saya memang tidak bisa menari. Tetapi pernah juga belajar menari. Menyenangkan dan ada suasana hati yang tidak bisa dilukiskan,” tutur Kepala Program Studi (Kaprodi) Akuntansi Universitas Widya Gama Malang ini.
Menurut Ana, menari bukan hanya persoalan ketrampilan, tetapi juga menyangkut hati dan perasaan.
“Jadi bukan hanya menggerakkan tangan atau anggota badan tetapi butuh keselarasan antara gerakan dengan rasa dan hati,” kata Ana yang juga Ketua Humas Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kota Malang ini.
Ana berharap, pemerintah dan didukung dengan semua pihak untuk menghidupkan kembali sanggar-sangat tari yang ada di masyarakat. Bukan hanya sanggar, sekolah yang mengajarkan seni  dan budaya harus mendapatkan perhatian besar dari pemerintah.
“Kesenian itu bisa mengisi jiwa yang kosong.  Kalau anak-anak kita sejak kecil sudah dikenalkan seni, maka tidak mungkin merasa akan terjerumus pada sikap dan perilaku yang menyimpang,” jelas pemilik zodiac Leo yang juga Ketua Korps Alumni HMI-wati (Kohati) Kota Malang periode 2016-2020. [ist]

Rate this article!
Tags: