Ancam Bongkar Paksa ,Camat Wonocolo Diduga akan Komersilkan Lapak PKL

2-lapak-pkl-wonocolo-geh-24102016024-2Surabaya, Bhirawa
Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Jemursari VIII, Kecamatan Wonocolo harus gigit jari. Camat Wonocolo Dodot Wahluyo yang memerintahkan pembongkaran lokasi sentra PKL yang saat ini sedang dibangun  dengan swadaya  uang PKL .
Dari informasi yang digali Harian Bhirawa, pembongkaran lapak PKL tersebut diberi waktu selama tiga hari pasca adanya rapat antara PKL dan Camat Wonocolo. Kalau tidak dibongkar sendiri, lapak tersebut akan dibongakar paksa oleh pihak Kecamatan yang akan dilakukan Satpol PP.
Bangunan yang hampir rampung sekitar 75 persen terpaksa harus dihentikan lantaran pedagang takut dengan ancaman Camat yang semena-mena. Bahkan, ada beberapa pedagang yang bangunannya sudah jadi dan ditempati selalu was-was akan dibongkar.
“Saya resah dan takut akan ancaman Pak Camat, untuk itu saya belum berani meneruskan bangunan yang masih 75 persen. Dihadapan puluhan PKL, Camat menyampaikan pada kita agar segera membongkar bangunan yang ada. Kalau tidak akan dilakukan bongkar paksa,” cerita salah satu pedagang yang minta namanya tidak dupublikasikan.
Sayangnya perintah pembongkaran calon sentra PKL ini disertai dengan kabar  yang menyebut pihak kecamatan justru akan menangani sendiri pembangunan sentra PKL tersebut dan akan memberlakukan sistem sewa bagi PKL.
Padahal , seperti yang dikatakan sejumlah  sumber terkait, sudah ada kesepakatan antara p[ihak kecamatan dan kelurahan dengan PKL menyerahkan pembangunan sentra tersebut dengan swadaya PKL.
Diketahui, pada tanggal 27 September 2016 ada surat pemberutahuan dari Camat Wonocolo pada Lurah untuk segera menertibkan PKL yang berjualan di lahan milik SMA 10 Surabaya. Perintah itu ditindaklanjuti Lurah dan dilakukan pembongkaran pada tanggal 1 Oktober 2016.
Kemudian panitia bentukan Kelurahan  yang diketuai Khoirul yang juga menjabat sebagai Ketua RW 5 Jemurwonosari memberikan solusi kepda PKL untuk berjualan di sebelah Kelurahan Wonocolo. Namun setelah ada beberapa bangunan yang sudah berdiri, tiba-tiba Camat memanggil semua pedagang pada tanggal 21 Oktober 2016 dan memerintahkan merobohkan bangunan tanpa ada ganti rugi.
Seperti disampaikan pedagang, Camat mengatakan pendirian warung di tanah RW 10 dianggap kumuh. Padahal, panitia sudah menata sebagus mungkin agar tidak terkesan kumuh. “Bangunan ini kan belum jadi kok bisa dikatakan kumuh. Nanti kalau semua bangunan sudah jadi cat nya pun akan kita seragamkan,” tambahnya.
Dari pengakuan pedagang lain, perintah pembongkaran oleh Camat dikarenakan nantinya akan ada panitia yang akan membangun sendiri lapak-lapak PKL. Dan setelah bangunan jadi, para pedagang diwajibkan mengangsur biaya pembangunan sesuai dengan harga yang ditentukan.
“Yang jelas kami keberatan jika harus mengangsur. Karena untuk biaya saat ini saja kami sudah menghabiskan jutaan,” tolak pedagang. (geh)

Tags: