Alih Kelola SMA/SMK Digugat ke MK

Gedung mahkamah konstitusiSurabaya, Bhirawa
Penolakan alih kelola SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi memasuki babak baru. Aturan yang termaktub dalam Undang-Undan 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tersebut resmi digugat oleh sejumlah wali murid dari beberapa sekolah di Surabaya dan Kota Wali Kota Blitar.
Kedua gugatan tersebut masuk ke meja Mahkamah Konstitusi (MK) hanya berselang sekitar setengah jam. Gugatan dari Surabaya diajukan oleh Ketua Komite SMAN 4 Surabaya Bambang Soenarko, Ketua Komite SMPN 1 Surabaya Enny Ambarsari, Radian Jadid, dan Wiji Lestari diterima MK pada pukul 08.55, Senin (7/3). Sementara pengajuan Wali Kota Blitar Muhammad Samnhudi Anwar masuk pada pukul O8.28.
Ketua Komite SMAN 4 Surabaya Bambang Soenarko selaku pemohon mengatakan, gagasan untuk menggugat UU 23 ini khusus ditujukan pada pasal tentang pengelolaan SMA/SMK. Dia menjelaskan, landasan gugatannya ialah UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003, kemampuan Kota Surabaya membiayai pendidikan, serta kewajiban pemerintah daerah kepada warganya.
“Gugatan ini sudah melalui proses yang lama. Kami hanya perwakilan saja setelah berembuk dengan wali murid,” kata dia.
Sementara itu, Kuasa hukum pemohon dari Surabaya Edward Dewaruci menegaskan, pelimpahan wewenang mengelola SMA/SMK itu digugat lantaran adanya kerugian konstitusi yang ditimbulkan. Diantaranya ialah pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) tentang pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan UU 23/2014.
Kerugian konstitusional dari pasal tersebut berupa potensi hilangnya jaminan bagi warga negara yang tidak mendapat pendidikan. Hal itu dijamin dalam pasal 28C ayat (1) UUD 1945. Selain itu, juga melanggar hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) serta pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD 1945.
“Semula kita memang pesimis dengan gugatan ini. Namun setelah ditemukan bukti-bukti kuat kerugian konstitusinya, maka kita yakin memiliki peluang kuat,” tutur Edward.
Kuatnya peluang ini, disebut Edward juga karena ada pertentangan antara UU 23 dengan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas, wewenang pengelolaan pendidikan menengah SMA/SMK ada di tangan pemerintah kabupaten/kota. Dalam hal ini menurut Edward asas aturan yang baru mengalahkan aturan lama tidak berlaku dalam hal ini.
“Kecuali ada UU Sisdiknas yang baru, secara otomatis UU Sisdiknas yang lama gugur. Jadi sampai saat ini, sebenarnya UU Sisdiknas 2003 itu masih berlaku,” pungkas Edward.
Proses gugatan ini, lanjut Edward, baru sampai pada pendaftaran. Biasanya, proses sidang itu akan dimulai dua minggu setelah permohanan itu diregistrasi oleh MK. “Melalui gugatan ini, para orangtua atau wali murid berharap MK akan mengabulkan dan tetap menyerahkan pengelolaan SMA/SMK pada pemerintah Kota Surabaya,” pungkas Edward. [tam]

Rate this article!
Tags: