Akibat Medsos, dan Keluarga Tak Harmonis Picu KDRT – Perceraian

Komunitas kaum perempuan di Kab Sidoarjo, diundang oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam kegiatan Diseminasi UU tentang penghapusan KDRT. [alikus/bhirawa].

Sidoarjo, Bhirawa
Kabupaten Sidoarjo dipilih oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi tempat kegiatan Diseminasi undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT), nomor 23 tahun 2004, sebagai upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga sejak dini.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Prof dr Venetia R Danes, yang hadir langsung dalam pembukaan kegiatan yang diselenggarakan di Sun Hotel, Sidoarjo, Selasa (10/3) kemarin, mengatakan kasus KDRT perempuan dan anak, di Kab Sidoarjo dianggap cukup tinggi.
Data yang ia sebutkan, pada tahun 2017 lalu sebanyak 185 kasus, tahun 2018 sebanyak 170 kasus dan 2019 menurun 155 kasus.
“KDRT itu bisa menimbulkan korban jiwa,” katanya, dihadapan seratusan undangan yang diantaranya berasal dari kalangan organisasi perempuan di Sidoarjo, OPD terkait di Sidoarjo, karang taruna, pasangan muda di Sidoarjo, PMI dan Polresta Sidoarjo.
Adanya data-data tentang kasus KDRT di Kab Sidoarjo tersebut, menurut Venetia, sudah harus ada solusinya. Dirinya menegaskan terjadinya kasus KDRT bisa dicegah dari sejumlah pihak. Misalnya dari segi peningkatan pendidikan, SDM, budaya dan agama.
Ia mengatakan kasus KDRT jenisnya bermacam-macam. Siapa saja bisa tertimpa. Dulu kasus KDRT dianggap aib dan masalah pribadi. Sehingga selalu ditutup-tutupi.
Tetapi menurut ia, sekarang tidak lagi. Karena kasus KDRT sekarang menjadi urusan negara. Karena sudah ada UU nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT.
Sementara itu, menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan , Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kab Sidoarjo, Evi Rupitasari SH, di era digitalisasi saat ini, kasus perceraian dan KDRT, di Kab Sidoarjo selain akibat masalah klasic seperti ekonomi, tidak lagi harmonis, juga dikarenakan penggunaan media sosial (Medsos) yang tidak sehat dan tidak bijaksana.
Modusnya dengan memakai Medsos seperti WA, face book dan sebagainya itu, salah satu pihak janjian dengan orang ketiga, sehingga rumah tangga tidak harmonis lagi.
Perempuan yang melapor di unit pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak (UPT PPA) milik Dinas P3AKB Kab Sidoarjo itu, kata Evi terus meningkat. Pada tahun 2018 ada sebanyak 60 orang, dan pada tahun 2019 lalu ada sebanyak 73 orang.
“Saat ini masyarakat berani melapor, karena di lembaga ini ada upaya pendampingan, mediasi bila ada kasus KDRT. Namun dulu masih enggan melapor,” kata Evi, dalam kesempatan yang sama.
Dirinya mengatakan sejak tahun 2018 lalu, keberadaan UPTD PPA Sidoarjo itu dilegalkan dengan Perbup nomor 97 tahun 2018. Sehingga masyarakat semakin percaya dengan pelayanan di lembaga tersebut. (kus)

Tags: