Angka Pernikahan Dini Naik saat Pandemi di Kabupaten Probolinggo

Penyuluh agama gandeng Toga-Tomasy Sosialisasikan PUP cegah nikah dini.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo, belum bisa terbendung. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16/2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, pengajuan dispensasi pernikahan dini di kab Probolinggo ikut naik saat pandemi di banding tahun sebelumnya.

Dalam dua tahun terakhir, jumlah pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo cukup tinggi. Tercatat, ada 191 pasangan yang menikah pada 2019. Jumlah itu naik berlipat pada 2020. Sepanjang tahun kemarin ada 806 pasangan yang menikah muda.

Angka ini terdata dari pengajuan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama (PA) Kraksaan. Di penghujung tahun kemarin, PA masih mengabulkan 89 perkara permintaan izin pernikahan dini atau dispensasi kawin. Hal ini diungkapkan Panitera Muda Hukum PA Kraksaan Syafiudin, Kamis (21/1).

Dalam dua tahun terakhir jumlah pernikahan dini atau dispensasi kawin yang diputus oleh PA mencapai 997 perkara. Jumlah 191 perkara tersebut berasal dari tahun 2019 dan 806 perkara terjadi selama 2020.

“Jadi berkali-kali lipat dengan tahun sebelumnya. Maka dari itu kami berharap kepada masing-masing orang tua yang peduli, anaknya jangan langsung ditinggal pasca menikah, tetap harus dibimbing, “ujarnya.

Selama ini memang cukup banyak warga yang mengajukan dispensasi kawin ke PA. Bahkan, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 16/2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, pemohonnya semakin banyak.

Maklum, batasan usia minimal warga bisa menikah dalam undang-undang tersebut dinaikkan. Dari sebelumnya usia menikah calon pengantin perempuan 16 tahun menjadi 19 tahun. “Setiap bulannya banyak, sejak adanya Undang-Undang Perubahan tentang Perkawinan,” katanya.

Menurutnya, sejatinya adanya undang-undang anyar yang berlaku sejak 15 Oktober 2019, itu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencegah pernikahan dini. Serta, menjaga keharmonisan rumah tangga suami-istri (pasutri).

“Karena sebelum-sebelumnya, banyak kasus perceraian yang faktornya kurang kedewasaan pasangan, sehingga terjadi percekcokan. Ada juga faktornya karena dia memaksa di usia muda, “tuturnya.

Meski begitu, Syafiudin mengaku tidak dapat menolak semua berkas pengajuan dispensasi kawin yang sudah masuk. Namun dalam pengambilan keputusan, pihaknya tetap akan berupaya yang terbaik.

“Harus ada alasan sangat kedekatan bukti-bukti pendukung yang cukup. Termasuk mendengarkan kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan, sehingga tidak ada lagi yang namanya kawin paksa, “lanjutnya.

Lain halnya dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Probolinggo mengklaim, angka pernikahan dini di wilayahnya menurun di tahun 2020. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, per Agustus tahun ini hanya berkisar 31,30 persen dari jumlah pernikahan.

Anang Budi Yoelijanto, Kepala DPPKB Kabupaten Probolinggo mengatakan, untuk tahun ini angka pernikahan dini menurun. Adapun pernikahan dini menurut DPPKB, adalah pernikahan yang calon mempelai prianya berusia di bawah 25 tahun. Sementara untuk mempelai perempuan, berusia dibawah 21 tahun.

“Tahun lalu bulan yang sama yaitu Agustus ada 7.097 pernikahan. Dari angka itu yang masuk usia dini anak 42 persen,” katanya.

Untuk tahun ini di bulan yang sama, jumlah pernikahan juga menurun. Yaitu hanya sekitar 5.312. Dari angka tersebut yang menikah diusia dini hanya sekitar 31 persen. “Artinya menurun. Semoga saja terus bisa ditekan,” ungkapnya.

Penurunan itu tak lepas dari adanya pandemi. Diperkirakan, warga yang telah siap menikah, menunda pernikahannya dan mengikuti anjuran pemerintah. “Kemungkinan ini dampak pandemi yang positif. Jadi, menurunkan angka pernikahan dini,” terangnya.

Angka 31 persen itu pernikahan dini, dikatakannya masih tinggi. Karena itu, pihaknya terus berupaya untuk melakukan penekanan. Caranya, melakukan sosialisasi kepada para calon pengantin. Juga kepada para orang tua. Sehingga, mereka tidak memaksakan untuk menikahkan anaknya yang masih belum cukup umur.

“Kami tidak memungkiri jika angka itu masih tinggi. Jadi kami terus melakukan upaya penekanan. Caranya menyadarkan masyarakat,” tambahnya.(Wap)

Tags: