Alasan Sakit, Hakim PN Surabaya Tunda Sidang Terdakwa Christian Halim

Penundaan sidang di PN Surabaya, Selasa (23/3].

PN Surabaya, Bhirawa
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Tumpal Sagala menunda sidang lanjutan perkara dugaan penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan. Penundaang sidang, Selasa (23/3) ini lantaran terdakwa Christian Halim mengeluh sakit hipertensi yanh mengakibatkan vertigo.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan B Arianto mengatakan, karena alasan sakit sehingga jadwal sidang ini menjadi tertunda. Padahal, sambung JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim ini, persidangan kali ini mengagendakan pemeriksaan perkara.

“Kemarin tim penyidik sempat membawa terdakwa ke Rumah Sakit Bhayangkara. Setelah diperiksa, dokter menyatakan terdakwa tidak perlu rawat inap, sehingga dikembalikan lagi balik ke sel. Ketika Selasa (23/3) ini hendak dihadirkan menjalani sidang, kembali terdakwa mengeluh sakit, sehingga Majelis Hakim terpaksa menunda sidang untuk Kamis (25/3) mendatang,” kata Jaksa Novan.

Padahal, sambung Novan, pihaknya sejak agenda sidang sebelumnya pada Senin (22/3) sudah mempersiapkan saksi yang didatangkan dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Dengan alasan sakit terdakwa, akhirnya saksi kembali gagal diperdengarkan keterangannya pada sidang.

Terkaiy langkah selanjutnya, Novan akan menghubungi dokter pemeriksa RS Bhayangkara. Apabila dokter menyatakan kondisi kesehatan terdakwa mampu untuk mengikuti sidang, maka pihaknya bakal memaksa terdakwa untuk menjalani sidang atas perkaranya tersebut.

“Mengingat kita juga diburu oleh masa penahanan terdakwa yang habis pada 27 April 2021 mendatang. Seharusnya hari ini rangkaian sidang dengan agenda pemanggilan para saksi sudah selesai, sehingga pada agenda selanjutnya kita bisa menghadirkan dua ahli untuk diperdengarkan keterangannya. Dengan alasan sakit (terdakwa, red) ini akhirnya jadwalnya morat-marit, amburadul,” ungkapnya.

Masih kata Novan, cepat menyelesaikan pemeriksaan perkara ini sebelum masa tahanan terdakwa habis juga terkendala dengan interupsi tim penasihat hukum terdakwa yang meminta kembali menghadirkan saksi Mohammad Gentha Putra. Yaitu selaku pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dipersidangan.

“Gentha merupakan saksi yang kami (pihak Jaksa, red) hadirkan, dan menurut kami keterangan yang diberikan pada agenda sidang sebelumnya itu sudah cukup, lalu untuk apa lagi memanggil kembali ke persidangan?. Mau nanya apa lagi?. Mengapa pertanyaan tim penasehat hukum tidak ditanyakan saat saksi dihadirkan di persidangan sebelumnya, entah apa maksudnya?,” heran Jaksa.

Saksi AS yang dijadwalkan hadir oleh jaksa pada dua agenda sidang yang tertunda ini, infonya adalah mantan karyawan terdakwa sendiri. Tentunya, karena tujuan saksi dihadirkan untuk mendukung dakwaan Jaksa, keterangan saksi nantinya berpotensi bakal membuat posisi terdakwa makin tak diuntungkan.

Sedangkan terkait pemanggilan dua ahli nantinya, Jaksa menegaskan bahwa pihaknya bakal menghadirkan ahli teknik sipil dari Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) dan ahli pidana dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. “Sesuai ahli yang diperdengarkan pendapatnya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian,” ucapnya.

Untuk diketahui, pada agenda sidang sebelumnya, mayoritas saksi yang dihadirkan di persidangan (sebanyak 10 saksi) memberikan keterangan yang mendukung dakwaan Jaksa sehingga akhirnya menyudutkan posisi terdakwa. Seperti contoh keterangan yang diberikan Wisnu (Kepala Teknik tambang), Fahri dan Mario (keduanya pengawas proyek).

Ketiganya mengatakan bahwa pekerjaan infrastruktur maupun pertambangan yang dikerjakan terdakwa baik secara kualitas maupun kuantitasnya dibawah standar. Seperti yang tertuang dalam dakwaan, terdakwa Christian Halim menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan bijih nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.

Kepada pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih, terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp20,5 miliar.

Terdakwa mengaku sebagai keluarga dari Hance Wongkar kontraktor alat berat di Sulawesi Tengah yang akan membantu menyediakan alat berat apabila penambangan berjalan. Padahal, belakangan diketahui terdakwa tidak memiliki hubungan dengan orang tersebut.

Terdakwa meminta dana sebesar Rp20,5 miliar untuk membangun infrastruktur penunjang kegiatan pertambangan. Namun janji tinggal janji, terdakwa tidak dapat memenuhi kewajibannya. Bahkan menurut perhitungan ahli Teknik Sipil Struktur ITS Ir Mudji Irmawan Arkani, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik konstruksi, terdapat selisih anggaran sebesar Rp9,3 miliar terhadap hasil proyek yang dikerjakan terdakwa.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sidang dilenajutkan Senin (22/3/2021) mendatang. masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan JPU. [bed]

Tags: