Angka Kemiskinan Kab.Probolinggo Tertinggi Ketiga se-Jatim

Empat tahun Ngati bersama anak dan suaminya hidup di kandang sapi. Banyak keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Kabupaten Probolinggo.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah di Kabupaten Probolinggo yang tak kunjung tuntas. Bahkan, tahun ini Kabupaten Probolinggo terdaftar sebagai daerah termiskin ketiga di Jawa Timur, setelah Sampang dan Bangkalan.
Dari data yang ada, angka penduduk miskin di Kabupaten Probolinggo sempat menurun pada 2012-2014. Pada 2012  tercatat ada 247.600 warga miskin atau 22,15 persen dari jumlah total warga Kabupaten Probolinggo. Angka ini menurun pada 2013 (237.800 atau 21,12 persen) dan pada 2014 (231.920 atau 20,44 persen).
Namun, pada 2015 jumlah warga miskin naik menjadi 236.960 jiwa atau 20,82 persen. Pada 2016, juga makin meroket menjadi 240.470 jiwa atau 20,98 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Probolinggo Djudjuk Widhilaksana tak menampik bertambah tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Probolinggo. Yaitu, mencapai sekitar 240.470 jiwa.
Menurutnya, masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat  multi dimensional. Semua itu berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya.
“Penduduk miskin di Kabupaten Probolinggo pada Maret 2016 dibandingkan Maret 2015, naik 0,16 persen. Yaitu, dari 20,82 persen pada Maret 2015 menjadi 20,98 persen pada Maret 2016,” ujarnya, Senin (3/7).
Djudjuk mengatakan, garis kemiskinan atau tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi juga meningkat. Peningkatan itu terjadi pada Maret 2015 sampai Maret 2016. Saat itu, garis kemiskinan meningkat 5,22 persen atau naik Rp 18.518 per kapita per bulan. Per Maret 2015 Rp 355.051 per kapita menjadi Rp 373.569 per kapita per Maret 2016.
“Berdasarkan komoditas makanan, ada 7 komoditas yang secara persentase memberikan kontribusi yang cukup besar pada garis kemiskinan makanan. Meliputi beras, rokok kretek filter, daging sapi, gula pasir, telur ayam ras, tempe, dan tahu. Komposisi itu terjadi pada semua wilayah baik di pedesaan maupun perkotaan,” jelasnya.
Sedangkan, Kepala Dinas Kominfo, Statistik, dan Persandian Kabupaten Probolinggo Tutug Edi Utomo mengatakan, pihaknya sudah berusaha menuntaskan masalah kemiskinan. Mulai memberikan bantuan sosial berbasis masyarakat yang bersifat mengurangi beban hidup masyarakat.
Seperti memberikan jaminan kesehatan, beasiswa pendidikan bagi masyarakat miskin, memberikan beras untuk masyarakat miskin, program keluarga harapan. Serta, meningkatkan pendapatan warga dengan bantuan pelatihan, peralatan dan modal. Menurutnya, penurunan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Probolinggo lebih besar dibanding se-Jatim.
“Pemerintah daerah sudah berbuat dan berusaha keras. Kinerja Pemda dalam pengentasan penduduk miskin setahun lalu ditunjukkan dengan menurunnya P1 (ke dalam kemiskinan) dan P2 (indeks keparahan kemiskinan) beberapa bidang yang secara langsung bertalian. Di antaranya bidang ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar dan ketahanan pangan,” ujarnya.
Di Kabupaten Probolinggo, masih terdapat warga yang berada di bawah garis miskin. Ironisnya, keluarga miskin ini hidup di kandang sapi selama 4 tahun. Adalah Ngati (30) warga Dusun Pojok 1, Desa Pandan Sari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
Tempat tinggal Ngati sendiri berada di belakang rumah warga. Kandang sapi berukuran 3 x 4 meter, menjadi tempat tinggalnya dan dibuat tempat tidur sehari-hari. Di ruangan pengap tanpa aliran listrik itu, Ngati tinggal bersama anaknya, Anggara, bocah 12 tahun.
Dalam kandang sapi yang beralas tanah, atap seng penuh lubang itu, hanya ada satu tempat tidur yang berukurang 1x 1,5 meter. Tempat tidur tanpa kasur itulah yang biasa digunakan untuk tidur bersama anaknya. Selain itu, ada juga di bagian tepi tempat rumput makanan sapi.
Ngati pun menceritakan, dirinya bersama suami Bambang (38) dan anaknya sudah sekitar 4 tahun lamanya tinggal di kandang sapi. Itupun kandang sapi yang ditempat itu, bukan miliknya sendiri, tetapi numpang lahan milik saudaranya yang memang juga tak mampu membantu banyak.
“Terpaksa harus tinggal di kandang sapi ini, karena sebelumnya kami numpang tinggal ke tetangga. Kami merasa malu jika terus-terusan numpang, jadi kami memilih tinggal di kandang ini,”tambahnya. [wap]

Tags: