Anggaran SKPD Dikepras, DPRD Kaget

Kantor Gubernur Jatim

Kantor Gubernur Jatim

DPRD Jatim, Bhirawa
Pembacaan nota keuangan tentang rancangan Perubahan APBD (PAPBD) 2016 yang dibacakan Gubernur Dr H Soekarwo dalam sidang paripurna, Selasa (9/8) lalu ternyata berbuntut. Sejumlah  anggota DPRD Jatim sempat kaget, menyusul ada sekitar 50 SKPD baik itu SKPD dan Badan di lingkungan Pemprov Jatim anggarannya dikepras antara 3% hingga 34% termasuk penurunan pendapatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Anggota Fraksi PAN Basuki Babussalam menyatakan kekagetannya tentang postur PAPBD 2016. Sebab dalam belanja daerah, dari hampir semua anggaran yang sifatnya pelayanan termasuk pendidikan dan pembangunan fasilitas publik, dikurangi secara drastis. Urusan wajib pun seperti pendidikan juga dikurangi. Dia menilai pengurangan ini terlalu banyak. Sedangkan urusan-urusan tidak seberapa penting justru ditambah. Paling mencolok adalah tambahan anggaran di Biro Kerjasama dari Rp 12 miliar menjadi Rp 22 miliar atau naik 75%.
“Ini menjadi catatan kalau usulan gubernur mengejutkan kami yang di dewan. Padahal Biro Kerjasama sama sekali tidak terkait dengan kepentingan pelayanan kepada masyarakat,” tutur pria yang juga anggota Komisi B DPRD Jatim, Kamis (11/8) ini.
Apa makna dari nota keuangan gubernur kali ini? Basuki menilai gubernur harus diingatkan kembali pada visi besar membangun Jatim sesuai dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). “Bahaya,  karena target pencapaian pembangunan Jatim sesuai RPJMD dan RPJP bisa nggak tercapai,” paparnya.
Karena itu, kata Basuki, langkah legislatif akan mengurai melalui Banggar (Badan Anggaran), serta pembahasan di komisi-komisi agar postur keuangan ditata ulang. “Kita tidak serta merta langsung menyetujui, kita kupas semuanya dulu,” ujarnya.
Mencermati pengantar nota keuangan, tambahnya dalam poin belanja daerah urusan wajib, anggaran pendidikan untuk Dinas Pendidikan yang semula dianggarkan Rp 300,3 miliar berubah menjadi Rp 268,4 miliar atau berkurang Rp 31,9 miliar. Untuk pekerjaan umum, semula dianggarkan Rp 1,2 triliun berubah menjadi Rp 1,1 triliun atau berkurang Rp 125,8 miliar yang digunakan untuk tiga dinas. Rinciannya, Dinas PU Bina Marga yang semula dianggarkan Rp 807,8 miliar menjadi Rp 744,7 miliar atau berkurang Rp 63,6 miliar. Dinas PU Pengairan yang semula dianggarkan Rp 269,2 miliar menjadi Rp 231,4 miliar atau berkurang Rp 37,7 miliar. Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang yang semula dianggarkan Rp 183,1 miliar berubah menjadi Rp 158,9 miliar atau berkurang Rp 25,4 miliar. Pun demikian dengan Dinas Sosial yang semula dianggarkan Rp 226,5 miliar berubah menjadi Rp 207,9 miliar atau berkurang Rp 18,6 miliar.
Kemudian pada urusan pilihan, juga hampir semuanya didrop jauh. Seperti Dinas Pertanian yang dikurangi hingga Rp 34,6 miliar, Dinas Perkebunan dikepras Rp 15, 7 miliar dan Dinas Peternakan dikurangi Rp 22,7 miliar. “Bisa kita bayangkan bagaimana mekanisme persetujuannya nanti. Saya menjadi agak tertegun jika kita tak melakukan dialog apapun terkait hal ini,” katanya.
Basuki memahami pembahasan akan berjalan normatif, karena itu dia meminta agar dialog dibangun dalam konteks lebih luas untuk memberikan ruang guna ‘penyadaran’ pada para pimpinan fraksi, komisi serta dewan.
“Kalau ini diamanatkan pada pimpinan-pimpinan komisi, saya yakin akan normatif. Nanti semua SKPD akan bilang kami ini mampu apa, jatah kami cuma ini, ini perintah. Ini yang membuat pembahasan di tingkat komisi tak ada ruang sedikit pun untuk membangun komunikasi lebih elegan,” urainya.
Basuki meminta agar nota keuangan ini menjadi renungan bersama anggota dewan, apalagi masih awal dari rangkaian pembahasan PAPBD. Memang, perubahan terjadi lantaran kondisi ekonomi makro yang tak menguntungkan dan berujung defisit. “Cuma membaca peta yang disampaikan gubernur, mana yang dikurangi mana yang ditambah, catatannya menjadi panjang dan menjadi ruang dialektika antara eksekutif dan legislatif dalam rangka memutuskan itu semua,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim Kusnadi yang memimpin sidang, memahami betul ketertegunan Basuki karena sejak awal pimpinan sidang juga merasakan hal yang sama,  kaget dengan nota gubernur. “Terus terang sebagai pribadi saya juga kaget, kok (nota keuangan) seperti ini. Tadi Pak Tjutjuk (Wakil Ketua DPRD Tjutjuk Sunario) juga menunjuk satu SKPD lho iku kok moro-moro ngene (mendadak begini usulan anggarannya). Kami juga paham, kami juga terkejut,” katanya.
Menurutnya, setiap pengurangan dan penambahan harus ada alasan serta kepentingan yang jelas. Terutama pada kepentingan masyarakat Jawa Timur. “Ya boleh dikurangi tapi nggak yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat. Lebih bagus yang dikurangi itu pada kepentingan yang bersifat menunjang,” imbuh Ketua DPD PDI Perjuangan ini.
Karena itu, Kusnadi meminta secara bersama-sama untuk mencermati nota keuangan gubernur. “Kami sepakat dengan apa yang disampaikan Pak Basuki, walaupun kami tak berani berjanji. Paling tidak inilah sikap pimpinan, setidaknya pimpinan yang masih tertinggal di sini,” pungkasnya. [cty]

Rate this article!
Tags: