Angka Perceraian Tinggi, Kesadaran Menikah Usia Ideal Rendah

Suasana sidang perceraian di PA kabupaten Probolinggo.

Kab. Probolinggo, Bhirawa
Angka perceraian akibat konflik rumah tangga di Kabupaten Probolinggo terbilang tinggi. Dalam 6 bulan terakhir, ada seribu janda dan duda baru. Mayoritas perceraian dipicu pernikahan di usia belum ideal.
Dari data yang dimiliki Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Probolinggo, dalam 6 bulan terakhir ada 1025 gugatan perceraian. Angka itu termasuk sangat tinggi bagi sebuah pengadilan dengan kategori kelas 2B. Angka itu hampir identik dengan dengan semester awal 2017 lalu yang mencapai 1023.
“Salah satu faktornya adalah minimnya kesadaran usia ideal menikah. Sehingga mengakibatkan terjadi perceraian pada pasangan muda. Angka itu sangat tinggi, untuk pengadilan dengan kelas 2B harusnya di bawah seribu kasus,” kata Ketua PA Kabupaten Probolinggo, Lailatul Arafah, Kamis (12/7).
Menurutnya pasangan yang paling rentan perceraian adalah usia pernikahan di bawah 5 tahun. Dimana kedua pasangan, baik wanita maupun pria, gagal beradaptasi dengan keluarga dari pasangannya.
Salah satu contoh kasus, seorang pria ikut bersama pihak keluarga wanita, namun tidak cocok dengan situasi keluarga itu, sehingga timbul perceraian. Selain itu, juga dipengaruhi oleh pekerjaan atau aktivitas pasangannya.
“Karenanya kami meminta lembaga pendidikan dan kementerian agama, melakukan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran bagi anak muda. Agar mereka mementingkan pendidikan dan menunda pernikahan hingga umur yang sudah ditentukan. Baru ketika sudah matang dan siap untuk membina rumah tangga,” ujarnya.
PA Kabupaten Probolinggo, menurutnya mempunya program “Susatin” atau kursus calon pengantin. Dengan program ini, calo pengantin akan diberikan pengetahuan tentang hal-hal yang akan terjadi dalam rumah tangga. Serta cara menanggulanginya, sehingga tidak terjadi perceraian.
“Tentunya perlu peran serta seluruh pihak untuk memberikan kesadaran akan pernikahan dini. Agar bisa menekan angka perceraiaan di usia yang muda,” jelas mantan Ketua PA Kabupaten Bondowoso ini.
Beragam cara dilakukan guna menekan tingginya angka pernikahan dini, di wilayah kabupaten Probolinggo. Salah satunya, seperti yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana.
Menurut dr. Anang Budi Yulianto, selaku Kadis DP2KB Kabupaten Probolinggo, jika berdasarkan data yang dimiliki, tingkatan usia perkawinan pertama perempuan di Kabupaten Probolinggo, berada di bawah provinsi Jawa Timur. “Jika di provinsi jawa timur usia kawin pertama perempuan pada saat umur 19 tahun, maka di kabupaten Probolinggo, pada saat umur 17 tahun,” terangnya.
Kondisi tersebut, menurut dr Anang sangat memperihatinkan, karena akan berpengaruh terhadap kualitas keluarga yang terbentuk, dan masa depan anggota keluarga yang bersangkutan. Data lain menyebutkan, ada 45 % perempuan di Kabupaten Probolinggo, yang menikah di bawah usia 21 tahun, dalam kurun waktu satu tahun.
“Jadi melalui berbagai kegiatan yang kami lakukan, kami berharap masyarakat lebih mengenal program keluarga berencana bukan hanya untuk mengatur kehamilan, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas dan pemberdayaan perempuan,” tandasnya.
Untuk menurunkan angka pernikahan dini dengan melibatkan pengurus Fatayat NU. Karena diharapkan pengurus Fatayat NU tidak hanya fokus kepada kegiatan keagamaan saja, tetapi juga membantu program pemerintah daerah, khususnya dalam pembangunan keluarga berkenaan dengan pernikahan,” katanya.
“Kami menaruh harapan besar kepada para pengurus Fatayat NU di Kabupaten Probolinggo. Karena organisasi Fatayat NU ini terstruktur dengan baik mulai dari tingkat dusun. Setidaknya melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan Fatayat NU bisa memberikan edukasi kepada masyarakat,” tambahnya.(Wap)

Tags: