Aktivis LMND Lamongan Demo Pendidikan Mahal

Puluhan aktivis yang tergabung dalam organisasi Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) saat menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Pendidikan (disdik) Kabupaten Lamongan, Selasa (27/10).

Puluhan aktivis yang tergabung dalam organisasi Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) saat menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Pendidikan (disdik) Kabupaten Lamongan, Selasa (27/10).

Lamongan, Bhirawa
Puluhan aktivis yang tergabung dalam organisasi Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Pendidikan (disdik) Kabupaten Lamongan, Selasa (27/10). Mahalnya biaya pendidikan di Kabupaten Lamongan menyebabkan mereka lantang dalam menyuarakan empat  tuntutanya kepada Dinas Pendidikan Lamongan.
Empat tuntutan tersebut antara lain penghapusan pungutan liar di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Lamongan, meminta Pemerintah Daerah (pemda) untuk mencentuskan peraturan daerah (perda) pendidikan gratis, menghapus biaya tambahan (LKS, buku, biaya ekstrakurikuler) yang memberatkan siswa dan wali siswa serta meminta Disdik untuk melaksanakan trisakti di dunia pendidikan. “Kita ingin menyuarakam satu hal, pendidikan gratis untuk masyarakat tidak mampu di Lamongan. Pendidikan mahal sudah menjadi realitas di Indonesia,” kata Arif Hidayat Humas aksi.
Lebih lanjut, ia menuturkan, biaya sekolah yang ada di Kabupaten Lamongan untuk SPP di tingkat SMP dan SMA tidak wajar. “SM, SPP sebesar Rp 200 ribu-250 ribu dan uang gedung Rp 2.500.000 – Rp3 juta,” katanya.
Arif menambahkan, di SD, dan sekolah menengah juga ada pugutan dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) sebesar Rp 4 ribu sampai Rp 5 ribu per buku. “Seharusnya pemerintah daerah tegas menyikapi ini, dengan membuat perda pendidikan gratis,” tandasnya.
Usai melakukan unjukrasa menuntut perbaikan sistem pendidikan di Kabupaten Lamongan, massa aksi yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menyerahkan temuan praktik pungutan liar di beberapa sekolah kepada Dinas Pendidikan.
Sebanyak empat orang perwakilan LMND menemui Kepala Dinas Pendidikan Bambang Kustiono untuk menyampaikan temuannya di lapangan. “Kami menemukan pungutan liar, biaya SPP tinggi, LKS dan segala macamnya. Padahal ini ada siswa tidak mampu tapi tetap diwajibkan,” ujar Harianto, mewakili rekan-rekannya.
Yang lebih mengejutkan, ia membeberkan ada pungutan dalam bentuk pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dilakukan paguyuban UPT Dinas Pendidikan Kecamatan. “LKS di drop paguyuban lagi, diwajibkan untuk membeli. Padahal dari sekolah juga sudah ada kewajiban membeli LKS,” bebernya.
Merespon laporan dari aktivitas LMND, Bambang Kustiono menyampaikan, terkait dengan LKS, hal tersebut merupakan kewenangan dari pihak sekolah. “LKS itu urusan sekolah. Kalau tidak mampu akan kita akomodir. Kita komunikasikan dengan sekolah,” sambung dia.
Sedangkan mengenai adanya beberapa pungutan, Bambang mengatakan akan melakukan penyelidikan. “Memang ada pungutan tapi mekanismenya jelas, dasar hukumnya ada,” tegasnya. [mb9]

Tags: