Aliansi Masyarakat Surabaya Tuding Pemkot Berupaya Kaburkan Fakta BCB

cagar-budaya-istimewa.

cagar-budaya-istimewa.

Surabaya, Bhirawa
Kasus pembongkaran rumah radio perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar 10 memasuki babak baru, lebih seru. Setelah perwakilan Aliansi Masyarakat Surabaya (AMS) bertemu Wali Kota Tri Rismaharini di ruang kerjanya, Kamis (9/6) kemarin, AMS justru menuding Pemkot berupaya mengaburkan bahwa bangunan yang dibongkar dan rata dengan tanah bukanlah cagar budaya.
Tudingan AMS ini bukan tanpa alasan, namun berdasar keterangan pejabat Pemkot lainnya yang kemarin ikut mendampingi Wali Kota menerima perwakilan AMS. AMS menyesalkan hal ini.
Perwakilan AMS yang menemui wali kota kemarin, yakni sesepuh Arek Surabaya sekaligus pengacara senior Trimoelja D Soerjadi, anggota tim cagar budaya A.H Thony, pemerhati bangunan cagar budaya Nanang Purwoko, Bambang Sulistomo yang merupakan anak Bung Tomo, dan lainnya.
Dari pemkot, selain Wali Kota Risma, ada Sekkota Hendro Gunawan, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang (DCKTR) Eri Cahyadi, Kepala Disbudpar Wiwiek Widayati, serta Kepala Dinas Tanah dan Bangunan Maria Theresia Ekawati Rahayu.
“Tadi (kemarin) saat pertemuan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Eri Cahyadi menyebut itu (bangunan rumah radio perjuangan Bung Tomo) bukan bangunan cagar budaya. Alasannya IMB (Izin Mendirikan Bangunan) diterbitkan tahun 1975. Sedangkan IMB sebelum tahun 1975, tepatnya tahun 1935 tidak ada. Berkas-berkasnya tidak ada lagi, hilang, seperti penuturan kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang,” tutur A.H Thony, kemarin.
Thony menilai pernyataan Eri Cahyadi itu menguatkan kesan keberpihakan pemkot terhadap pelaku penghancuran bangunan. “Pernyataan yang menyebut itu bukan bangunan cagar budaya sebagai bentuk upaya pengkaburan. Ini ada kemiripan ketika Sinagoge, tempat peribadatan Yahudi di Jalan Kayoon dihancurkan. Kalau saya komparasikan dua kasus ini, ada indikasi kuat kongkalikong antara pemkot dengan pemilik bangunan cagar budaya,” imbuh mantan anggota DPRD Surabaya ini.
Karena rumah radio perjuangan Bung Tomo sudah hancur, Thony mengusulkan supaya di lokasi dibangun plakat keterangan. Materi keterangan tertulis menyebut bangunan itu dibuat tahun berapa, difungsikan untuk apa, dan dihancurkan Jayanata sebagai pemilik lahan sekarang ini.
Pengacara senior Trimoelja D Soerjadi menambahkan, pihaknya tidak mau berprasangka buruk bahwa wali kota Tri Rismaharini terlibat tengara kongkalikong. “Bu Risma dalam hal ini tidak tahu. Ada keteledoran bawahannya,” kata Trimoelja.
Keteledoran yang dialamatkan Trimoelja bukan tanpa alasan. “Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang menyebut izin renovasi diterbitkan pihaknya, bukan pembongkaran. Faktanya dibongkar. Yang kita sesalkan, keterangan kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang menyebut bangunan yang dibongkar bisa dibangun ulang,” papar Trimoelja.
AMS, menurut Trimoelja, menyambut baik tawaran Tri Rismaharini terkait perlunya digelar seminar. Hasil kajian seminar akan menjadi landasan apakah bangunan rumah radio perjuangan Bung Tomo bisa dibangun kembali dan atau tidak.
“Bahkan wali kota sendiri bersedia menjadi moderator. Janji ini kami tunggu. Kami akan mengirimkan surat tagihan tentang waktu pasti pelaksanaan seminar,” papar Pak Tri, sapaannya.
Selama menunggu waktu pasti seminar, lahan bekas tempat berdirinya radio perjuangan Bung Tomo diputuskan di status quo-kan tanpa batas waktu terlaksananya seminar.
Sambil menunggu seminar, masih kata Trimoelja, AMS juga akan mengkaji kasus pembongkaran bangunan cagar budaya di Yogyakarta yang difungsikan sebagai sekolahan. Kasus ini berlanjut ke persidangan bahkan sudah ada putusan hukum. “Pihak pemkot Yogyakarta ikut menuntut, menggugat pelaku pembongkaran. Di Surabaya, pemerintahnya tidak ikut menuntut,” sebut Tri.
Anak mendiang Bung Tomo, Bambang Sulistomo membenarkan status quo akan keberadaan lahan di Jalan mawar dengan puing-puing bangunan. “Soal waktu pasti seminar akan kami tagih ke pemkot,” janji Bambang Sulistomo.
Sebelum seminar digelar, polisi yang sudah mengambil sampling sisa pembongkaran bisa menyampaikan hasil laboratorium. Material yang sudah diambil bisa diuji serat karbon, didukung keterangan saksi-saksi yang tahu keberadaan bangunan rumah radio perjuangan Bung Tomo.
Sementara itu, AMS berkeyakinan pihak kepolisian akan terus memproses laporan yang sebelumnya disampaikan ke Polrestabes. “Kami yakin polisi tidak akan main-main soal kasus ini. Ini menjadi perhatian nasional. Sebagai salah satu orang yang melaporkan, saya akan minta surat perkembangan hasil penyidikan setelah lebaran. Sementara ini kami memberi kesempatan polisi kerja profesional. Apa yang membuat penyidikan polisi sementara ini terhenti, kami tidak tahu,” timpal Trimoelja, lagi.
Kendati seminar belum terlaksana, pemerhati bangunan cagar budaya Nanang Purwoko berkeyakinan rumah eks radio perjuangan Bung Tomo di Jalan Mawar yang sudah rata dengan tanah merupakan bangunan cagar budaya. Dia memiliki salinan gambar rumah mulai tahun 1930, 1935, hingga renovasi tahun 1975. (geh)

Tags: