Aksi Karyawan RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang Dijamin UU

Direktur RSUD Kanjuruhan Kepanjen, Kab Malang diganti, membuat karyawan lakukan aksi agar direktur lama dipertahankan hingga tahun 2020

Kab Malang, Bhirawa
Aksi penggalangan tandatangan yang dilakukan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, terkait digantinya Direktur RSUD Kanjuruhan setempat drg Mahendrajaya, yang kini jabatan direktur tersebut diganti oleh dr Abdurahman, setelah Plt Bupati Malang HM Sanusi melantik Direktur RSUD Kanjuruhan baru, pada 31 Mei 2019.
Menurut, aktivis buruh dari Serikat Buruh Sosialis Indonesia (SBSI) Malang Syafril M, Minggu (16/6), kepada Bhirawa, aksi yang dilakukan karyawan RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang, hal itu telah dijamin oleh regulasi yakni Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti pada pasal 1 angka 23 sudah disebutkan bahwa aksi umjukrasa (unras) atau mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
Dan mogok kerja itu sendiri, lanjut dia, sudah diatur pada pasal 137 sampai pasal 145 UU Nomor 13 Tahun 2003. Selain itu, juga diatur Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmennakertrans) Nomor 232/MEN/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah. “Sehingga Aparatur Sipil Negara (ASN) atau bukan, jika melakukan unras dan mogok kerja tetap mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003, pasal 139 tentang Hukum Hubungan Industrial,” terangnya.
Sehingga, kata Syafril, siapa pun yang tidak termasuk dalam bidang atau hal hubungan industrial, bahkan anggota DPRD sekalipun dilarang ikut campur. Dan memang jika memaksa, maka akan ada konsekwensi hukumnya. Namun, jika ada yang berusaha menghalangi aksi-aksi buruh yang sah, yang bersangkutan dapat diancam pidana penjara, sebagaimana dinyatakan Pasal 143 jo Pasal 185 UU Ketenagakerjaan dengan ancaman empat tahun pen jara dan denda minimal Rp 400 juta.
“Karena di dalam UU Nomor 13/2003 disebutkan bahwa DPRD bukan lembaga yang syah, dalam menangani persoalan hubungan industrial. Bahkan ikut berbicarapun tidak diperbolehkan, kecuali sebatas sebagai juru tulis hasil notulensi perundingan bipartit,” tegasnya.
Selain itu, Syafril juga menjelaskan, dalam UU Nomor 21 Tahun 2000 dan UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Kerja, maka
Aksi buruh yang sah secara konstitusi dibe narkan UU, dan tidak boleh dihalangi maupun dilarang oleh siapapun, termasuk pemerin tah dan aparat penegak hukum serta pengusaha.
Sedangkan terkait masalah tuntutan yang di inginkan oleh para karyawan RSUD Kanjuruhan, maka harus secepatnya difasilitasi agar tidak berlarut larut, agar masyarakat Kabupaten Malang yang berobat tidak terlantar, dan bisa dilayani dengan baik. “Dan jika ada Anggota DPRD Kabupaten Malang ikut campur dalam aksi unras karyawan RSUD Kanjuruhan Kepanjen, tentunya dalam UU sudah dilarang ikut campur, apalagi melakukan intervensi kecuali sebatas memfasilitasi,” tandasnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Malang Nurman Ramdansyah mengatakan, aksi penggalangan tandatangan agar jabatan Direktur RSUD Kanjuruhan Kepanjen tetap dipertahankan hingga tahun 2020, dan menolak dirut baru, hal ini syah-syah saja, asalkan tidak melanggar peraturan ASN. “Tapi jangan sampai ada yang melanggar ketentuan kepegawaian,” tegasnya.
Sedangkan melanggar aturan itu, lanjut dia, adalah aksi karyawan RSUD Kanjuruhan mogok kerja sampai melakukan perusakan aset rumah sakit. Sehingga jika itu dilakukan, maka mereka akan kita kenakan sanksi. Sebab munculnya aksi karyawan RSUD itu, karena adanya mutasi jabatan yang dilakukan Plt Bupati Malang, pada 31 Mei 2019. [cyn]

Tags: