Angka Kemiskinan Pedesaan Jatim Masih Tinggi

foto ilustrasi

Surabaya, bhirawa
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku heran dengan angka kemiskinan pedesaan di Jatim yang  tetap tinggi dari tahun ke tahun. Dimana Jatim menempati urutan pertama yang disusul Jateng dan Jabar.
“Dari tahun ke tahun angka kemiskinan pedesaan di Jatim Istiqomah tertinggi dan nomor satu,” kata Khofifah saat menjadi pembicara dalam  acara “Halaqah Kebangsaan” di Kantor Dewan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Jalan Kertomenanggal Surabaya, kemarin, Kamis (17/8).
Menurut dia, tingginya angka kemiskinan pedesaan disebabkan banyak petani di Jatim  yang sudah tidak memiliki lahan. Mereka hanya bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang pas-pasan.
“Kalau memang pertumbuhan ditopang sektor pertanian kok kemiskinan pedesaan tinggi, saya menduga pemilik lahan bukan dari sektor itu. Sebagaian besar adalah buruh tani dengan lahan kurang dari  0,3 hektar,” tandasnya.
Menyitir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menyebutkan,  kenaikan garis kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan, dan pada periode September 2014 hingga Maret 2015 tercatat garis kemiskinan di pedesaan naik sebesar 6,49 persen sementara di perkotaan hanya naik 3,93 persen.
Sementara itu, sepanjang periode September 2016 hingga maret 2017 penduduk miskin di Jatim hanya menurun 0,01 persen. Selain itu, masalah lain yang menjadi tantangan bagi Jatim adalah lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin.”Angka Gini Ratio masih tinggi itu berarti jurang si  kaya dan si miskin masih lebar,” katanya.
Mensos mengungkapkan, Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu kebijakan mempercepat pemerataan dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. “Oleh karena itu penerima PKH seharusnya juga menerima BPNT atau rastra, anak mereka menerima Kartu Indonesia Pintar,  Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), Kartu  Indonesia Sehat,  subsidi listrik, dan bantuan pemberdayaan berupa e-Warong KUBE – PKH. Jika mereka menerima secara komprehensif diharapkan maksimal lima tahun mandiri. Jika mereka menerima program e-Warong KUBE – PKH diharapkan dua tahun mandiri,” terang Mensos.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jatim Profesor Dr Zainuddin Maliki menilai Jatim membutuhkan sosok pemimpin yang bisa mengatasi ketimpangan ekonomi. Kondisi itu disebabkan karena kesenjangan ekonomi antara si miskin dan kaya sudah sangat dalam. “Jatim membutuhkan pemimpin yang siap. Dan bisa membawa Jatim lebih baik lagi,” katanya dalam Halaqoh Kebangsaan di kantor Pengurus Wilayah Muhamadiyah Jatim.
Dia mencontohkan, tingginya kesenjangan itu terbukti dari  47 persen PDRB Jatim yang hanya  ditopang empat kota yakni Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Kediri. Karena itu, tugas pemimpin Jatim kedepan adalah memeratakan PDRB disemua kabupaten/kota di Jatim.”Saya berharap majunya jangan di tempat tertentu tapi diseluruh Jatim,” katanya. [cty]

Tags: