Akur “Cicak dengan Buaya”

Cicak ddan BuayaKomisioner KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah akur dengan Polri? Setidaknya situasi itu tergambar pada lawatan lima komisioner ke Mabes Polri (Selasa 5 Januari 2016). Ke-akur-an KPK – Polri, bagai “kado” penegakan hukum nasional. Sekaligus meng-akhiri perseteruan antara “cicak dengan buaya,” yang telah berlangsung sekitar 6 tahun. Akur-nya KPK-Polri bisa memberi harapan pemberantasan korupsi.
Tetapi ada pula yang meragukan ke-langgeng-an akur KPK dengan Polri. Ada pula yang gundah. Alasannya, dengan akur itu, dua institusi (KPK dan Polri) akan memperoleh ke-manja-an situasi. Sehingga dikhawatirkan, kedua institusi tidak independen menjalankan fungsinya. Namun seluruh kekhawatiran akan sirna manakala keduanya padu dalam penegakan hukum. Terutama dalam kasus ekstradisi koruptor (melalui fasilitas interpol) yang melarikan diri ke luar negeri.
Akur KPK dengan Polri, diharapkan menghentikan perseteruan lama. Satu pihak harus menghentikan ancam lama melalui “tipikorisasi.” Pihak seteru yang lain harus pula menghentikan serangan “kriminalisasi.” Bahkan harus saling bahu-membahu. Tak terkecuali mengurus internal affairs, terhadap personel kedua institusi yang menyimpang. Juga harus saling membela, manakala revisi UU (Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK) terasa mem-preteli kewenangan KPK, dan menambah beban Polri.
Setelah terbentuk komplet lagi, KPK jilid IV, mulai merajut kerjasama dengan berbagai piahk. Terutama dengan “teman terdekat,” korps kepolisian RI. Karena Polri, mensuplai SDM (sumberdaya manusia) paling vital untuk melaksanakan tupoksi KPK. Yakni, tenaga penyidik. KPK akan kelimpungan manakala Polri menghambat suplai SDM penyidik. Seperti pernah dirasakan oleh KPK periode terdahulu (jilid III dan jilid IV).
Harapan masyarakat untuk memberantas korupsi (secara bertahap) membara lagi. Walau komisioner saat ini didominasi personel dengan keahlian pencegahan, singkatan KPK tidak boleh berubah menjadi “Komisi Pencegahan Korupsi.” Operasi tangkap tangan (OTT) sebagai simbol kinerja KPK mestilah ditingkatkan. Komisioner baru (jilid IV) mesti berupaya memperoleh dukungan masyarakat, serta korps penegak hukum lainnya.
Dalam hal OTT, mestilah tidak pandang bulu, dan tetap independen. Ini akan menjadi pengungkit partisipasi pembelaan masyarakat terhadap KPK. Sedangkan dalam upaya pencegahan tipikor, mesti dilakukan lebih sistemik. Diperlukan kerjasama luas untuk membangun pakta integritas. Perlu dijalin kerjasama dengan sektor pendidikan, untuk menjadikan gerakan anti-korupsi sebagai kurikulum. Generasi penerus, mesti dikenalkan dengan (dampak) daya rusak korupsi.
Sebagaimana bunyi konvensi PBB (United Nations Convention Against Corruption), tahun 2003, tentang korupsi. Pada mukadimah dinyatakan: “Prihatin atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum.”
Artinya, seluruh dunia men-dendam terhadap korupsi, dianggap lebih kejam dibanding terorisme. Juga lebih dahsyat (daya rusaknya) dibanding bencana alam. Maka memberantas korupsi harus pula menggunakan “pedang” sosial. Koruptor seyogianya diasingkan. Dianggap bagai pengidap penyakit menular yang akut. Hukuman sosial memiliki efek lebih menjerakan, dibanding penjara 10 tahun ditambah denda milyaran rupiah.
Denda yang lazim disertakan dalam amar putusan hakim tipikor, biasanya tidak serta-merta me-miskinkan koruptor. Buktinya, banyak anak koruptor masih bisa masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) melalui jalur mandiri, dengan menyetor sumbangan sampai Rp 500 juta. Bahkan bisa kuliah di luar negeri dengan biaya mahal. Lebih lagi setelah bebas menjalani hukuman, mantan narapidana koruptor masih nampak disegani karena kekayaannya.
Tetapi memberantas korupsi tak mungkin hanya dilakukan oleh KPK maupun oleh Kepolisian. Dengan hukuman terberat (mati) sekalipun. Harus ada “gropyokan” memberantas korupsi, mulai dari keluarga wajib dibiasakan anti-korupsi.

                                                                                                         ———- 000 ———–

Rate this article!
Tags: