Akademisi dan Warga Surabaya Tolak Pelemahan KPK

Akademisi dan Warga Surabaya Bentangkan Spanduk Hitam Tolak Pelemahan KPK.

Surabaya, Bhirawa
Menyikapi keputusan DPR RI terkait rancangan undang-undang (RUU) perubahan kedua undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Civitas akademika Universitas Airlangga (Unair) dan warga Surabaya gelar aksi pembentangan spanduk hitam sebagai wujud penolakan terhadap RUU revisi KPK di Kampus B Unair.
Aksi penolakan pelemahan KPK yang diinisiasi akademisi Fakultas Hukum Unair ini merupakan kelanjutan dari aksi solidaritas melalui jejaring sosial yang telah dilakukan beberapa hari terkahir.
Salah satu inisiator HRLS FH Unair, Dr Herlambang P Wiratraman mengatakan pentingnya pembentangan aksi bendera hitam juga sebagai bentuk solidaritas dari banyak kampus di Indoensia.
“Akademisi Tolak Pelemahaman KPK! Dengan spanduk hitam ini merupakan aksi solidaritas dari 32 kampus di Indonesia dengan lebih dari 1700 akademisi se Indonesia dan Unair turut berpartisipasi di dalamnya,” ungkapnya disela aksi, Selasa (10/9).
RUU revisi KPK menurut Herlambang, merupakan salah satu upaya dalam melemahkan kekuatan KPK karena dengan adanya peraturan berlebihan terkait kewenangan penyadapan, kewenangan penuntutan dan dewan pengawas beberapa hal yang lain.
“Penyadapan itu tidak perlu direvisi karena standart penyadapan KPK itu tidak liar. Juga melalui berbagai pengawasan dan evaluasi. Kalau penyadapan itu dibatasi maka OTT akan sulit dibatasi,” urainya.
Terkait dewan pengawas, Herlambang menilai hal itu tidak diperlukan untuk KPK. Sebab, secara konsituen atau ketatanegaraan KPK merupakan Watchdog Institution atau badan pengawas.
“Jadi tidak masuk akal kalau KPK diberi badan pengawas. Kan KPK itu Watchdog nya. Masa pengawas diberi pengawas lagi. Terlebih kalau pengawas KPK itu cukup DPR. Ini sudah terlihat jelas sebagai pelemahan posisi KPK yang sudah punya kemandirian,” tegas dia.
Secara kelembangaan, kata dia, KPK hari ini sudah menampilkan kinerja yang sudah sesuai dengan hukum dan kerja progresif. Sehingga beberapa poin yang diajukan dalam RUU Revisi dinilainya tidak masuk akal.
“Kinerja KPK ini sudah optimal. Memang ada beberapa kesalahan itu wajar. Tetapi penguatan harus terus dilakukan. Aksi ini harus dilakukan agar tidak menciderai akal sehat publik,” tuturnya. Ina
Herlambang menyatakan upaya pelemahan KPK selain dari sisi legislasi juga tergambar dari seleksi calon pimpinan KPK yang diduga syarat konflik kepentingan. Gagalnya pengungkapan kasus penyerangan dan intimidasi terhadap para penyidik KPK, termasuk impunitas kasus Novel Baswedan juga dinilai sebagai upaya pelemahan KPK.
“Hal itu jelas bertentangan dengan amanah Reformasi, dan tujuan bernegara sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan menuju kesejahteraan sosial,” ucapnya.
Sementara itu, Pusat Studi Anti Korupsi dan Kebijakan Pidana (CACCP FH Unair) Amira Paripurna, menambahkan jika kasi tersebut merupakan bentuk keluh kesah masyarakat yang merasa dilukai haknya. Ia menerangkan jika korupsi merupakan kejahatan publik yang korbannya massal yaitu masyarakat Indonesia dengan jenis kejahatan yang disebut Political Victimologi.
“Kita sudah menggantungkan kepada KPK untuk menghadapi pelaku korupsi. Jika ada usaha melemahkan kewenangan KPK maka ini bentuk dari keresahan masyarakat. karena masyarakat Indonesia adalah korbannya,” tandas dia. [ina]

Tags: