Akademisi Untag Surabaya: Baiknya RKUHP Dibahas Setelah Pemilu 2024

Dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya, Ahmad Solikin Ruslie.

Jombang, Bhirawa.
Akademisi dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Ahmad Solikin Ruslie menilai, pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) seharusnya tidak dilakukan pada tahun-tahun politik, dan lebih baik jika dibahas setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Ahmad Solikin Ruslie yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya tersebut berpendapat, jika RKUHP disahkan pada masa tahun politik, akan menjadi riskan.

“Pada dasarnya, karena sudah mandeg 12 tahun, baik juga untuk dibahas. Cuma waktunya kurang tepat dibahas di saat peta perpolitikan hari ini (tahun politik),” ujar Ahmad Solikin Ruslie melalui sambungan Telepon Selulernya, Sabtu (23/07) kemarin.

“Baiknya RKUHP dibahas setelah Pemilu 2024. Apalagi draft mana yang mau disahkan juga masih tidak jelas, karena draft perbaikannya banyak,” kata Ahmad Solikin Ruslie.

Ahmad Solikin Ruslie menambahkan, dirinya pernah terlibat dalam pembahasan RKUHP. Dia melihat, draft tersebut memang masih penyempurnaan yang membutuhkan komitmen kuat dari pihak parlemen untuk obyektif.

“Maka jika disahkan sekarang, sangat riskan,” tandas dia.

Menurut Ahmad Solikin Ruslie, memang terdapat pasal-pasal yang kontroversial pada RKUHP. Di antaranya yakni, tentang pasal penghinaan kepada presiden, di mana
terdapat Pasal 218 RKUHP.

“Padahal pasal tersebut pernah dibatalkan MK (Mahkamah Konstitusi) dengan alasan warisan kolonial dan melanggar kesamaan di depan hukum. Tapi ‘koq’ masih dimunculkan,” ulas Ahmad Solikin Ruslie.

Kemudian, pasal penghinaan terhadap pemerintah yang terdapat di Pasal 240 RKUHP, di mana pelaku, ancaman hukumannya adalah 3 tahun penjara dan denda paling banyak kategori IV.

“Itu penghinaan yang menimbulkan kerusuhan,” kata dia lagi.

Kemudian, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara yang terdapat pada Pasal 353 RKUHP dengan ancaman 1 tahun 6 bulan.

“Pasal ini lebih parah dari KUHP aslinya karena juga menyangkut melalui media elektronik,” imbuhnya.

Selain itu lanjut dia, masih terdapat pasal-pasal kontroversial lainnya seperti, pasal tentang hukum yang hidup yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) dan pasal 598 yang mengatur tentang hukum yang hidup di masyarakat.

“Artinya, masyarakat bisa dipidana bila melanggar hukum yang berlaku di suatu daerah. Pasal ini bias dan abstrak dan akan menimbulkan otoritarianisme pimpinan daerah,” urainya.

Kemudian, pasal tentang hukuman mati (67, 99, 100, dan 101), yang menurut Ahmad Solikin Ruslie, pemerhati Hak Asasi Manusia (HAM) akan menentang terhadap pasal tersebut.

Kemudian pasal tentang demonstrasi di Pasal 273 draf RKUHP yang menyebutkan pihak yang melakukan unjuk rasa, pawai atau demonstrasi di jalan tanpa pemberitahuan dan mengakibatkan terganggunya kepentingan umum dipidana penjara paling lama 1 tahun.

“terganggunya kepentingan umum ini sangat samar dan karet. Kriterianya seperti apa, jika tidak jelas, akan sangat membahayakan,” terangnya.(rif.hel)

Tags: