Angka Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Jember Sangat Tinggi

Kepala DP3AKB Provinsi Jatim Dr. Andriyono, SH, M.Kes saat audiensi dengan Bupati Jember H.Hendy Siswanto, di ruang kerja Bupati, Senin (22/3).

Jember,Bhirawa
Kabupaten Jember masih menjadi daerah penyokong terbesar kasus tingginya angka kekerasan kepada perempuan dan anak di Jawa Timur. Ini disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk, SDM yang rendah (pendidikan) dan faktor ekonomi sebagai pemantik tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jember.

Berdasarkan data di Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana ( DP3AKB) Provinsi Jawa Timur, kasus kekerasan perempuan dan anak di Jatim medio 2020 mencapai 2.010 kasus. Meskipun angka ini sedikit mengalami penurunan bila dibanding 2019 yang mencapai angka 2.100 kasus, namun masih tergolong tinggi secara nasional.

” Tertinggi kasus kekerasan seksual. Datanya secara detail saya kurang persis, tapi Kabupaten Jember jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, cukup tinggi,” ujar Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Timur Dr. Andriyanto, SH.MKes kepada Bhirawa usai audiensi dengan Bupati Jember H.Hendy Siswanto, Senin (22/3) siang kemarin.

Namun meski demikian, Andriyanto mengapreasi semangat petugas yang berupaya menekan angka kekerasan di Jember. “Jember semangat mengatasinya sudah bagus, Pusat pelayanan terpadu terhadap p korban kekerasan perempuan dan anak sudah jalan, tapi perlu dioptimalkan. Mengapa, karena Jember jumlah penduduknya besar 2,5 juta, maka harus cepat tertangani. Kekerasan akar masalahnya persoalan ekonomi, sehingga pendekatan yang beraspek ekonomi menjadi penting,” tandasnya.

Sementara, Plt. Kepala DP2AKB Kab Jember Suprihandoko saat ditemui diruang kerjanya mengaku data secara resmi dari pemerintah belum ada, cuman pihaknya hanya menangani persoalan kekerasan berdasarkan laporan permohonan mediasi.

“Data ansih perkembangan setiap kejadian berupa formulir belum pernah lihat, dari kementrian tidak ada blangko yang diminta. Cuman menangkap kasus kemudian ditangani. Ini sebuah kelemahan intervensi program. Kami berharap kedepan ada laporan khusus secara detail setiap kejadian dapat tercover secara keseluruhan. Dengan begitu, untuk membentuk kader pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di desa semakin kuat. Semua bentuk kegiatan sosialisasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat tercover dalam perencanaan anggaran,” jelasnya.

Suprihandoko menganggap masuk diakal jika kasus kekerasan perempuan dan anak di Jember relatif tinggi. Karena Jember sangat luas dan jumlah penduduknya besar. “Namun jika dihitung secara rasio, jumlah kasus dibanding dengan jumlah penduduk hanya sekian persen saja,” akunya.

Suprihandoko mengatakan, faktor pendidikan, masalah ekonomi, dan penggunaan obat-obat terlarang menjadi salah satu penyebab kerawanan terjadinya kekerasan baik itu KDRT, dan kekerasan lainnya yang bisa menyebabkan korban jiwa. ” Latar belakang ekonomi sangat mutlak, karena jika lapar, orang bisa marah-marah kepada keluarga, sehingga terjadi kekerasan bahkan hingga merenggut korban jiwa. Sehingga perlu sinergitas dan kolaborasi semua pihak dalam menekan persoalan kekerasan perempuan dan anak,” pungkasnya.(efi)

Tags: