Anggaran Minim, Perawatan Dikelola oleh Dana Swadaya Masyarakat

Monumen Peniwen Affair dan makam pemuda PMR yang gugur karena dieksekusi oleh tentara Belanda dalam mencari pejuang Tentara Republik Indonesia.

Monumen Peniwen Affair dan makam pemuda PMR yang gugur karena dieksekusi oleh tentara Belanda dalam mencari pejuang Tentara Republik Indonesia.

Melihat Monumen Peniwen Affair
Malang, Bhirawa
Perjuangan rakyat Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan telah dibayar sangat mahal. Nyawa dan darah tertumpah demi kehidupan yang lebih baik dari generasi berikutnya. Di desa Peniwen, Kecamatan Keromengan yang terletak di Kabupaten Malang, tepatnya di Kaki Gunung Kawi berdiri monumen dan makam para pemuda yang ditembak mati oleh penjajah Belanda ketika merawat pejuang Indonesia yang terluka.
Soeyatno Sakejus, salah seorang saksi sejarah yang telah berusia 72 tahun mengutarakan saat kejadian dia baru berusia lima tahunan. Saat itu di sekitar tempat tinggalnya terjadi pembantaian terhadap Palang Merah Pemuda (PMP) yang kini telah berubah nama menjadi Palang Merah Remaja (PMR). Monumen tersebut berdiri untuk mengenang peran penting dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Monumen Peniwen Affair, dibangun untuk mengenang 12 pemuda yang di eksekusi mati oleh tentara Belanda.
Dia menceritakan pada 1949 tepatnya 19 Februari, satu batalyon Tentara Belanda menyerbu Desa Peniwen guna mencari pejuang yang bersembunyi. Sebagian besar PMR yang merupakan pemuda desa itu sedang merawat para pejuang di RS Panti Husada ( di bawah pengelolaan Gereja Kristen Jawi Wetan Peniwen). Mereka ditarik keluar saat sedang merawat para pejuang, kemudian mereka dieksekusi bersama-sama dengan rakyat sipil. “Atas kejadian itu, GKJW Peniwen melaporkan kepada Majelis Agung kemudian disampaikan ke PGI hingga sampailah kepada PBB,” ujar kakek berucu enam kepada Bhirawa belum lama ini.
Karena desakan PBB, lanjut Sakejus,  yang didukung Perancis, Swiss, Argentina, Jerman hingga Inggris, negara-negara di dunia menekan dan memaksa Belanda untuk menghentikan agresinya. Kemudian lahirlah Perjanjian Roem-Royen pada Mei 1949. Perjanjian inilah yang mengakhiri agresi militer kedua Belanda di Indonesia.
Kondisi monumen dan makam yang diresmikan tepat pada Hari Pahlawan 10 November 1983 oleh Pengurus Pusat PMI yang saat itu dipimpin oleh Marsekal Muda dr Sutojo Sumadimedja saat ini  perawatannya dikelola oleh dana swadaya masyarakat. “Karena anggaran dari pusat selalu terlambat turun,” imbuhnya sambil meminum kopi di depannya.
Sementara itu Sunyoto, salah satu petugas Kelurahan di Desa Peniwen mengungkapkan monumen PMR adalah satu-satunya yang berada di Indonesia dan satu dari dua monumen Palang Merah yang diakui secara internasional. UNESCO mengakui bahwa Peniwen Affair adalah warisan sejarah dunia dari era perang dunia.
“Dalam konvensi Jenewa pada 1949, anggota Palang Merah masuk dalam kategori yang tak boleh diserang. Praktis, Belanda melanggar konvensi dan secara resmi telah melakukan kejahatan perang. Karena itu setiap 19 Februari, kami melakukan pengecatan dan bersih-bersih yang di ikuti sejumlah masyarakat sekitar. Semuanya untuk mengenang perjuangan para pemuda yang gugur di tangan tentara Belanda,” tutupnya. [William]

Tags: