Anggota DPR RI Dengar Jeritan Petani Bawang Merah

6-OPEN ris-suryoNganjuk, Bhirawa
Ratusan petani di Kecamatan Rejoso menolak adanya bawang merah impor yang mengakibatkan harga pasaran bawang local anjlok. Petani yang kebetulan sedang panen raya menyampaikan keluhan mereka saat kunjungan dari Moh. Suryo Alam anggota Komisi IV DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar.
Keluhan petani bawang merah terutama pada harga obat-obatan dan pupuk yang dinilai terlalu tinggi. Sehingga biaya produksi petani juga tinggi, namun ketika panen raya hasilnya terjual dengan harga rendah.
Diungkapkan Mulyani, petani bawang merah asal Desa Sedokare Rejoso, sebagian besar petani bawang merah adalah petani penggarap. Artinya mereka harus sewa lahan dengan harga yang cukup tinggi sebelum menanam bawang. Ditambah lagi, biaya produksi yang melangit sehingga resiko kerugian cukup besar. “Sewa lahan setahun Rp 11 juta, ditambah ongkos produksi yang tinggi. Kalau harga jual hasil panen hanya berkisar Rp 10 ribu/Kg maka petani mengalami kerugian besar,” ungkap Mulyani.
Hal tersebut juga dikuatkan oleh Bagus Purnomoaji, Sekdes Sidokare yang mengakui jika petani bawang merah Desa Sidokare rata-rata harus menanggung rugi jika bawang impor dibiarkan membanjiri pasaran.
Karena itu, Bagus Purnomoaji mewakili petani bawang merah menolak jika pemerintah melakukan impor bawang merah. Pasalnya, stok bawang merah di Kabupaten Nganjuk masih sangat mencukupi. Petani, menurut perangkat Desa Sidokare tersebut, dapat dikatakan untung jika harga jual ditingkat petani mencapai kisaran Rp 12 ribu. ” Dalam upaya melindungi petani bawang merah, kami menyatakan kebijakan pemerintah pusat dengan melakukan impor sangat tidak tepat,” papar Bagus Purnomoaji.
Mendengar langsung keluhan petani bawang merah, Suryo Alam mengungkapkan produksi bawang merah di Kabupaten Nganjuk dianggap masih sangat mencukupi untuk kebutuhan nasional.
Data yang diperoleh Suryo Alam menyebutkan, luas area penanaman bawang merah di Kabupaten Nganjuk mencapai 11 ribu hektare, produktivitas panen bisa berkisar 10 ton per hektare hingga 14 ton per hektare. Dengan fakta di lapangan seperti itu, menurutnya stok bawang merah dinilai surplus.
Dengan luasan lahan bawang merah mencapai 11 ribu hektare per tahun, diperkirakan produksi petani Nganjuk mampu mencapai 154 ribu ton. Jumlah tersebut setara dengan kebutuhan bawang merah nasional selama sebulan.  “Kita masih surplus bawang merah. Jika dilakukan impor maka harga ditingkat petani akan anjlok,” ungkap Suryo Alam saat ditanya Bhirawa.
Suryo Alam mengungkapkan sudah menjadi rahasia umum, dalam siklus perdagangan bawang merah, terjadi fluktuasi harga yang sangat mencolok dikala panen dan saat tidak sedang panen. Bahkan dari kenaikan harga ini petani tidak ikut menikmatinya, pasalnya banyak sekali jaringan pemodal besar sebagai pemutus mata rantai perdagangan dari petani ke pembeli. “Ada pemodal besar yang saat ini yang mengendalikan harga, karena didalamnya ada tengkulak, pengepul bawang merah yang bermain,” terang Suryo Alam.
Untuk itulah, Suryo Alam menjanjikan bahwa aspirasi petani bawang merah Nganjuk akan disampaikan pada saat rapat dengan Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan. Suryo Alam akan meminta kepada Kementerian Pertanian untuk menstabilkan harga bawang merah, supaya petani bawang merah lebih bisa menikmati hasil panennya. Untuk menjaga fluktuasi harga bawang merah, pemerintah dapat membentuk lembaga atau badan yang dapat menstabilkan harga. [ris]

Tags: