Akreditasi Sekolah di Dominasi Predikat B

Ketua BAP S/M Jatim, Prof Roesmaningsih

BAP S/M Jatim, Bhirawa
Akreditasi menjadi tolak ukur penilaian bagi sekolah telah memenuhi standart pendidikan. Dari data yang diberikan BAP Jatim, ada sebanyak 30 persen sekolah memperoleh status akreditasi A, 60 persen memperoleh akreditasi B, 10 persen sekolah dengan status akreditasi C, dan 0,04 sekolah dengan status tidak terakreditasi. Data akreditasi tersebut diperoleh dari seluruh jenjang pendidikan yang ada di Jatim
Ketua BAP S/M Jatim, Prof Roesmaningsih menuturkan ada kebijakan baru dalam proses akreditasi tahun ini. Di mana sebelumnya penilaian terfokus pada complaiyer yaitu berdasar pada standart isi (kurikulum), sarana prasarana, penilaian dan pembiayaan.
Berbeda dengan tahun ini yang lebih terfokus pada performance sekolah baik dari sisi pengajar maupun kegiatan belajar mengajar. Sehingga, diharapkan setiap lembaga pendidikan sebelum melakukan proses akreditasi atau reakreditasi juga harus memperhatikan unsur-unsur pendukung yang termuat dalam delapan standart pendidikan. Akan tetapi, pada dasarnya jika dilihat dari kualitas sekolah, ada yang lebih bagus juga ada yang menurun (secara performance) di banding tahun lalu.
“Masyarakat tidak faham bahwa orientasi akreditasi ini berbeda dengan sebelumnya. Jadi ada hal-hal yang memang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan,”ungkap dia ditemui Bhirawa di ruang kerjanya, Kemarin Selasa (2/7).
Sehingga, tidak heran jika status akreditasi B lebih banyak dibandingkan status akreditasi A. sebab, ada pergeseran aspek penilaian tersebut juga berdampak pada skor minimum penilaian dalam akreditasi. Kebijakan itu sudah diterapkan sejak tahun 2018 untuk skor minimum status akreditasi A atau unggul adalah 91. Sedangkan untuk skor minimum akreditasi B dan C masing-masing adalah 75 dan 65.
“Jadi kalau ada yang menyebut ada peningkatan skor akreditasi yang sebelumnya B dengan skor 88 naik dua poin ke skor 90 ini tetap terakreditasi B. karena ada perubahan skor minimum itu,”ungkap dia.
Misalkan, sekolah yang unggul di kegiatan OSIS, juga harus ada bukti kegiatan kinerjanya yang juga dibuktikan dengan trophy dan sertifikat. Namun, dikatakan Prof Roesmaningsih hal itu sering luput dari perhatian masyarakat. Padahal juga menentukan proses akreditasi.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan akreditasi A, pihaknya menuturkan jika lembaga pendidikan harus mampu membangun budaya mutu secara konsisten. Memperbaiki standart yang lemah dan tertib dalam proses administrasi. Evaluasi diri juga dibutuhkan untuk mengetahui kekurangan lembaganya.
“Terkadang mereka itu tidak memperhatikan hal-hal kecil seperti tropi, sertifikat, dokumentasi kegiatan dalam kurun waktu lima tahun. Ini masih dianggap remeh oleh mereka (lembaga pendidikan). Padahal ini penting untuk proses akreditasi mereka,”tegas dia.
Untuk meningkatkan status akreditasi sekolah tugas pemerintah untuk mengajak pengawas dalam melalakukan pendampingan khusus bagi sekolah. Dengan begitu delapan standart pendidikan, seperti standart isi, standart SKL, standart proses, standart pendidik dan tenaga kependidikan, standart pengelolaan, standart sarpras, standart pembiayaan, dan standart penilaian (evaluasi siswa) untuk peningkatan kualitas mutu sekolah bisa tercapai.
“Delapan standart ini sangat berkaitan. Jika sekolah lemah di satu standart bisa mengoptimalkan di standart yang lain,”pungkas dia.

Akreditasi Imbas
Terpisah, Plt Kepala Dindik Jatim, Hudiyono menuturkan jika pihaknya akan membuat program akreditasi imbas untuk meningkatkan akreditasi A bagi sekolah-sekolah yang masih terakreditasi B atau C. pada pelaksanaannyam sekolah yang terakreditasi A atau unggul wajib memberikan transfer manajemen, informasi, kearsipan dan semuanya yang dilakukan komunikasi.
“Bahkan lab sekolah yang mengimbas ini bisa dimanfaatkan untuk peningkatan mutu guru. Jadi memang ada pendampingan dari sisi managemen sekolah,”tuturnya.
Akreditasi sekolah, dikatakan Hudiyono penting dilakukan untuk mlihat parameter mutu sekolah. Apalagi untuk meraih akreditasi A, komponen kelengkapan, perencanaa dan kesiapan dokumen dinilai. Pihaknya juga mengupayakan adanya peningkatan. Meski begitu, Hudiyono menilai masalah yang dihadapi sekolah selama ini adalah bagaimana sekolah secara adminsitrasi bisa rapi. Ada dokumen yang mengarsip setiap kegiatan di sekolah.
“Jadi upaya kedepan apa yang dilaksanakan harus tercatat, apa yang tercatat harus dilaksanakan. Selain itu, manajemen dalam pelaksanaan juga sangat penting terkait regulasi dan hasilnya.”ucapnya. [ina]

Tags: