Ancaman Tergerusnya Lahan Pertanian

foto ilustrasi

Ketersediaan lahan dan petani merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Melalui ketersediaan lahan itulah, para petani bisa mengembangkan budidaya pertaniannya. Namun sayang, seiring dengan berjalannya waktu yang terjadi justru lahan malah terancam berkurang. Realitas, menyempit dan tergerusnya lahan pertanian inilah yang hingga kini terus menjadi isu dan sorotan publik yang tidak ada habisnya.

Setiap tahunnya lahan pertanian di Indonesia terus berkurang, seperti sawah yang sudah banyak terganti menjadi perumahan dan peruntukan lainnya. Sehingga, dapat terdeskripsikan bahwa saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada persaingan penggunaan lahan. Faktanya, tidak sedikit lahan pertanian yang beralih fungsi ke arah lahan non-pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut luas lahan baku sawah terus menurun sekitar ± 110.000 ha/tahun.

Sudah semestinya, kenyataan itu perlu keterlibatan aktif pemerintah agar bisa memproteksi alih fungsi lahan. Sejatinya, di Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sudah mengatur tentang mekanisme yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menjaga dan mengendalikan LP2B agar tidak dialih fungsikan ke arah non-pertanian. Namun, belum maksimal UU tersebut diimplementasikan hadir UU Nomor 22 tahun 2019 tentang Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Khususnya di Pasal 19 UU disebutkan bahwa alih fungsi lahan budi daya pertanian untuk kepentingan umum dikecualikan pada lahan pertanian yang telah memiliki jaringan pengairan lengkap.

Namun sayang, belum selesai pesoalan di Pasal 19 UU tersebut, justru kini di UU Cipta Kerja masih di pasal yang sama disebutkan boleh, tapi wajib menjaga fungsi pengairan lengkap. Itu artinya, UU Cipta Kerja hanya akan mempermudah pembangunan proyek strategis nasional saja. Realitas tersebut, justru memberikan kesan bahwa pemerintah seakan-akan menomorduakan sektor pertanian nasional. Otomatis hal itu akan berpotensi mereduksi lahan pertanian yang akan berdampak pada nilai produktifitas hasil pertanian.

Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: