Akhirnya Yoyok Cabut Permohonan Identitas Ganti Kelamin di Pengadilan

Majelis Hakim Dede Suryaman memutus sidang permohonan ganti identitas kelamin, Selasa (27,11) di PN Surabaya. [abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Keinginan Yoyok Prasetyo (pemohon) untuk mendapatkan pengakuan status jenis kelaminnya dari laki-laki ke perempuan, harus tertunda. Warga asal Tuban, Jawa Timur itu mencabut permohonannya yang diajukan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Meski permohonan dicabut, sidang putusan ganti identitas kelamin ini masih digelar di PN Surabaya, Selasa (27/11). Sidang yang berlangsung singkat dan tidak dihadiri pemohon maupun kuasa hukumnya ini dibacakan Hakim Tunggal, Dede Suryaman.
“Mengadili, mengabulkan permohonan pencabutan perkara nomor 1360/Pdt.P/2018/PN Sby yang diajukan pemohon atas nama Yoyok Prasetyo,” kata Hakim Dede Suryaman dalam putusannya.
Dari data yang dihimpun, Pengajuan permohonan ganti kelamin dan ganti nama menjadi Denissia Prasetyo diajukan Yoyok Prasetyo tercatat dalam register PN Surabaya Nomor 1360/Pdt.P/2018/PN Sby.
Dalam permohonan itu, Pria asal Tuban, Jatim ini mengaku sebagai Warga Kedung Tarukan No 84 D Surabaya. Permohonan Yoyok untuk mengganti kelamin dari laki-laki ke perempuan.
Humas PN Surabaya, Sigit Sutriono, PN Surabaya ketika dikonfirmasi Bhirawa mengatakan bukan kali pertama menangani permohonan ganti kelamin. Pada 2016 silam, seorang perempuan dikabulkan permohonannya menjadi seorang pria. Angelina Karuniata Kanan dimohonkan menjadi laki-laki dan merubah namanya menjadi Andreas Alessandro Kaban.
“Permohonan itu dikabulkan setelah melalui banyak pertimbangan dari beragam sudut pandang,” ucap Sigit.
Sementara untuk pencabutan terhadap perkara Yoyok Prasetyo, Sigit menjelaskan, hal itu disebabkan karena surat keterangan rumah sakit yang diberikan pemohon berbahasa Thailand. Dengan demikian, PN Surabaya tidak bisa memproses surat tersebut. Karena PN Surabaya bukan Pengadilan Internasional.
Masih kata Sigit, pihak Pengadilan telah memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memperbaiki dan mengubah surat tersebut ke dalam Bahasa Indonesia. Hingga batas yang ditentukan, pemohon tidak bisa memenuhi syarat tersebut.
Sebelumnya, Sigit mengaku memang tidak ada perundang-undangan yang mengatur terkait penggantian identitas kelamin. Tapi pihaknya mengaku secara fakta ada dua yang dipertimbangkan. Pertama, memang benar-benar memiliki kelamin ganda. Itu terdapat dalam Islan, yang mana saat kecil tumbuh dua kelamin. Seiring waktu satunya lama-lama hilang, dan satunya tumbuh atau mendominasi.
Yang kedua, lanjut Sigit, ada juga ganti kelamin karena motifnya penampilan, seperti di negara Thailand. Pihaknya juga menampik dugaan tudingan PN Surabaya mendukung LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Menurutnya, secara Islam memang ada hal seperti itu, dan harus dikabulkan (sesuai pertimbangan Hakim).
Dalam hal ini Hakim mendengar saksi ahli bidang agama, kedokteran, psikologi, psikiatri bahkan ahli pemuka tokoh masyarakat.
“Bukan LGBT. Di Islam itu ada. Namanya khuntsah atau wandu, dimaksud dalam Islam adalah individu yang benar-benar memiliki alat kelamin ganda, bukan kepribadian ganda, itulah mereka yang memiliki syariat tersendiri dalam Islam,” bebernya beberapa waktu lalu. [bed]

Tags: