Akhir PSBB, Tetap Optimistis Meski Penularan Masih Tinggi

Petugas saat melakukan pengecekan kendaraan yang akan masuk ke Kota Surabaya di Bundaran Waru.

Pemprov, Bhirawa
Akhir pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Surabaya Raya tidak terlalu menggembirakan. Angka penularan dan jumlah kasus kumulatif Covid-19 setelah dikaji ternyata masih tinggi. Pakar Epidemologi Universitas Airlangga dr Windu Purnomo bahkan menyebutkan angka penularan itu mengerikan.
Windu menjelaskan, situasi Covid-19 di Surabaya Raya belum mendatar bahkan masih meningkat untuk Kota Surabaya, Sidoarjo dan Gresik. Sementara resiko penularan berdasarkan rasio pembilang setiap 100 ribu orang (Attack Rate) masih sangat tinggi. Bahkan untuk Kota Surabaya, Attack Rate (AR) paling tinggi di bandingkan seluruh kota di Indonesia.
“Attack rate Surabaya Raya masih 57,6. Dan yang paling mengerikan dengan resiko paling tinggi adalah Surabaya yakni 94,1. Jadi setiap 100 ribu orang ada 94,1 yang positif. Ini tertinggi di Indonesia. Untuk Jatim sendiri AR 12 dan DKI 70,” tutur Windu saat mengikuti rakor PSBB di Gedung Negara Grahadi, Senin (8/6) dini hari. Sementara untuk AR di Sidoarjo tercatat 31,7 dan Gresik paling kecil 15,8.
Kendati rasio penularan berdasar AR cukup tinggi, Rate of Transmision (RT) justru terlihat menurun. Hal ini yang membuat optimistis bahwa penularan Covid-19 akan dapat melandai pasca PSBB Jilid III. Kendati demikian, kata Windu, semua pihak harus tetap bersabar.
Berdasarkan kajian hingga 30 Mei 2020, tercatat PSBB ketiga di Surabaya Raya telah berhasil menurunkan rate of transmission (RT) dari 1,7 menjadi 1,1. Walaupun dalam pengamatan masih tercatat naik turun, namun secara optimis tercatat menurun dari awal penerapan PSBB. “Jika dilihat dari RTnya, Surabaya Raya kecenderungannya turun. Walau masih naik turun, namun optimistik menurun,” terang dr Windhu Purnomo.
Di Surabaya, RT berada di posisi 1,0 , sedangkan Sidoarjo 1,2 dan Gresik 1,6. “Surabaya Raya pada 21 – 26 Mei sudah di bawah 1. Tapi tiba-tiba naik lagi menjadi 1,1. Sayang sekali, karena kalau bertahan di bawah 1 seperti tanggal 21 selama 14 hari. Kita siap untuk new normal life,” tutur Windu.
Secara epidemologis, Surabaya Raya sesungguhnya belum aman karena RT belum di bawah 1. Jadi belum sesuai WHO. Jika dipaksakan pelonggaran, dikhawatirkan gelombang penularan baru akan terjadi. Karena itu, apapun namanya, apakah PSBB atau tidak, pihaknya berharap tidak dilakukan pelonggaran. Sebab, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan menjadi sangat penting.
“Hasil forecasting memberikan harapan yang positif. Bila pemerintah daerah sabar dan warga mematuhi protokol kesehatan, maka dalam waktu yang tidak lama akan terjadi penurunan penularan sampai di bawah satu. Pada saat itulah bisa dilakukan new normal life,” tutur Windu.
Sedangkan, di sisi kajian sosial dan perilaku masyarakat lanjut dr. Windhu, berdasarkan pantauan dari google mobility, kepatuhan masyarakat untuk anjuran ‘stay at home’ secara umum di Surabaya Raya tercatat membaik utamanya di Kota Surabaya.
Meskipun demikian, pada beberapa tempat masih di temui banyak lokasi yang tidak memenuhi protokol kesehatan. Berdasarkan survey, tercatat 88,2 persen orang yang nongkrong di warung dan kafe masih tidak memakai masker dan 89,3 persen nya tidak menerapkan physical distancing. Selain itu 78,8 persen orang di kegiatan sosial budaya juga belum menggunakan masker dan 82 persen nya tidak menerapkan physical distancing. [tam]

Tags: