Akreditasi SPK Tunggu Kejelasan Instrumen

Akreditasi Surabaya, Bhirawa
Pemerintah melalui Badan Akreditasi Nasional (BAN) telah menerapkan kewajiban untuk melaksanakan akreditasi bagi Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK) tahun ini. Hanya saja, lembaga pendidikan yang semula berlabel sekolah internasional ini belum mendapatkan kepastian terkait informasi resmi maupun instrument penilaian standar.
Ketua Paguyuban SPK Jatim Gatot Samuel menuturkan, pelaksanaan akreditasi untuk jenjang TK dan play group tahun ini telah berjalan. Namun, untuk jenjang SD, SMP dan SMA sampai saat ini belum ada informasi resmi termasuk instrument yang akan digunakan untuk penilaian.
“Untuk mempersiapkan itu, kami sementara akan merujuk ke Permendikbud 31 tahun 2014 sebagai acuan penyelengaraan dan pengelolaan SPK,” tutur Samuel dikonfirmasi kemarin, Senin (31/7).
Pria yang juga Kepala TK dan SD Ciputra itu mengakui, penilaian standar isi menjadi tantangan tersendiri dalam proses akreditasi. Hal itu khususnya untuk implementasi tiga mata pelajaran wajib di SPK. Antara lain pendidikan keagamaan, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa Indonesia.
“Memang ini tantangan, tapi karena menjadi kewajiban. Maka tetap kita sesuaikan dengan kemampuan anak,” tutur Samuel. Sebab, lanjut dia, di sekolah internasional tidak hanya menerima siswa dari dalam negeri. Kendati jumlahnya rasionya kecil, siswa asing tetap ada di tiap kelas.
Menurut Samuel, tidak ada perbedaan dalam standar kompetensi mapel wajib di SPK maupun sekolah nasional. Karena pada akhirnya, siswa SPK juga akan mengikuti (Ujian Nasional) UN yang salah satunya juga terdapat mapel Bahasa Indonesia. “Kecuali untuk siswa asing kita akan menyesuaikan kondisi riil peserta didik,” tandasnya.
Samuel mengakui, SPK sejatinya merupakan lembaga pendidikan yang semula telah melalui akreditasi. Karena syarat pendirian adalah adanya kerjasama yang dibangun antara lembaga pendidikan Indonesia dengan lembaga pendidikan asing. “Akreditasi kan untuk penilaian standar SPK. Jika sudah terakreditasi ini akan menjadi dokumen untuk melaksanakan UN,” tutur dia.
Kendati sebelumnya, lanjut dia, SPK juga sudah bisa menggelar UN sendiri. Dasarnya ialah, Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Kemendikbud tentang UN bagi  peserta didik SPK. Dalam SE tersebut, siswa berstatus warga negara Indonesia wajib mengikuti UN.
Samuel berharap, dengan adanya akreditasi ini, pemerintah diharapkan dapat mengakomodir keunikan masing-masing SPK. Karena dari awal SPK memang berbeda karena ada kerjasama dengan lembaga pendidikan asing. “Sejauh ini Permendikbud 31 sudah mewadahi kepentingan SPK. Cuma pelaksanaan di lapangan butuh waktu agar semua pihak bisa saling memahami dan bekerjasama dengan baik,” tandasnya.
Sekretaris Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) Muji Raharjo menegaskan, dalam waktu dekat akan memanggil seluruh penyelenggara SPK. Hal ini dilakukan untuk menyamakan persepsi terkait dengan adanya kewajiban akreditasi yang harus dilakukan. “Apa letak pembedanya dalam akreditasi ini akan kita jelaskan semuanya,” tutur Muji.
SPK semula tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti UN. Justru melalui akreditasi ini, kata Muji, pemerintah tengah berupaya mengakomodir kepentingan-kepentingan SPK. “SPK dengan kurikulum asing itu dulu mau ikut UN boleh tidak juga boleh. Mengajarkan mapel wajib tidak apa-apa, tidak juga tidak apa-apa,” kata dia.
Saat ini, melalui akreditasi pemerintah ingin melihat implementasi SPK dalam melaksanakan pendidikan khas Indonesia. “Itu latar belakangnya mengapa pemerintah Indonesia mengatur. Karena di SPK, ada anak-anak Indonesia yang juga harus mengetahui Indonesianya, panca sila, lagu Indonesia raya. Karena kita ini menyiapkan generasi,” pungkas dia. [tam]

Tags: