Alarm Keadilan

Oleh :
Uzlifah, SS
Ketua Majelis Pembinaan Kader Aisyiyah kota Malang 

Pada masa lalu di Yunani pernah berkumpul sekian banyak filsuf membahas makna Keadilan. Ada yang berkata: “Keadilan tecermin dalam kebenaran ucapan dan kesetiaan membayar utang.” Ada juga yang menggambarkannya dengan: “Bantuan untuk teman-teman dan mudharat terhadap musuh.” Filsuf Thrasymachus menegaskan bahwa Keadilan tidak lain “kecuali keberpihakan kepada yang kuat”.
Sang filsuf menunjuk kenyataan yang dialami oleh masyarakat apa pun dengan sistem pemerintahan apa pun yang mereka anut. Dalam masyarakat itu-menurutnya-terlihat betapa faktor kekuatan mengarahkan makna keadilan. Pemerintah atau penguasa dalam segala kondisi membuat peraturan perundangan yang mengantar kepada terciptanya jaminan untuk kelanggengan kekuasaan mereka. Di sana tidak diperlukan kompetensi sehingga tidak wajar bertanya: “Mengapa saya lebih mampu dari dia, tapi mengapa dia di kedudukan itu?” Karena di sana yang berlaku adalah kekuatan; kekuatan materi, kelompok, atau kekuatan tipu daya.
Dan, problematika utama yang terjadi di bangsa ini yaitu keadilan, mari kita mengulas kembali (setback) peristiwa – peristiwa yang menjadi perhatian sebagian masyarakat.
Kasus Siyono adalah cermin betapa tersayatnya batin luar biasa bagi keluarga dan ummat Islam, belum terbukti didepan pengadilan tapi sudah menghadap Illahi dengan harga yang murah. Kita kaum ibu pasti akan merasakan hal yang sama bila suami kita tiba – tiba ditembak mati tanpa ada kebenaran masalahnya , harga diri sudah tercabik cabik dengan lebel teoris yang terlanjur disematkan. Itu baru seorang Siyono, masih banyak sekali korban serupa yang terjadi pada umat Islam lainnya.
Saat ini semua tertuju pada kasus Papua, penembakan pada 31 pekerja bukankah itu juga sebuah teror ? Kegiatan apapun yang sifatnya meneror dan merongrong kedamaian dalam hidup itu sejatinya ulah seorang teroris apapun agama si pelaku. Tapi faktanya sampai detik ini aparat hanya berani bilang itu murni tindakan kriminal. Kenapa? bisakah pemerintah menjelaskan secara adil ? Penulis kira tidak akan bisa menjelaskan dengan keadilan .
Kasus yang lain juga bisa dilihat secara kasat mata jutaan petani yang notabene umat Islam telah mengalami mengalami kerugian yang amat besar, panen raya yang seharusnya bisa dirayakan berubah menjadi pilu akibat kebijakan pemerintah yang mengimpor beras besar – besaran.
Penulis secara langsung mendengar keluhan dari mulut satu persatu petani yang dirugikan . Belum lagi jeritan tukang warung yang merugi akibat tingginya harga garam kala itu , dan kata mereka peristiwa itu baru mereka alami kali ini selama berjualan berpuluh puluh tahun.
Dari kaum pendakwah, kaum petani, kaum pedagang yang hampir kebanyakan umat beragama Islam. Satu lagi peristiwa yang menyedihkan , teman penulis, Almarhumah Nunuk Ifawati, almarhumah tidak mendapatkan keadilan sampai ajal menjemput. Guru honorer selama tiga puluh tahun lebih itu tetaplah honorer dengan gaji dua ratus lima puluh ribu per bulannya. Padahal siapapun mereka yang hidup didekatnya saat itu mengatakan bahwa Nunuk adalah sosok guru yang sangat rajin dan sangat dicintai murid muridnya.
Kecintaannya sebagai guru sampai almarhumah mengesampingkan penyakit yang dideritanya. Sakit, beban hidup yang harus ditanggung untuk membantu menghidupi keluarga, membiayai sekolah putranya dan masih banyak lagi. Coba semua perhatikan apa yang salah pada negeri ini.Satu kata ” Ketidakadilan” itulah akar persoalan yang melanda negeri ini dari rezim ke rezim, Menegakkan keadilan dapat dilakukan siapa saja, bukan saja oleh hakim di pengadilan, polisi, jaksa, atau pun pejabat negara. Paling tidak, kita bisa dengan selalu berkata benar, memberitakan atau memberikan keterangan dan kesaksian yang benar dalam suatu perkara.
Jangan karena benci atau terlalu senang dengan seseorang, kita berlaku tidak jujur, berkata tidak benar, dan berbuat tidak adil, apalagi menjadi saksi di pengadilan untuk suatu perkara yang dilakukan di bawah sumpah ‘Demi Allah’. Sungguh besar dosanya jika memberikan keterangan yang tidak benar. Alquran menggunakan beberapa kata yang berbeda untuk makna keadilan, yaitu kata qist, mizan, haq, wasatha, dan adl. Kesemua kata tersebut dalam makna yang berbeda dapat ditujukan pada makna adil atau keadilan.
Kata qist mengandung makna keadilan yang dikaitkan dengan kebenaran.
Seperti halnya juga kata haq, yaitu kebenaran yang juga dapat bermakna keadilan (lihat QS 7:159 dan 181). Kata mizan mengandung makna keadilan berkaitan dengan timbangan (keseimbangan), yaitu memperlakukan sesuatu secara seimbang. Seperti halnya lambang keadilan berupa timbangan dalam tradisi hukum Eropa.
Kata wasatha mengandung makna keadilan dalam kaitan dengan sikap yang berada di tengah (pertengahan) dan tidak memihak, yang dalam bahasa Indonesia disebut ‘wasit’. Kata adil dapat bermakna perlakuan sama atau perlakuan secara seimbang.
Dengan demikian, keadilan haruslah berdasarkan kebenaran, keseimbangan, perlakuan sama, serta sikap tengah dan tidak memihak. Keadilan tidak bisa ditegakkan apabila mengabaikan kebenaran. Demikian juga sebaliknya, mengabaikan kebenaran sama dengan mengorbankan keadilan.
———– *** ————

Rate this article!
Alarm Keadilan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: