Angkat Cerita Kehidupan Optimis

Waka Kesiswaan Smekdors Supardi mengenalkan dua siswanya yang sukses menggarap karya film The Box dan Duel Viral yang lolos dalam FFS 2018.

Tiga Siswa SMK Dr Soetomo Melaju di Festival Film Surabaya
Surabaya, Bhirawa
Tiga film pendek karya pelajar SMK Dr Soetomo Surabaya (Smekdors) sukses menembus ketatnya persaingan di ajang Festival Film Surabaya (FFS) 2018. Dari 309 karya film yang masuk secara nasional, hanya 44 yang berhasil lolos kurasi tahap awal.
Ketiga film tersebut akan kembali dinilai dalam FFS ke-7 yang akan dimulai hari ini, Jumat (27/4) di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya. Tiga karya film tersebut antara lain berjudul The Box karya Stya Wisnu Pradana, Duel Viral karya Aditya Yudha Islamic, dan Monokrom Ibu karya Dimas Khoiril. Semuanya merupakan siswa jurusan Multimedia di Smekdors.
Stya Wisnu Pradana yang menyutradarai film The Box itu menjelaskan, film karyanya yang lolos dalam FFS termasuk dalam kategori film fiksi pelajar. The Box bercerita tentang seorang pelajar yang ingin mengubah seorang pengemis untuk keluar dari kehidupannya saat ini. Sebab, pengemis tersebut masih berusia relative muda dan tidak seharusnya hidup dengan mengharapkan belas kasihan orang.
“Pelajar yang prihatin dengan pengemis itu lantas memberikan sebuah kotak yang berisi semir sepatu kepada si pengemis dengan tujuan agar dia mau berusaha lagi,” ujarnya.
Setya mengatakan, selama proses penggarapan film berdurasi enam menit itu dia menghabiskan waktu selama satu bulan. Selama pembuatan film, pihaknya pun tidak menghadapi masalah berarti. Hanya terdapat kendala pada pencahayaan dan audio. Selain itu sempat terkendala kamera namun bisa diselesaikan dengan meminjam sekolah dan kamera di tempat magangnya.
Sementara film Duel Viral milik Aditya Yudha Islamic menceritakan tentang persaingan dua pelajar. Hanya saja, duel yang dimaksud bukanlah berkelahi seperti pada umumnya. Duel dalam film berdurasi sekitar 4 menit tersebut ialah dengan bottle flip. “Sekarang ini bermain bottle flip kan sedang viral. Jadi saya mengangkat apa yang viral itu sebagai cara untuk berduel,” tutur dia.
Dalam duel tersebut, ada konsekuensi yang harus diterima bagi yang kalah. Yaitu memberikan seluruh air minum yang menjadi bekal ke pemenang. Namun, di akhir cerita, Aditya menutup dengan adegan keduanya saling berbagi minuman. Artinya, meski menang pemenang duel viral sebenarnya berhak atas semua bekal minum temannya, dia masih mau tetap berbagi.
“Sekitar satu bulan proses pengerjaannya mulai dari pengambilan gambar hingga proses editing,” tutur Aditya.
Aditya sengaja mengambil bottle flip sebagai gambaran dekatnya anak dengan media sosial saat ini. Sebab, adanya bottle flip itu juga hanya di media sosial.

Standar Karya Film Sesuai Level Siswa SMK
Festival Film Surabaya (FFS) yang menjadi salah satu wadah untuk mengeksplorasi bakat siswa setingkat SMA/SMK. Berbagai karya film menarik berhasil dilahirkan dari ajang ini. Kendati masih perlu banyak sentuhan lebih, film karya siswa ini sudah lebih dari cukup sesuai standar mereka.
Salah satu juri FFS Enggong Supardi mengatakan, proses kurasi film yang masuk didasarkan pada ide dan teknis perwujudan ide. Dua hal ini menjadi dasar penilaian untuk menyeleksi 309 karya yang masuk menjadi 44 karya. “Untuk level setingkat SMK tidak perlu tinggi-tinggi menilainya,” katanya saat ditemui di Smekdors, Kamis (26/4).
Dia menjelaskan, teknis perwujudan ide bisa bermacam-macam, mulai dari sinematografi, artistik, pengambilan suara, penataan cahaya, dialog, dan lain sebagainya. Meski secara umum masih banyak karya film yang perlu dikoreksi, ada pemakluman tersendiri untuk menentukan 44 karya yang lolos FSS.
Enggong menegaskan, siswa SMK jurusan multimedia memang belum diajari khusus tentang pembuatan film. Kurikulumnya belum tercantum tentang bagaimana menulis skenario yang baik, bagaimana pengambilan gambar yang bagus, dan lain-lain. Film buat siswa SMK masih semacam ekstrakurikuler. “Kami juga melihat ini sebagai dasar penilaian,” terangnya.
Wakil Kepala Bidang Kesiswaan Smekdors Supardi mengatakan, sekolahnya mengirim 11 film pendek di ajang FSS 2018. Dari puluhan karya itu, hanya tiga yang berhasil lolos seleksi. “Ada 11 karya yang diikutikan FFS. Memang kelas 12 diwajibkan punya karya dan oleh pembimbing ternyata diikutkan FFS namun hanya tiga saja yang lolos,” katanya.
Kewajiban memiliki karya sendiri itu untuk memotivasi siswa agar memberanikan diri dan mencoba. Sebab, jika tidak ada keberanian, lanjut dia, maka tidak akan mencapai keberhasilan.
Direktur FSS, Ashari Cahyono menambahkan, film karya pelajar Smekdors bukan kali ini saja lolos di ajang FSS. Sebelumnya di tahun 2013 dan 2016 juga pernah lolos. “Tapi, tahun ini yang paling banyak lolos dibanding tahun sebelumnya,” jelasnya. Di FSS ini akan diambil kategori penyutradaraan terbaik, penulisan naskah terbaik, penata suara terbaik, dan insan di balik layar. [tam]

Rate this article!
Tags: