Anak Buruh Tani Positif Hidrosefalus di Nganjuk

Afrizal Nur Khoir yang masih berusia 8 bulan menderita hidrosefalus didalam gendongan Suminah, ibunya.(ristika/bhirawa)

Afrizal Nur Khoir yang masih berusia 8 bulan menderita hidrosefalus didalam gendongan Suminah, ibunya.(ristika/bhirawa)

Nganjuk, Bhirawa
Tidak cukup dengan kesulitan ekonomi yang menimpa kehidupan sehari-hari, pasangan Legiyo (40) dan Suminah (39) asal Dusun Mlaten Desa Blitaran Kecamatan Sukomoro ini juga dirundung kesedihan. Anak kedua mereka, Afrizal Nur Khoir yang masih berusia 8 bulan ini butuh penanganan ekstra karena menderita hidrosefalus.
Seiring waktu, kepala AfrizalĀ  yang lahir 8 April 2015 lalu semakin membesar berisi cairan. Sebenarnya, Afrizal sudah menjalani dua kali operasi. Sebuah selang pun ditanam di tengkorak kepalanya untuk membuang cairan kepala.
Selang yang tampak menonjol di kulit kepala itu menyalur hingga ke bagian perut bayi kecil ini. Di gendongan Suminah, sang ibu, bayi ini terus merengek, rewel. Seolah dia ingin berbagi rasa sakit dan tidak nyaman. “Mungkin sakit atau bagaimana di kepalanya. Siang malam selalu rewel begini,” kata Suminah tentang anaknya yang terus merengek.
Uniknya, meski kerap menangis tak jelas, Afrizal langsung diam begitu sang bapak membunyikan motornya. “Begitu motor distarter langsung diam. Seperti terhibur dia dengar suara motor,” sambung Legiyo, sang bapak yang kemarin ada di dekat Suminah.
Legiyo menceritakan, awalnya Afrizal terlihat normal. Sampai usia dua bulan, Legiyo dan Suminah belum menemukan hal mencurigakan dari perkembangan buah hati mereka. Menginjak bulan ketiga, Suminah mulai menyadari ada hal aneh pada anaknya. Kepala Afrizal mulai membesar, jika semula lingkar kepala bayi hanya 40 sentimeter, belakangan menjadi 50 sentimeter.
Pembesaran kepala Afrizal, oleh dokter yang memeriksanya lantas didiagnosa sebagai hidrosefalus. Karena kondisi ekonomi yang serba kekurangan, mereka pun sempat bingung. Akhirnya, Legiyo mengurus surat keterangan miskin (SKM) hingga bisa berobat dengan gratis. Karena surat itu pula, Afrizal menjalani dua kali operasi.
Yang terakhir dilakukan pada November lalu di RS Dr Soetomo, Surabaya. Namun, sampai saat ini kondisinya masih belum bisa normal. Afrizal masih harus menjalani pengecekan dan operasi lagi. Apalagi, saat operasi pertama di bulan Agustus, kaki Afrizal terdapat bekas menghitam seperti kulit yang terbakar. Menurut penjelasan dokter pada Suminah, warna hitam di kaki Afrizal itu karena terkena plat. ” Ini juga butuh dioperasi juga,” kata Suminah tentang kaki putranya yang menghitam itu.
Meski semua penanganan kesehatan Afrizal gratis, Legiyo dan Suminah selalu was-was tiap kali kontrol ke rumah sakit di Surabaya, apalagi jika harus menjalani rawat inap. “Obatnya gratis, operasinya juga, tapi biaya hidup disana harus disiapkan,” terang pria yang biasa disapa Giyo ini.
Seperti saat Giyo harus menjalani rawat inap selama sebulan, November lalu. Kala itu, Legiyo menghabiskan uang hingga Rp 2 juta untuk biaya hidup di sana. Baginya, uang tersebut sangatlah besar. Hingga, dia harus meminjam ke beberapa tetangga dan kerabat. “Harus ngutang sana-sini,” kenangnya Legiyo sembari menyebut saat proses rawat jalan, dia tak bisa bekerja karena harus menunggui putranya itu.
Karena keterbatasannya ini, sering kali Legiyo mendapat bantuan tak terduga dari banyak pihak. Misalnya, dokter yang kadang tak menarik biaya. Padahal, mereka lupa membawa surat keterangan miskin. Diluar itu, ada saja orang tidak dikenal yang memberi bantuan di jalan karena melihat kondisi Afrizal. Seperti saat berangkat ke Surabaya beberapa waktu lalu, ditengah perjalanan naik bus, tiba-tiba ada orang yang menyalaminya.
Suminah yang saat itu menggendong Afrizal di tengah padatnya penumpang bus pun membalasnya. Rupanya, orang itu tak sekadar menyalami saja. Melainkan juga memberi uang Rp 100 ribu. “Saya setengah nggak sadar. Baru tahu ada yang beri Rp 100 ribu di tangan saya,” kenangnya.
Di tengah kondisi putranya yang belum sembuh, Legiyo dan Suminah yang profesi sebagai buruh tani hanya bemenyimpan asa agar putra ketiganya itu bisa segera pulih. Mereka ingin anaknya itu bisa hidup normal seperti anak-anak lainnya. Meski, keduanya sadar jika untuk sembuh membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Semua diusahakan. Harapannya bisa sembuh,” tutur Legiyo lirih. [ris]

Tags: