Aksi Mahasiswa Tolak UU MD3 di Surabaya Berakhir Ricuh

Sejumlah mahasiswa melakukan demo untuk menolak pengesahan UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 di gedung DPRD Surabaya, Senin (26/2).[trie diana/bhirawa]

DPRD Surabaya, Bhirawa
Penolakan terhadap pengesahan UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) terus berlanjut. Kali ini aksi dilakukan Jaringan Mahasiswa Pejuang (JMP) di depan gedung DPRD Surabaya dan berakhir ricuh, Senin (26/2).
Kericuhan bermula ketika para mahasiswa berusaha menerobos masuk ke dalam gedung dewan. Pantauan di lokasi, aksi yang digelar sekitar 200 mahasiswa yang berasal dari sejumlah organisasi mahasiswa ekstra kampus (Ormek) sebenarnya berlangsung dengan tertib. Para mahasiswa meminta anggota DPRD Surabaya turun dan menandatangani petisi yang telah disediakan.
Karena di gedung legislatif sedang banyak kegiatan, akhirnya hanya Wakil Ketua DPRD Masduki Toha yang turun menemui mereka. Selain memberikan tanda tangan, dalam pernyataannya Masduki juga mendukung penolakan beberapa pasal dalam UU MD3.
Bukannya langsung membubarkan diri setelah pernyataan Masduki, para mahasiswa tetap melanjutkan aksinya karena ingin ditemui seluruh anggota dewan. Mereka tidak mau jika pernyataan sikap legislatif hanya diwakili satu orang saja.
Sambil menunggu kedatangan 50 anggota dewan para mahasiswa kembali menggelar orasi. Dalam orasinya, mereka meminta dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terutama untuk pasal-pasal yang dinilai telah menciderai demokrasi.
“Kita meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu untuk merevisi pasal yang membuat risau. Ini kegelapan demokrasi,” ujar salah satu orator.
Suasana mulai memanas ketika 50 anggota dewan yang ditunggu tidak kunjung datang. Puncaknya, ketika peserta aksi memaksa masuk halaman gedung DPRD Surabaya.
Aksi saling mendorong sempat terjadi antara para mahasiswa dengan pihak kepolisian dan petugas pengamanan dalam (Pamdal). Puncaknya, saat ada beberapa mahasiswa yang berusaha menerobos masuk pagar gedung dewan.
Ada satu mahasiswa yang berhasil masuk halaman gedung DPRD. Namun tidak berselang lama, yang bersangkutan langsung berhasil diamankan oleh aparat kepolisian.
Melihat temanya diamankan oleh aparat kepolisian, salah satu mahasiswa berusaha masuk untuk menyelamatkannya. Apes baginya, begitu memasuki halaman gedung dewan ia langsung dihadang oleh beberapa Pamdal.
Tidak hanya ditangkap, mahasiswa tersebut juga harus menerima sejumlah pukulan dari Pamdal. Selanjutnya, keduanya langsung diamankan ke dalam gedung dewan.
Sementara Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Toha saat ditemui mengaku tidak bisa memenuhi tuntutan peserta aksi yang menginginkan ditemui oleh 50 anggota dewan.
“Mereka meminta ditemui seluruh anggota dewan. Kan kiamat jika seperti itu. Bagaimana caranya,” kata Masduki.
Menurut Masduki, dalam iklim demokrasi seperti sekarang sebenarnya aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa merupakan hal yang wajar. Masalahnya, peserta aksi tidak mau jika hanya ditemui perwakilan anggota dewan.
Masduki juga merasa dibohongi oleh peserta aksi kali ini. Sebab dalam aksi sebelumnya, mahasiswa mengancam akan membawa massa yang lebih banyak jika dia tidak mau menandatangani petisi penolakan UU MD3.
“Makanya tadi saya agak marah ke mereka. Saya sudah tanda tangan kok sekarang bawa massa lebih banyak. Ini kan kebalik,” sesalnya.
Masduki Toha menuturkan sebenarnya juga sependapat dengan tuntutan dari para mahasiswa. Secara pribadi tidak sepakat dengan adanya hak imunitas bagi anggota legislatif.
Oleh karena itu, politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengajak peserta aksi bersama-sama mengirimkan faks ke DPR RI. Cara itu sebagai bentuk penolakan keberadaan pasal 245 ayat 1 dalam UU MD3. Apalagi, Presiden sebelumnya juga menyatakan tidak akan mengeluarkan Perppu. [gat]
Beberapa Pasal di UU MD3 yang Membuat DPR Kian Tak Tersentuh
-Kewenangan DPD dalam mengevaluasi Perda. Ketentuan ini dinilai bakal bertabrakan dengan UU Pemda yang sebelumnya memberikan kewenangan tersebut ke jajaran eksekutif. Dalam UU MD3 pasal 249 ayat 1 huruf J disebutkan bahwa DPD berwenang dan bertugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas Raperda dan Perda.
-Pasal lain yang tergolong kontroversial adalah kewenangan DPR untuk mempidanakan para pengkritiknya. Dalam pasal Pasal 122 huruf K UU MD3 disebutkan DPR bisa mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Pasal ini dinilai bakal membuat DPR maupun anggotanya bisa bertindak otoriter.
-Pasal 245 yang merupakan tambahan, adalah pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis Presiden dan pertimbangan MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan).

Tags: