Aliansi Masyarakat Surabaya akan Menggugat Saat UN Habitat

Bung-Tomo-2(Risma Temui Janda Bung Tomo)
Surabaya, Bhirawa
Kasus pembongkaran rumah eks studio radio perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar 10 cukup membuat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ekstrasibuk. Risma mendatangi rumah sekaligus menemui janda Bung Tomo, Hj. Sulistina Sutomo, di Perumahan Kota Wisata, Cibubur, kemarin (13/6) lalu sekitar pukul 13.00 WIB.
Ini adalah upaya Risma yang kesekian terkait bangunan cagar budaya (BCB) sebagaimana SK wali kota, yang kini telah rata dengan tanah. Sebelumnya, Kamis (9/6/16) Risma sempat mengundang perwakilan Aliansi Masyarakat Surabaya (AMS) di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tertutup itu, perwakilan AMS ada pengacara gaek Trimoelja D Soerjadi, anggota tim cagar budaya A.H Thony, pemerhati bangunan cagar budaya Nanang Purwoko, Bambang Sulistomo yang merupakan anak Bung Tomo, dan lainnya.
Dari pemkot, selain Wali Kota Risma, ada Sekkota Hendro Gunawan, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang (DCKTR) Eri Cahyadi, Kepala Disbudpar Wiwiek Widayati, serta Kepala Dinas Tanah dan Bangunan Maria Theresia Ekawati Rahayu. Ini sebagaimana penuturan A.H Thony beberapa saat usai pertemuan itu.
Soal kedatangan Risma ke rumah janda Bung Tomo, Hj. Sulistina Sutomo dibenarkan Bambang Sulistomo, pada Senin (13/6). Ketika dihubungi, Bambang Sulistomo menyebut kedatangan Risma disertai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Wiwiek Widayati, serta Kabag Humas Pemkot Surabaya Muhamad Fikser.
“Pertemuan sekitar 1 jaman lebih. Saya juga mendampingi ibu (Sulistina Sutomo) menerima bu wali kota dan pejabat pemkot lainnya. Bu wali kota menyampaikan soal pemugaran rumah eks radio perjuangan Bung Tomo di Surabaya, dan upaya pemkot menyikapi masalah ini,” terang Bambang Sulistomo.
Kendati Risma datang menjelaskan masalah yang terjadi pada rumah eks studio radio perjuangan Bung Tomo, Bambang mengaku jika sebelumnya dirinya sudah menceritakan ke ibunya, Sulistina Sutomo. Cerita Bambang ini disampaikan setelah dia ikut menemui Wali Kota, Kamis (9/6) lalu.
“Ibu (Sulistina) prihatin. Ibu berpesan ke Wali Kota supaya semua cagar budaya di Surabaya dijaga. Banyak orang yang dulunya tidak ikut berjuang sekarang ikut bersuara terkait rusaknya bangunan cagar budaya,” Bambang menirukan apa yang disampaikan ibunya ke Risma.
Intinya, kata Bambang, kedatangan Risma untuk menjelaskan bahwa pemkot tidak diam menyikapi hancur dan ratanya dengan tanah rumah eks studio radio perjuangan Bung Tomo. Keberadaan sosok Risma yang langsung turun tangan ditengarai ada kaitannya dengan kabar yang menyebut rencana Aksi Rakyat Surabaya Menggugat, bersamaan pelaksanaan UN Habitat, Juli 2016.
Sebagaimana informasi yang diperoleh, aksi akan dilakukan di beberapa titik, mulai kawasan Bundaran Aloha, Buduran Sidoarjo yang menjadi akses keluar Bandara Internasional Juanda, pintu masuk Kota Surabaya di Bundaran Waru, di Bundaran Dolog, depan Grahadi dan beberapa titik lain dalam kota.
Aksi yang melibatkan banyak elemen masyarakat itu infonya untuk menunjukkan ke mata dunia melalui peserta UN Habitat dari sekitar 159 negara. Pesan yang disampaikan pelbagai problem kota, termasuk perusakan rumah eks studio radio perjuangan Bung Tomo.
Pengacara senior Trimoelja D Soerjadi menambahkan, pihaknya tidak mau berprasangka buruk bahwa Wali Kota Tri Rismaharini terlibat tengara kongkalikong. “Bu Risma dalam hal ini tidak tahu. Ada keteledoran bawahannya,” kata Trimoelja.
Keteledoran yang dialamatkan Trimoelja bukan tanpa alasan. “Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang menyebut izin renovasi diterbitkan pihaknya, bukan pembongkaran. Faktanya dibongkar. Yang kita sesalkan, keterangan kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang menyebut bangunan yang dibongkar bisa dibangun ulang,” papar Trimoelja.
AMS, menurut Trimoelja, menyambut baik tawaran Tri Rismaharini terkait perlunya digelar seminar. Hasil kajian seminar akan menjadi landasan apakah bangunan rumah radio perjuangan Bung Tomo bisa dibangun kembali dan atau tidak.
“Bahkan wali kota sendiri bersedia menjadi moderator. Janji ini kami tunggu. Kami akan mengirimkan surat tagihan tentang waktu pasti pelaksanaan seminar,” papar Pak Tri, sapaannya.
Selama menunggu waktu pasti seminar, lahan bekas tempat berdirinya radio perjuangan Bung Tomo diputuskan di status quo-kan tanpa batas waktu terlaksananya seminar. (geh)

Tags: