Anak Perbatasan ‘Sambat’ di Kongres

Duta Anak dari Propinsi Kalbar, Ayu Siti Aisyah (jilbab biru), saat menyampaikan keluh kesah dan keprihatinan anak-anak di kawasan perbatasan kepada forum Kongres Anak.

Duta Anak dari Propinsi Kalbar, Ayu Siti Aisyah (jilbab biru), saat menyampaikan keluh kesah dan keprihatinan anak-anak di kawasan perbatasan kepada forum Kongres Anak.

Kota Batu, Bhirawa
Berkunjung ke Kota Batu sebagai Duta anak dalam Kongres Anak Indonesia ke-13 benar-benar tidak disia-siakan Ayu Siti Aisyah. Duta anak dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ini menyampaikan keluhan dan keprihatinan dunia pendidikan dari anak-anak yang berada di kawasan perbatasan RI dengan Negara Malaysia.
Ayu menceritakan bahwa banyak anak di daerah perbatasan yang putus sekolah. Kebanyakan mereka berhenti sekolah karena tidak ada fasilitas pendidikan. Ayu menyampaikan persoalan itu dengan penuh emosi sampai menangis tersedu di depan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dan para pejabat di lingkungan Pemkot Batu.
“Kami, anak-anak di perbatasan ini sangat kekurangan sekolah. Bahkan banyak di antara anak-anak di daerah kami, khususnya di Kecamatan Entikong yang tidak mengenal Pancasila. Tidak pernah mengangkat bendera Merah Putih, dan berbahasa Indonesia,”keluh Ayu saat berada di forum Kongres Anak Indonesia, Kamis (6/8).
Selain itu, lanjutnya, pendidikan dasar di tempatnya juga terbatas. Anak-anak yang berada di daerah pedalaman harus berjalan kaki selama lima jam untuk sampai di sekolah. Namun demikian kondisi jalan utama yang ada juga tak memadai. Para pelajar harus berjalan kaki dan kadang menggunakan perahu motor karena dipisah sungai.
Kondisi ini bisa melunturkan rasa nasionalisme. Akibatnya mereka tak pernah mengibarkan bendera Merah Putih maupun mengenal Pancasila. Apalagi setelah dewasa mereka memilih bekerja di Malaysia. Setelah itu, menetap menetap dan menjadi warga negara Malaysia.
Selain itu, sejumlah kebutuhan pokok juga dipasok dari Malaysia. Bahkan penduduk menggunakan mata uang Malaysia untuk setiap bertransaksi. Tak jarang, Malaysia mempermainkan harga. “Mohon pemerintah mendengarkan kami, mimpi anak pedalaman Kalimantan Barat untuk mewujudkan sekolah yang layak,” kata Duta Anak dari Kalbar yang lain, Rizki Magribi.
Mendengar keluhan mereka, Arist Merdeka Sirait meminta agar Duta Anak Dari Kalbar ini masuk dalam Komisi Pendidikan yang ada di Kongres Anak. Hal ini agar suara mereka disampaikan dan dibahas langsung dalam kongres.
“Suara kalian harus didengar pemerintah. Hasil kongres menjadi dokumen negara yang akan disampaikan ke Presiden. Hasil kongres yang dirumuskan dalam pertemuan ini akan disampaikan dalam acara Hari Aanak di Istana Bogor,” ujar Arist. [nas]

Tags: