Aliran Dana Invetasi DBS Blitar Diduga Bodong

M Triyanto

M Triyanto

Blitar, Bhirawa
Aliran dana investasi bodong PT Dua Belas Suku (DBS) Blitar ternyata selain dipergunakan untuk kepentingan personal pimpinan juga mengalir dari Pejabat Blitar hingga Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) yang diduga ikut kecipratan aliran dana yang nominalnya cukup fantastis mencapai Rp 3,120 miliar, sehingga penanganan kasus pidana pencucian uang (TPPU) dan gratifikasi PT. DBS rawan dilokalisasi.
Untuk itu Koordinator Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), M. Triyanto meminta ketegasan dalam mengungkap aliran dana investasi bodong yang telah merugikan ribuan masyarakat yang ternyata dana tersebut juga digunakan sebagai bancakan (pesta) oleh para pejabat dan aparat hukum yang harusnya berani menindak tegas. “Ternyata institusi tertinggi Kepolisian diduga juga menerima aliran dana. Sehingga penanganan kasus ini rawan terjadi tebang pilih,” kata M. Triyanto.
Bahkan sesuai buku laporan keuangan kas PT. DBS, Mabes Polri menerima dana pengamanan secara bertahap. Pertama menerima dana mencapai Rp 1 miliar yang diterima pada tanggal 18 November 2014, penerimaan kedua sebesar Rp 1 miliar pada tanggal 21 November 2014, dan ketiga sebesar Rp 1 miliar lagi pada tangal 22 November, serta  terakhir pada tanggal 26 Januari 2015 atas nama Mabes Polri kembali menerima dana dari PT. DBS sebesar Rp 120 juta. “Sesuai dengan isi buku laporan keuangan tertulis jelas untuk Mabes Polri,” jelasnya.
Selain itu dikatakan M Triyanto, sebelumnya sempat terjadi kemacetan aliran dana investasi bodong DBS pada akhir tahun 2014, namun ditepis oleh Humas PT. DBS Endik Jauhari yang mengatakan bahwa operasional PT. DBS sudah mendapat restu dari Mabes Polri yang akhirnya terungkap adanya aliran dana tersebut bahwa Mabes memberikan restu. “Jika PT. DBS pernah ber-statement seperti itu (Mabes Polri), berarti ada benarnya dan harus diungkap siapa saja,” tegasnya.
Selain Mabes Polri, buku kas PT DBS juga mencatat dana yang mengalir ke jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar, dimana dana sebesar Rp 300 juta mengalir pada tanggal 4 Februari 2015, kemudian dana Rp 250 juta kembali mengalir ke birokrasi pada tanggal 27 Februari 2015. Bahkan di luar itu, dalam buku kas PT DBS juga mencatat aliran dana kepada inisial “WK” Blitar uang sebesar Rp 1 miliar diberikan pada 2 Desember 2014.
Atas kejadian tersebut M Triyanto menduga WK adalah akronim dari Wali Kota. Sebab, hal itu terkait erat dengan aliran dana Rp. 117 juta pada 22 November 2014 kepada oknum Anggota DPRD Kota Blitar dari partai ternama. “Ada orang-orang penting diduga terlibat, tentu penanganan kasus TPPU dan gratifikasi PT. DBS sangat rawan dilokalisasi, untuk itu harus kita kawal dengan ketat agar kejadian tersebut tidak sampai terjadi,” terangnya.
Selain para pejabat Pemkot Blitar, Anggota Dewan Kota Blitar dan Mabes Polri, oknum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disinyalir juga terlibat menerima suap. Dimana di buku kas PT. DBS juga tercatat rincian uang untuk OJK Malang, Kediri, dan Surabaya pada tanggal 24 Januari 2015. “Hal itu mengingat PT DBS diperbolehkan beroperasi, meskipun tidak mengantongi izin OJK. Hanya, besar nominal tidak disebutkan,” ujarnya lagi.
Sedangkan aliran dana untuk oknum media massa, PT. DBS telah merogoh kocek sekitar Rp 1,3 miliar, dimana berdasarkan informasi yang dihimpun, untuk sekali pariwara di salah satu media cetak, DBS mengeluarkan dana Rp 400 juta. Dua kali iklan dengan durasi tertentu di salah satu media televisi lokal, PT. DBS mengucurkan dana Rp. 110 juta. Biaya sama pula diduga diberikan kepada media televisi nasional.
Dengan istilah bantuan, PT. DBS juga mengalirkan dana cuma cuma senilai Rp. 200 juta lebih kepada salah satu oknum media massa. Di luar itu semua, para oknum masih mendapat dua akun kehormatan dengan setiap akunya senilai Rp 5 juta. Akun kehormatan merupakan akun tak bermodal, tetapi pemegangnya mendapat keuntungan.
Tambah M. Triyanto, dana yang mengalir ke mana-mana itu berasal dari uang administrasi nasabah (member). Besarnya 15 persen  dari nilai akun investasi yang dipasang. Dana tersebut, kata Triyanto, ternyata tidak seluruhnya masuk rekening. “Sebagian besar ada di dalam brankas. Setiap hari ada sekitar Rp. 1 miliar lebih,” katanya.
Untuk itu M. Triyanto menegaskan bahwa semua penerima aliran dana PT. DBS harus bertanggung jawab. Meski dana telah dikembalikan, tidak menghapus perbuatan hukum pidana pencucian uang dan gratifikasi yang sudah terjadi. “Apalagi, pengembalian dilakukan saat proses hukum sudah berjalan. Mungkin hanya menjadi pertimbangan bagi majelis hakim. Kami mendesak aparat berani menegakkan hukum tanpa tebang pilih,” tandasnya.
Sementara seperti diketahui, jajaran direksi dan komisaris PT DBS akhirnya ditahan. Tersangka Direktur Utama Rinekso Dwi Raharjo, Yermia, dan Natalia dijebloskan ke bui lebih dulu. Selang satu hari kemudian, tersangka Komisaris Utama Jefry Cristian Daniel dan Naning, istrinya, menyusul ditahan. Hanya, karena sakit, tersangka Naning dibantarkan. Saat ini PT DBS menanggung hutang Rp. 125 Miliar kepada 18.000 akun nasabah.
Kasatreskrim Polres Kota Blitar AKP Naim Ishak mengatakan akan lebih dulu menuntaskan kasus penipuan dan penggelapan. Setelah itu pihaknya akan mengarahkan ke pidana pencucian uang dan gratifikasi. “Siapa pun yang terlibat akan kita usut. Tidak pandang bulu,” tegas AKP. Naim Ishak. [htn]

Tags: