Akur Piala Gubernur

Liga-1 sepakbola Indonesia, belum dimulai, tetapi persiapan klub sudah panas. Pelatih dan “super star” nampak aktif di lapangan basecamp klub. Ternyata, pertandingan sepakbola Piala Gubernur (Jawa Timur), tidak dianggap sepele. Melainkan dijadikan “starting point” ajang nasional, Liga-1. Diikuti 8 klub Liga-1 (dan 1 klub asal Malysia, Sabah FA), Piala Gubernur perlu menjadi ajang persahabatan. Terutama permufakatan pengelolaan suporter.
Klub peserta ajang Piala Gubernur 2020, bukan ecek-ecek. Seluruhnya memiliki nama besar, sekaligus pernah menjuarai kompetisi nasional. Persija, misalnya, pernah meraih double winner (juara Liga-1 sekaligus juara Piala Presiden) tahun 2018. Begitu pula Arema FC, juara Piala Presiden tahun 2017, dan 2019, plus pernah juara Piala Gubernur tahun 2013. Sedangkan Bhayangkara FC menjadi juara Liga-1 tahun 2017.
Persik (Kediri) walau baru akan masuk Liga-1 (setelah juara Liga-2), sebenarnya juga pernah menjuarai kompetisi liga nasional tahun 2006. Pada papan Liga-1 2019, peserta Piala Gubernur menempati peringkat runner-up (Persebaya), disusul Bhayangkara FC (ke-4), dan Madura United (ke-5). Sedangkan Arema FC (ke-9), Persija (ke-10), dan Persela (Lamongan) peringkat ke-11. Selisih poin hanya beda tipis. Menunjukkan kekuatan di lapangan yang setara.
Realita pertandingan juga sangat ketat. Misalnya, Persik dikalahkan Persebaya dengan skor 3-1. Sedangkan Persebaya dikalahkan Bhayangkara FC (1-0). Namun Bhayangkara FC bisa dikalahkan Persik, dengan angka telak 3-0. Tetapi Persebaya memastikan masuk semi final setelah menambah 3 poin dari Madura United. Pada grup B, Persija, dan Arema FC, juga melaju ke semifinal. Setelah Persela, dan Sabah FC, dua kali kalah.
Kemenangan dalam suatu pertandingan, menjadi keniscayaan. Secara akumulatif akan tercatat sebagai prestasi. Namun ajang Piala Gubernur, bukan hanya mengukir prestasi. Melainkan menggalang persahabatan, terutama “melatih” suporter, yang masih perlu dicerdaskan. Terutama pada ajang el-classico, yang biasa disertai rusuh. Misalnya el-classico derby Jawa Timur Persebaya vs Arema FC. Begitu juga elc-classico nasional, Persija vs Persebaya. Juga yang paling sangar, Persija versus Persib.
Harus diakui, suporter masih menjadi problem even kejuaraan sepakbola. Bahkan pertandingan internasional se-kawasan (ASEAN) maupun regional (Asia), masih menyebabkan hukuman oleh AFC, dan AFF. Berbuntut denda, dan hukuman berupa tanding tanpa penonton. Antara lain, denda sebesar Rp 643 juta yang dijatuhkan oleh FIFA kepada PSSI. Akibat ulah suporter pada ajang kualifikasi Piala Dunia, Timnas Indonesia menghadapi Malaysia (5 September 2019).
Pada sisi lain, suporter merupakan “ruh” setiap pertandingan, secara finansial, maupun spirit dan emosional. Antara lain, suporter Persebaya, Bonek (dan Boneknita) sudah menunjukkan “harga diri” sebagai penyokong klub. Tribun di stadion GBT (Gelora Bung Tomo) Surabaya dipenuhi Bonek. Sampai memecahkan rekor penonton sepanjang gelaran Piala Presiden 2019. Suasana damai, tiada provokasi, tanpa insiden anarkhis. Rekor jumlah penonton yang sulit dipecahkan.
Suporter telah menjadi penyokong utama rekor jumlah penonton sepanjang Piala Presiden. Namun puncak even memapar kewaspadaan ekstra ketat, mencegah tersulutnya kebrutalan. Final Piala Presiden 2019, mempertandingan Persebaya vs Arema FC, di stadion GBT, tidak diikuti suporter dari Malang. Begitu pula leg kedua di stadion Kanjuruhan, Malang, tidak diikuti suporter Persebaya.
Tiada klub sepakbola tanpa suporter. Hidup-mati klub ditentukan geliat suporter. Hal itu disebabkan suporter memiliki tipe psikologis ke-gila-an (fanatik). Tetapi tawur suporter sampai menyebabkan korban jiwa. Maka PSSI bersama klub, dan pemerintah daerah, seyogianya meng-gagas “pemuliaan” suporter, dengan pola sistemik, dan simpatik.
——— 000 ———

Rate this article!
Akur Piala Gubernur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: