AKI dan AKB di Kabupaten Probolinggo Menjadi PR

AKI dan AKB di Kabupaten Probolinggo Menjadi PR

Probolinggo, Bhirawa
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Probolinggo, masih cukup tinggi. Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE saat melakukan audiensi dengan para dokter spesialis yang ada di Kabupaten Probolinggo menyebut hingga akhir Oktober 2018, sudah ada 8 ibu meningal saat melahirkan dan 227 bayi meninggal. Kasus itu pun jadi yang tertinggi se-Jawa timur.
Kegiatan yang dilaksanakan di ruang kerja Bupati Probolinggo di Kantor Bupati Probolinggo ini diikuti oleh para dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak dan dokter umum yang ada di Kabupaten Probolinggo. Yakni, dr Yessy Rachmawati SpOG, dr Alam S Hidayat, SpOG, dr. Donny Rahadianto SpOG, dr Ayu R, SpOG, dr Amalia, SpOG, dr Catur Prangga Wardana, Sp.A dan dr Made Suderata SpA.
Selain Bupati Tantri, audiensi bersama dokter spesialis di Probolinggo ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo dr Shodiq Tjahjono dan Direktur RSUD Waluyo Jati Kraksaan dr. Endang Asutui.
“Kegiatan ini berawal dari keprihatinan saya sebagai kepala daerah. Tetapi prihatin saja tidak cukup. Karena butuh gerakan yang konkrit terkait gerakan dan issu di Kabupaten Probolinggo,” kata Bupati Tantri., Rabu (14/11).
Terkait angka kematian ibu dan bayi, Bupati Tantri menyampaikan agar hendaknya menjadi PR bersama. “Saya ingin menampung aspirasi dokter spesialis sekalian yang bergelut berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai pemegang kebijakan anggaran mampu memfasilitasi kegiatan yang ada di masyarakat sehingga AKI dan AKB mampu kita tekan. “Kami sebagai pemimpin kebijakan yang efektif utk menekan angka kematian ibu dan bayi,” jelasnya.
Bupati Tantri meminta agar segera dikaji dan disusun terkait Satgas Penakib. Yang jelas ada program dan sistem yang konkret sehingga mampu mengakomodir para spesialis dan berkontribusi bagi seluruh pihak yang berwenang untuk memberikan pendekatan terhadap semua permasalahan.
“Nanti bisa berkomitmen bersama siapa berbuat apa. Sehingga setiap permasalahan AKI dan AKB sama-sama bisa diminimalisir,” paparnya.
Bupati Tantri, menyayangkan jumlah kasus kematian ibu dan bayi di kabupaten yang jadi tertinggi se-Jawa Timur. Menurutnya, ada sejumlah kasus bayi meninggal secara konyol. Yakni, karena ketelodoran orang tuanya.
Tantri mencontohkan, ada bayi yang meninggal karena dijemur terlalu lama, sehingga gosong. Bayi itu pun akhirnya meninggal dunia. Ada juga bayi meninggal karena dibawa ke tempat keramaian. Padahal, kondisi bayi disebutkan sangat rentan dan berisiko tinggi bila dibawa ke keramaian. Sebab, bayi memiliki kekebalan tubuh sangat rendah.
“Ini harus jadi perhatian serius. Bidan di desa dan petugas kesehatan lainnya harus lebih intens dan efektif memberikan sosialisasi kesehatan keluarga dan gizi masyarakat. Supaya kejadian konyol itu tidak terulang,” tegasnya.
Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr Shodiq Tjahjono mengatakan setiap menemukan ibu hamil maka pihak kesehatan akan langsung melakukan screening. Terlebih di RSUD Waluyo Jati Kraksaan sudah dilengkapi CD4 dan puskesmas Antiretroviral therapy (ART).
“Kita sudah berusaha untuk menjaring penderita HIV. Mulai pencegahan sampai pengobatan. Hanya saja bidan-bidan yang bisa menangani masih belum maksimal. Oleh karena itu nantinya akan ada program bidan magang di rumah sakit,” terangnya.
“Hingga akhir Oktober kemarin ada 8 ibu yang meninggal dan 227 bayi meninggal. Kasus bayi meninggal itu lebih tinggi dibanding tahun kemarin yang hanya 190 bayi dari sekitar 19 ribu kelahiran,” ujarnya.
Shodiq menjelaskan, untuk kasus kematian ibu, tahun ini sudah cukup baik. Namun, ternyata jumlah 8 kematian ibu itu jika dipersentase, menjadi 14,52 persen dari 1.000 kelahiran. Sedangkan, pihaknya menarget tahun ini setidaknya 12 persen dari 1.000 kelahiran. “Ibu meninggal saat melahirkan paling banyak ada di (Kecamatan) Paiton, 2 kasus. Selebihnya ada di (Kecamatan) Bantaran, Banyuanyar, Gending, Kraksaan, Tiris, dan Krejengan,” jelasnya.
Sedangkan kasus kematian bayi dikatakan Shodiq, dari data Dinkes paling banyak di Kecamatan Sumberasih, ada 14 kasus. Tertinggi kedua di Kecamatan Tongas, 11 kasus. Sementara Kraksaan yang menjadi ibu kota Kabupaten Probolinggo, ada di urutan ke tujuh dengan jumlah 9 kasus kematian bayi. “Kondisi ini harus menjadi perhatian lebih. Supaya tahun depan paling tidak kembali sama dengan tahun kemarin,” harapnya.
Soal faktor dominan kasus kematian ibu, dikatakan Shodiq, penyakit nonkehamilan. Maksudnya, ibu yang melahirkan memiliki penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit lainnya yang menjadi penyebab meninggalnya ibu saat proses melahirkan. Sedangkan, penyebab tertinggi kasus kematian bayi, didominasi berat bayi lahir rendah (BBLR) dan bawaan lahir, ungkapnya.
Biasanya bayi yang memiliki kasus BBLR itu diakibatkan kurangnya gizi pada ibu yang melahirkan. Paling banyak kasus AKB itu karena BBLR. Berat bayi ideal saat lahir 2.500 gram. Pihaknya sudah berupaya memeriksa kesehatan ibu hamil melalu puskesmas. Itu, sebagai upaya mencegah kematian ibu saat melahirkan, tambahnya.(Wap)
Foto: Prihatin AKI dan AKB bupati Tantri audensi dengan dokter spesialis.

Tags: