Ajari Warga AS Etika Keluarga melalui Tata Cara Berpamitan

Dua Pelajar asal Texas, Amerika peragakan cara berpamitan dalam keluarga Amerika kepada keluarga Indonesia, dalam Program Crosa Culture, Jumat (6.7)

Kampus Unitomo Gelar Family Gathering
Surabaya, Bhirawa
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dengan berbagai macam tradisi budayanya. Tak sedikit masyarakat Indonesja masih memegang teguh, ajaran nenek moyang untuk menjunjung tinggi sebuah etika dan moral. Misalnya dalam sebuah keluarga, anak diharuskan ‘tunduk’ dan hormat terhadap orang tua.
Tradisi itulah yang coba dikenalkan Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, ketika kedatangan 30 keluarga dari United States of Amerika (USA).
Rektor Unitomo Surabaya, Dr. Bachrul Amiq menuturkan bahwa datangnya 30 keluarga asal Amerika untuk belajar dan bertamu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Unitomo. Pasalnya, kedatangan 30 keluarga tersebut tak lain untuk belajar tradisi budaya keluarga Indonesia.
“Kami mengangkat tema Family Ghatering. Karena kebetulan ada 30 keluarga Amerika. Kedatangan mereka berniat untuk pelajari tradisi budaya keluarga orang Indonesia” Tutur Bachrul Amiq.
Lebih lanjut, Amiq menjelaskan jika kedatangan tersebut merupakan kesempatan bagi mahasiswa Unitomo untuk belajar mengenai kemuliaan hubungan anatara anak dan orangtua.
“Kita ingin belajar tentang nilai-nilai keluarga antar dua negara. Saya kira ini penting untuk menunjukkan kemuliaan bagi anak” imbuh Rektor Unitomo ini.
Di Indonesia sendiri, lanjut Bachrul, kita bisa melihat tradisi berbudaya dalam keluaraga,. Bagaimana anak-anak patuh kepada orangtua.
“Kalau kita tidak patuh, orangtua akan menganggap kita durhaka. Nilai-nila seperti ini tentu saja tidak ada disana” sambung dia. Misalnya, tambah Bachrul, dalam berpamitan, di luar negeri tidak ada mencium tangan. Anak-anak mereka cukup melambaikan tangan dan pergi. Berbeda di Indonesia, setiap berpamitan anak diharuskan mencium kedua tangan orangtua sebagai salah satu bentik penghormatan dan etika.
“Bangsa kita menjunjung tinggi sebuah tatakrama dan ‘unggah-ungguh’ kebiasaan atau nilai itu tidak dimiliki oleh bangsa Asing. Harusnya kita pahamkan rasa bangga diri dan kemuliaan yang harus dimiliki anak-anak Indonesia” ungkap Rektor Unitomo ini. Selain, belajar mengenai tradisi budaya keluarga Indonesia, 30 keluarga asal Amerika juga diajarkan seni asli suku Betawi sekaligus seni beladiri kebanggaan Indonesia yaitu Pencak Silat. Bachrul menyampaikan jika pihaknya ingin merubah paradigma negatif terhadap Indonesia sebagai bangsa dengan mayoritas muslim terbanyak di Dunia yang dikonotasikan bersikap keras.
“Yang tak kalah penting indonesia adalah orang yg sangat ramah. Kita ajarkan kesenian beladiri asli suku betawi untuk mematahkan presepsi yg beredar selama ini. Bahwa mayoritas muslim pertama selalu identik dengan konflik. Kita menjunjung tinggi perdamaian.” pungkas Rektor Unitomo Bachrul Amiq.
Sementara itu, ditemui di sela kegiatan Family gathering, dosen fakultas Sastra Cicilia Tantri mengatakan jika kegiatan pertukaran budaya ini sudah menjadi agenda tahunan Unitomo.
“Untuk tahun ini selain mengenalkan seni bela diri Indonesia, kami juga mengenalkan budaya tata krama antara orang tua dan anak yang ada di Indonesia. Mulai cara bertegur sapa hingga bersalaman saat hendak bepergian”, jelasnya.
Bagi salah satu pelajar asal Texas, Isaiah Barnes ini merupakan pertamakalinya datang ke Indonesia. Ia mengungkapkan jika ia cukup mengagumi tradisi budaya keluarga Indonesia.
“Ini pertama kali saya pergi ke Indonesia. Saya belajar banyak disini. Tata cara kami hidup berbeda dan itu mengesankan bagi saya,” tutur Isaiah Barnes.

Kagumi Masih Kentalnya Budaya Masyarakat Indonesia
Berbagi budaya dan tradisi dalam keluarga mungkin, tak banyak orang melakukannya. Lebih lagi, jika kedua negara memperlajari kedua perbedaan kehidupan keluarga yang sangat signifikan. Misalnya yang dilakukan rombongan warga negara asing Amerika dibawah naungan Global International Exchange (GIE) dalam mempelajari tradisi keluarga Indonesia. Dijelaskan koordinator GIE, Mike O’Quin jika kedatangannya adalah untuk belajar mengenai perbedaan tradisi keluarga berbeda negara tersebut.
“Kami tidak ingin mencari perbedaan. Melainkan kami ingin belajar bagaimana kehidupan masyarakat disini. Karena, sebelumnya kami datang disanbut sangat baik oleh penduduk kampung Surabaya meskipun mereka tak mengenal kami” Ucapnya dengan logat Indonesia yang masih kaku.
Lebih lanjut, ini merupakan bagian dari pilot projek GIE untuk mengembangkan wawasan budaya secara mendalam.
“Karena ini pilot projek dan saya bawa tim satu keluarga. Maka lebih cocok jika keluarga Indonesia bertemu keluarga Amerika” ujar pria yang pernah mengajar sebagai dosen Sastra Inggris di Unitomo ini.
Mike juga menuturkan jika perbedaan kedua keluarga asal negara yang berbeda ini sangat ia rasakan. Itu karena ketika ia menghabiskan waktu tinggal selama 15 tahun di Indonesia, dan sempat mengajar sebagai dosen di Unitomo tidak ia alami ketika ia harus kembali ke Amerika dan menjadi dosen disana.
“Pola pikir anak-anak Indonesia dan Amerika jelas berbeda. Jika dulu saya tanya kepada mahasiswa Unitomo tentang mimpi mereka, mereka akan menjawab jika ingin membahagiakan orangtua” Cerita Mike O’Quin
Berbeda dengan anak-anak Amerika, jika ditanya begitu maka mereka akan menjawab langsung pada impian mereka. “Tidak ada peran orangtua dalam impian mereka. Sedang anak-anak sini mengikutsertakan orangtua dalam impiannya. Hubungan keluarga antar anak dan orangtua disini sangat kuat” papar dia.
Satu hal lagi yang bisa dicontoh dari keluarga Indonesia, tambah dia, adalah ketika menerima tamu. Di sini, istilah ‘Tamu adalah Raja’ harus dicontoh oleh semua negara. Menurut Mike, istilah tersebut memiliki nilai dan kualitas dalam kehidupan. “Dunia harus belajar ke Indonesia bagaimana cara menghargai tamu” Pungkas dia.
Hal yang sama juga diungkapkan sepasang suami-istri asal Texas, Nick Shock dan Jada Shock. Mereka mengungkapkan selain hubungan kekuarga yang sangat kental dirasa, hubungan antar tetangga juga begitu kuat dalam masyarakat Indonesia yang tidak ia temui di Amerika.
“Disini meskipun hidup berbeda secara agama, dan budaya tapi tetap menjaga hubungan baik. Anak-anak hormat orangtua. Orangtua menghabiskan waktu banyak dengan anak. Antar tetangga saling berhubungan baik dan bberdekatan itu tidak kami alami di Amerika” Cerita Nick Shock. [ina]

Tags: