Alasan Sengketa, Pemkot Surabaya Belum Berikan HPL ke PT GBP

Kasubag Bantuan Hukum Bidang Hukum Pemkot Surabaya Ignatius Hotlan saat memberikan keterangannya sebagai saksi dengan terdakwa Henry J Gunawan di PN Surabaya, Rabu (7/3). [abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Sidang dugaan penipuan dan penggelapan pedagang Pasar Turi dengan terdakwa Henry J Gunawan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (7/3). Pada sidang kali ini terungkap fakta bahwa Pemkot Surabaya belum memenuhi kewajibannya ke PT Gala Bumi Perkasa (GBP).
Persidangan yang diketuai Majelis Hakim Rochmad, mengagendakan keterangan saksi yakni Kasubag Bantuan Hukum Bidang Hukum Pemkot Surabaya Ignatius Hotlan. Dalam keterangannya, Ignatius mengakui bahwa sampai saat ini Pemkot Surabaya belum memenuhi kewajibannya ke PT GBP. Kewajiban tersebut ialah belum diserahkannya Hak Pakai Lahan (HPL) ke PT GBP.
Masih kata Ignatius, Pemkot Surabaya juga belum memberikan persetujuan ke PT GBP untuk mengurus Hak Guna Bangunan (HGB). Padahal saat ini, HPL atas tanah Pasar Turi telat diterbitkan. Informasi terbitnya HPL tersebut diketahui Ignatius dari data yang dimiliki Dinas Pengelolaan dan Bangunan Pemkot Surabaya.
“Dari informasi yang saya dapat, HPL sudah terbit awal 2017. HPL tersebut atas nama Pemkot Surabaya,” kata Ignatius pada sidang yang digelar di PN Surabaya, Rabu (7/3).
Menyoal dari keterangan saksi, Agus Dwi Warsono selaku kuasa hukum Henry lantas bertanya alasan Pemkot Surabaya yang tak segera memberikan HPL Pasar Turi ke PT GBP. Ignatius Hotlan pun menjawab pertanyaan yang dilontarkan kuasa hukum Henry.
“Kan masih ada sengketa antara Pemkot Surabaya dengan PT GBP,” ucap Ignatius menjawab pertanyaan kuasa hukum Henry.
Padahal menurut Agus, ada kewajiban yang belum dipenuhi oleh Pemkot Surabaya sesuai perjanjian yaitu penyerahan HPL ke PT GBP, sehingga bisa digunakan mengurus HGB. Kewajiban yang dimaksud oleh Agus tersebut tertuang dalam perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT GBP dengan nomor 180/1096/436.1.2/2010 dan Nomor GBP/DIR/III/001/2010 tertanggal 9 Maret 2010.
Berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut, seharusnya Pemkot Surabaya memberikan persetujuan perubahan hak pakai menjadi HPL atas tanah Pasar Turi. Selain itu, Pemkot Surabaya seharusnya juga memberikan persetujuan kepada PT GBP untuk pengurusan HGB di atas HPL untuk jangka waktu 25 tahun. Namun nyatanya, justru PT GBP tidak bisa mengurus HGB di atas HPL lantaran persetujuan dari Pemkot Surabaya tak kunjung turun.
Usai sidang, Agus menilai, dari keterangan saksi Ignatius dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena menurut Agus, ada keterkaitan antara kewajiban Pemkot Surabaya yang belum dipenuhi kepada PT GBP dengan proses pembangunan Pasar Turi.
“Pada prinsipnya saksi (Ignatius) menyebut bahwa saat ini HPL telah terbit. Kemudian saya tanyakan apakah Pemkot Surabaya sudah memberikan persetujuan ke PT GBP untuk mengubah HGB diatas HPL sesuai perjanjian ? Namun saksi menjawab belum ada persetujuan,” terangnya.
Menurutnya, karena tidak ada persetujuan dari Pemkot Surabaya itulah, maka hak pengurusan HGB di atas HPL oleh PT GBP tidak bisa dijalankan. “Dari situlah maka peristiwa pidananya belum ada, karena sampai sekerang persetujuan mengubah HGB di atas HPL belum diberikan oleh Pemkot Surabaya,” tegas Agus. [bed]

Tags: